Top Qs
Timeline
Obrolan
Perspektif
Dedi Mulyadi
Gubernur Jawa Barat ke-15 (sejak 2025) Dari Wikipedia, ensiklopedia bebas
Remove ads
Dedi Mulyadi (lahir 11 April 1971 ) dikenal dengan sapaan Kang Dedi atau diinisialkan dengan singkatan KDM adalah seorang aktivis dan politikus berkebangsaan Indonesia, yang saat ini menjabat sebagai Gubernur Jawa Barat untuk periode 2025–2030.[2] Ia merupakan anggota Dewan Perwakilan Rakyat daerah pemilihan Jawa Barat VII dan duduk di Komisi VI dari 2019 hingga 2023.[3][4] Sebelumnya, Dedi menjabat sebagai Bupati Purwakarta selama dua periode berturut-turut dari 2008 sampai 2018.
Kiprahnya menjadi bupati bermula setelah dirinya terpilih pada Pilkada 2008 dengan menjadikan Dudung Bachtiar Supardi sebagai wakilnya di pemerintahan. Pada pemilu selanjutnya, ia kembali terpilih untuk masa jabatan kedua periode 2013–2018.[5] Sebelum diangkat menjadi bupati, Dedi terlebih dahulu berkarier sebagai wakil bupati dan legislator di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Purwakarta pada 1999 hingga pengunduran dirinya seusai terpilih menjadi Wakil Bupati Purwakarta.[6]
Secara demokratis, Dedi diproklamasikan menjadi Ketua Dewan Pimpinan Daerah Partai Golongan Karya Jawa Barat untuk masa bakti 2016–2020 menggantikan posisi Irianto Syafiuddin. Pada saat Pilgub Jabar 2018, ia diusung oleh partainya, Golkar, untuk menjadi calon Wakil Gubernur Jawa Barat mendampingi wakil gubernur petahana yang juga kader Partai Demokrat, Deddy Mizwar.[7]
Pada saat Pilgub Jabar 2024 Dedi yang sudah pindah partai ke Gerindra kembali dicalonkan menjadi calon gubernur yang diusung oleh Koalisi Indonesia Maju dimana dalam koalisi tersebut terdapat Partai Golkar, partainya terdahulu. Dedi berpasangan dengan Erwan Setiawan.[8] Di tahun 2025 pada tanggal 20 Februari, Dedi–Erwan resmi menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Barat.
Remove ads
Kehidupan awal
Ringkasan
Perspektif
Dedi Mulyadi lahir di Kampung Sukadaya, Desa Sukasari, Kecamatan Dawuan, Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat. Dia merupakan putra bungsu dari sembilan bersaudara. Ayahnya, Sahlin Ahmad Suryana merupakan pensiunan Tentara Prajurit Kader sejak usia 28 tahun akibat sakit yang diderita sebagai dampak racun mata-mata kolonial. Ibunya, Karsiti yang tidak pernah mengenyam bangku sekolah adalah aktivis Palang Merah Indonesia. Dia sering membantu ibunya mengembala domba dan berladang.[9]
Dedi Mulyadi menempuh masa SD hingga SMA di kabupaten kelahirannya, Subang. Mulai dari SD Subakti (1984), SMP Kalijati (1987), dan SMA Negeri 1 Purwadadi (1990). Selanjutnya pendidikan tingginya diselesaikan di Sekolah Tinggi Hukum Purnawarman Purwakarta dengan meraih gelar Sarjana Hukum (1999). Selama berkuliah Dedi Mulyadi juga pernah menjadi aktivis dan menjadi ketua Himpunan Mahasiswa Islam cabang Purwakarta.[10]
Karier politik dan organisasi
Dedi Mulyadi terjun ke dunia politik dimulai ketika ia terpilih menjadi Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Purwakarta pada periode 1999-2004 dan menjabat sebagai Ketua Komisi E. Akan tetapi pada tahun 2003, ia terpilih sebagai Wakil Bupati Purwakarta Periode 2003-2008 berpasangan dengan Lily Hambali Hasan. Pada tahun 2008, ia mencalonkan diri sebagai Bupati Purwakarta Periode 2008-2013 berpasangan dengan Dudung Bachtiar Supardi, dan menjadi Bupati Purwakarta pertama yang dipilih langsung oleh rakyat. Pada periode selanjutnya, ia terpilih kembali menjadi Bupati Purwakarta periode 2013-2018 berpasangan dengan Dadan Koswara. Pada 23 April 2016, Dedi terpilih secara aklamasi sebagai Ketua DPD Partai Golkar Jawa Barat Periode 2016-2020 menggantikan Irianto MS Syafiuddin atau biasa yang dikenal dengan nama Yance.
