Gelar kebangsawanan Jawa
Nama gelar / From Wikipedia, the free encyclopedia
Gelar kebangsawanan Jawa adalah gelar di depan nama satu orang karena orang tersebut adalah keturunan raja atau panembahan atau pangeran atau bupati atau sunan atau wali di daerah Jawa Tengah atau Jawa Timur, atau yang diberikan di depan nama satu orang karena orang tersebut menjabat suatu jabatan dalam pemerintahan Kerajaan Surakarta atau Kerajaan Yogyakarta atau Kadipaten Mangkunagaran atau Kadipaten Pakualaman atau pemerintah kolonial Hindia Belanda, atau yang diberikan di depan nama satu orang karena orang tersebut dipandang berjasa kepada Kerajaan Surakarta atau Kerajaan Yogyakarta atau Kadipaten Mangkunagaran atau Kadipaten Pakualaman atau pemerintah kolonial Hindia Belanda.
Gelar kebangsawanan Jawa ini beririsan dengan gelar kebangsawanan Cirebon, gelar kebangsawanan Sunda, dan gelar kebangsawanan Madura, sehingga sepintas lalu terlihat sama walaupun terdapat perbedaan penerapan. Contoh persamaan di antara ketiganya adalah pemakaian gelar dasar Raden yang biasanya disingkat menjadi R. di Jawa Tengah dan Jawa Timur atau disingkat menjadi Rd. di Jawa Barat yang terjadi akibat pengaruh budaya Mataram Islam selama masa pemerintahan Sultan Agung dan Sunan Amangkurat I. Contoh perbedaannya adalah pewarisan gelar kebangsawanan di Kerajaan Mataram Islam umumnya bisa melalui garis keturunan laki-laki dan garis keturunan perempuan atau disebut juga sistem bilateral, sedangkan pewarisan gelar kebangsawanan di Kerajaan Cirebon, Karesidenan Priangan, dan Pulau Madura umumnya hanya melalui garis keturunan laki-laki atau disebut juga sistem patrilineal.
Dalam kerangka gelar kebangsawanan Jawa maka yang dimaksud raja di Pulau Jawa dan Pulau Madura yaitu Raja Mataram Hindu, Raja Majapahit, Raja Demak, Raja Pajang, Raja Mataram Islam, Raja Surakarta, Raja Yogyakarta, Raja Bangkalan, dan Raja Sumenep. Dalam kerangka yang sama pula maka yang dimaksud pangeran di Pulau Jawa dan Pulau Madura yaitu Pangeran Adipati Mangkunagara, Pangeran Adipati Pakualam, Panembahan Madura Barat (Bangkalan, Sampang dan Pamekasan) dan Panembahan Sumenep.
Seiring perjalanan sejarah, Kerajaan Mataram Islam yang satu terpecah menjadi empat negara yaitu Kerajaan Surakarta, Kerajaan Yogyakarta, Kadipaten Mangkunagaran, dan Kadipaten Pakualaman. Surakarta dan Yogyakarta disebut kerajaan karena dipimpin oleh seorang raja. Dalam Bahasa Inggris, kerajaan adalah kingdom dan raja adalah king. Sedangkan Mangkunagaran dan Pakualaman disebut kadipaten karena dipimpin oleh seorang adipati. Dalam Bahasa Inggris, kadipaten adalah dukedom atau duchy dan adipati adalah duke. Ada pula yang berpendapat bahwa Mangkunagaran dan Pakualaman disebut kepangeranan karena dipimpin oleh seorang pangeran. Dalam Bahasa Inggris, kepangeranan adalah princedom atau principality dan pangeran adalah prince. Karena Mangkunagara dan Pakualam adalah nama orang, maka bentukan kata sifat daripadanya adalah dengan menambah akhiran -an sehingga menjadi Mangkunagaran dan Pakualaman.
Wilayah empat negara pecahan Kerajaan Mataram Islam itu disebut vorstenlanden, dari Bahasa Belanda yang berarti tanah pangeran. Sedangkan wilayah Pulau Jawa di luar vorstenlanden disebut gouvernement, dari Bahasa Belanda yang berarti pemerintah.