Jabatan yang pernah diduduki Dedi Mulyadi adalah Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Islam Cabang Purwakarta, Senat Mahasiswa STH Purnawarman Purwakarta (1994), Wakil Ketua DPC FSPSI (1997), Sekretaris PP SPTSK KSPSI (1998), Wakil Ketua GM FKPPI Tahun (2002), Ketua PC Pemuda Muslimin Indonesia (2002), Sekretaris KAHMI Purwakarta (2002), Ketua Kwartir Cabang Gerakan Pramuka Purwakarta (2005-2015), Wakil Bupati Purwakarta (2003-2008) dan Ketua DPC Partai Golkar Purwakarta (2004-2007) Ketua DPD Partai Golkar Jawa Barat (2016-2019).
Bupati Purwakarta (2008–2018)
Dedi Mulyadi terpilih sebagai Bupati Purwakarta untuk periode pertama pada 2008, dengan wakilnya, Dudung Bachtiar Supardi. Pada pemilu tahun 2013, ia kembali terpilih sebagai Bupati dan memulai periode keduanya, didampingi wakilnya, Dadan Koswara.[11]
Saat menjadi bupati, Dedi Mulyadi membuat kebijakan dengan larangan berpacaran atau bertamu di atas jam 9 malam. Bagi pelanggar, atau masyarakat yang tidak patuh terhadap aturan tersebut, akan dihukum secara adat. Misalnya dengan diusir dari desanya dalam beberapa bulan, atau membayar denda dengan nominal yang ditentukan. Selain itu, akan dipasang juga kamera pengintai CCTV di setiap perbatasan desa sehingga peraturan tersebut dapat terealisasi dengan baik.[12][13]
Kepala Desa Cilandak, Dadan Jakaria sudah mendahului dengan cara membuat portal di semua jalan dan gang desa. Jika ada tamu yang waktu kunjung pacar, KTP, kartu mahasiswa, dan pelajarnya ditahan. Jika sudah lewat pukul 21.00, pihak lelaki (atau yang berkunjung) diusir.[14]
Menurut Dedi, realisasi kebijakan ini nantinya di setiap desa atau kelurahan yang ada di Purwakarta, akan dibentuk kelompok yang bernama Badega Lembur bertugas melakukan pengawasan. Kebijakan itu akan digulirkan paling lambat pada bulan Oktober 2015. Menurutnya, aturan ini dilakukan sebagai antisipasi untuk menjaga akhlak para remaja, sehingga bisa terhindar dari hal-hal yang tidak diharapkan.[12] Juga memungkinkan untuk menindak dengan mengkawinkan paksa.[14][15][16]
Kebijakan lainnya yang cukup menimbulkan kontroversi di kalangan pengusaha kecil adalah larangan usaha "permainan daring" dan PlayStation. Semua warung internet (warnet) yang ada di Purwakarta dilarang menyediakan layanan "permainan daring", dengan alasan berdampak pada sifat dan karakter anak/pelajar yang cenderung berperilaku negatif, namun tetap dapat dilakukan di rumah.[17]
Remove ads
Gubernur Jawa Barat (2025–sekarang)
Ringkasan
Perspektif
Pemilihan
Pada tanggal 28 Agustus 2024, Dedi Mulyadi mencalonkan diri sebagai Calon Gubernur Jawa Barat bersama dengan Erwan Setiawan sebagai Calon Wakil Gubernur Jawa Barat (2025-2030) dari Koalisi Indonesia Maju (KIM). Dan juga Dedi-Erwan mendaftarkan diri ke Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Provinsi Jawa Barat.[18] Dengan mengusung visi "Jabar Istimewa", menjadikan visinya sebagai Provinsi yang memiliki keistimewaan dari segala aspek, yaitu Kesehatan, Pendidikan, Sosial-Budaya, Lingkungan, dan lapangan kerja. Hingga hasil Pemilu Gubernur Jawa Barat 2024, pasangan Dedi-Erwan memenangkannya dengan perolehan suara tertinggi sepanjang sejarah Pemilu Gubernur Jawa Barat sebanyak 62,22 persen, atau 14.130.192 suara berdasarkan hasil rekapitulasi dari KPUD Provinsi Jawa Barat.[19]
Selanjutnya, pada tanggal 9 Januari 2025 ditetapkan oleh KPUD Jabar bahwa pasangan Dedi-Erwan resmi menjadi Gubernur dan Wakil Gubenur Jawa Barat Terpilih untuk periode tahun 2025 hingga 2030.[20]
Pada pelantikan kepala daerah yang tidak bersengketa, semula akan dilaksanakan pada tanggal 6 Februari 2025 di Ibu Kota Nusantara (IKN).[21] Namun karena pembahasan dismissal dari Sengketa Pilkada serentak Mahkamah Konstitusi (MK) yang semula dijadwalkan dari tanggal 11 hingga 13 Februari 2025, dimajukan ke tanggal 4 dan 5 Februari 2025. Hal itu disampaikan oleh Menteri Dalam Negeri RI, Tito Karnavian bahwa Presiden RI Prabowo Subianto ingin melaksanakan Pelantikan Kepala daerah Indonesia dilaksanakan secara serentak bersamaan dengan Kepala Daerah yang hasil dismissal MK tidak dilanjutkan ke tahapan selanjutnya. Dan untuk tempat pelantikannya berada di Daerah Khusus Jakarta (DKJ). Sehingga pelantikan akan digelar pada tanggal 20 Februari 2025[22][23][24]
Pelantikan Kepala Daerah diselenggarakan di Istana Negara Jakarta pada pukul 10.00 WIB. Pelantikan ini dilakukan secara serentak dan pertama kali melantik Gubernur, dan Bupati/Walikota sebanyak 961 kepala daerah. Kemudian, pelantikannya diwakili dari 6 kepala daerah Indonesia oleh Presiden RI Prabowo Subianto. Dan secara resmi Dedi-Erwan menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Barat (2025-2030)[25][26]
Kebijakan
Penanggulangan banjir dan penataan Kali Bekasi
Di awal masa jabatan sebagai Gubernur Dedi Mulyadi segera merespons banjir besar di wilayah Jabodetabek yang terjadi antara 2–6 Maret 2025, yang diduga diakibatkan hujan ekstrem dan alih fungsi lahan di hulu (Bogor dan Puncak) sehingga Sungai Ciliwung meluap.[27] Pada 6 Maret 2025, Dedi melakukan sidak ke kawasan Puncak bersama Menteri Lingkungan Hidup dan Menko Pangan; ia menemukan keberadaan objek wisata Hibisc Fantasy yang beroperasi melebihi izin (15.000 m² dari izin hanya 4.800 m²), berada di atas daerah aliran sungai (DAS), serta menutup resapan air alami.[28]
Setelah sidak, Dedi langsung memerintahkan eksekusi pembongkaran Hibisc Fantasy pada 6 Maret 2025. Proses ini melibatkan Satpol PP Provinsi beserta alat berat, meski sempat menimbulkan protes warga. Dedi menegaskan bahwa pembongkaran semacam ini adalah bagian dari penanganan banjir “dari hulu ke hilir” demi memulihkan fungsi hutan, resapan air, dan mengembalikan kondisi ekologis di DAS Puncak.[29]
Pemprov Jawa Barat juga mengalokasikan anggaran sebesar Rp 3,6 triliun untuk normalisasi Kali Bekasi, yang meliputi pengerukan sungai, pelebaran aliran, serta pembangunan tanggul sebagai respons atas banjir yang kerap melanda Bekasi.[30] Pada 14 Maret 2025, Gubernur Dedi Mulyadi bersama Bupati Bekasi memimpin langsung penertiban di bantaran Kali Sepak, Tambun Utara, yang berujung pada pembongkaran sekitar 60–100 bangunan liar, termasuk permukiman bersertifikat ilegal dan warung nonformal yang menghalangi aliran air.[31][32] Penertiban ini sekaligus disertai pemberian bantuan tunai Rp 10 juta kepada warga terdampak sebagai bentuk mitigasi sosial,[33] serta dialog publik ketika sempat terjadi ketegangan dengan pejabat desa yang keberatan terhadap pembongkaran.[34]