Pada dasarnya ada dua jenis bangsawan dalam tradisi Jawa, yaitu bangsawan keluarga raja dan bangsawan pejabat pemerintah. Konsep bahwa bangsawan adalah keluarga raja tercermin dari istilah dalam Bahasa Jawa untuk menyebut bangsawan yaitu priyayi yang berasal dari kata ‘para yayi’ yang berarti ‘para adik’ dimana adik yang dimaksud adalah adik raja, sehingga kata priyayi berarti para adik raja. Konsep ini meliputi pula kata Kyai yang berasal dari kata ‘ki yayi’ yang berarti ‘adik laki-laki’ yaitu adik laki-laki raja dan kata Nyai yang berasal dari kata ‘ni yayi’ yang berarti ‘adik perempuan’ yaitu adik perempuan raja. Bandingkan dengan kata ‘kaki’, ‘nini’, dan ‘rayi’ dalam Bahasa Sunda yang berarti kakek, nenek, dan adik. Sementara itu para pejabat pemerintah yang bekerja untuk kepentingan raja dan kerajaan juga diberi status sama dengan keluarga raja, dengan konsep bahwa melayani raja sebuah kerajaan adalah melayani kepala keluarga sebuah keluarga besar. Di kemudian hari ada juga orang yang bukan keluarga raja dan bukan pejabat pemerintah tetapi karena dianggap berjasa besar kepada raja atau negara atau masyarakat, maka diberi status bangsawan yang juga disamakan dengan keluarga raja.
Maka secara umum ada tiga jenis gelar kebangsawanan Jawa berdasarkan latar belakang diperolehnya:
- Gelar keturunan, gelar ini diwariskan dengan sendirinya dari orangtua kepada anak karena hak kelahiran.
- Gelar jabatan, gelar ini diberikan oleh Raja Surakarta atau Raja Yogyakarta atau Adipati Mangkunagara atau Adipati Pakualam atau pemerintah kolonial Hindia Belanda kepada satu orang karena jabatan yang dipangku dalam pemerintahan.
- Gelar kehormatan, gelar ini diberikan oleh Raja Surakarta atau Raja Yogyakarta atau Adipati Mangkunagara atau Adipati Pakualam atau pemerintah kolonial Hindia Belanda kepada satu orang karena jasa kepada negara atau masyarakat.
Walaupun demikian banyak terdapat gelar yang merupakan irisan antara jenis gelar yang satu dengan jenis gelar yang lain. Contohnya adalah gelar Kanjeng Gusti Pangeran Harya yang merupakan irisan antara gelar keturunan, gelar jabatan, dan gelar kehormatan. Sebagai gelar keturunan, gelar tersebut hanya bisa diberikan kepada seorang putra raja; sebagai gelar jabatan, gelar tersebut adalah gelar jabatan lurah pangeran yaitu kepala para pangeran; dan sebagai gelar kehormatan, gelar tersebut hanya diberikan setelah penerima gelar mencapai usia yang dianggap dewasa.
Perlu diperhatikan bahwa kata ‘gelar’ dalam Bahasa Jawa bisa pula berarti ‘nama’ dalam Bahasa Indonesia, sedangkan kata ‘gelar’ dalam Bahasa Indonesia sepadan dengan ‘sesebutan’ dalam Bahasa Jawa. Selain kata ‘sesebutan’ kadang juga digunakan kata ‘pangkat’ dalam Bahasa Jawa yang maknanya beririsan dengan kata ‘pangkat’ dalam Bahasa Indonesia. Sebagai contoh adalah Kanjeng Gusti Pangeran Harya Mangkubumi; dalam Bahasa Jawa, Kanjeng Gusti Pangeran Harya adalah sesebutan atau pangkat dan Mangkubumi adalah gelar; sedangkan dalam Bahasa Indonesia, Kanjeng Gusti Pangeran Harya adalah gelar dan Mangkubumi adalah nama. Selain memiliki peraturan mengenai gelar, Kerajaan Mataram Islam dan semua negara pecahannya juga memiliki peraturan mengenai nama untuk keluarga dekat penguasa dan nama untuk pejabat umum. Sebagai contoh adalah bupati nayaka jero dan bupati anon-anon jero harus memakai nama berakhiran ‘ningrat’ sedangkan bupati nayaka jaba dan bupati anon-anon jaba harus memakai nama berakhiran ‘nagara’.