Setelah pembongkaran, proses normalisasi berjalan lebih intensif dengan penggunaan puluhan unit alat berat dan koordinasi intensif antara Pemprov, Pemkab, BBWS Citarum, serta Kementerian ATR/BPN dan PUPR. Alat berat dioperasikan untuk memperdalam kolam sungai dan membuka ruang resapan air yang sebelumnya terblokir oleh bangunan ilegal.[35][36] Selain itu, Dedi menyoroti adanya sertifikat resmi atas lahan di bantaran sungai yang diperoleh secara tidak sah, sehingga ia meminta BPN mencabut sertifikat tersebut demi menegakkan fungsi ekologis DAS dan kelancaran normalisasi.[37]
Vasektomi untuk penerima bantuan sosial
Dedi Mulyadi tengah berencana untuk membuat kebijakan yang mewajibkan penerima bantuan sosial (bansos) mengikuti program Keluarga Berencana (KB). Gubernur yang akrab disapa Kang Dedi itu berencana mewajibkan peserta bansos di provinsinya menjadi bagian dari program KB terutama KB pria Vasektomi. Langkah itu dilakukan untuk menekan kehamilan dalam sebuah keluarga agar tidak memiliki banyak anak. Sebab, selama ini bantuan pemerintah terus menumpuk pada satu keluarga yang jumlah anggotanya tidak terkendali. Ada yang mengkritik kebijakan itu salah satunya karena bisa menimbulkan ketidakseimbangan demografi. Populasi yang menyusut atau menua secara cepat dianggap dapat menyebabkan beban ekonomi berpindah ke generasi muda yang semakin sedikit.[38]
Lembaga Kesehatan Majelis Ulama Indonesia (LK-MUI) secara terbuka menolak syarat vasektomi untuk pria penerima bantuan sosial (bansos) yang diusulkan Dedi Mulyadi. Komisi Fatwa MUI telah mengeluarkan fatwa terkait vasektomi sejak 1979 yang menyatakan vasektomi hukumnya haram.[39]
Pada 8 Mei 2025, Dedi Mulyadi mengklarifikasi bahwa tidak ada kebijakan yang mensyaratkan vasektomi untuk warga penerima bantuan sosial (bansos). Terkait bansos, ia mengusulkan penerima manfaat yang memiliki banyak anak, ikut program Keluarga Berencana (KB). Program KB, kata dia, bukan hanya vasektomi.[40] Menteri Koordinator Pemberdayaan Masyarakat (Menko PM) Muhaimin Iskandar menegaskan tidak ada peraturan yang mengatur vasektomi suami menjadi syarat penerima bansos.[40]
Pengiriman anak ke barak militer
Di awal kegubernurannya, Dedi menggagas program pengiriman siswa bermasalah ke barak militer. Program ini kemudian memicu perdebatan luas di kalangan masyarakat dan pemangku kepentingan pendidikan.[41] Kebijakan ini awalnya ditujukan untuk siswa yang terlibat dalam kenakalan remaja seperti tawuran dan geng motor, dengan tujuan membentuk kedisiplinan dan karakter melalui pembinaan di lingkungan barak militer selama enam bulan.[42][43] Dedi Mulyadi menegaskan bahwa program ini bukan pelatihan militer, melainkan pembinaan karakter, mental, dan kebugaran pelajar, serta tetap mempertahankan kegiatan belajar mengajar seperti biasa dengan guru dari sekolah asal.[44]
Pelaksanaan program ini dimulai pada 2 Mei 2025 di beberapa daerah di Jawa Barat yang dianggap rawan, seperti Purwakarta dan Bandung. Siswa yang mengikuti program ini dipilih berdasarkan kesepakatan antara sekolah dan orang tua, dengan prioritas pada mereka yang sulit dibina atau terlibat dalam perilaku menyimpang.[45][46] Selama mengikuti program, siswa tetap mendapatkan pendidikan formal dengan materi pelajaran yang sesuai dengan kurikulum sekolah asal.[47]
Namun, kebijakan ini menuai kritik dari berbagai pihak. Komisi Perlindungan Anak Indonesia mengingatkan bahwa setiap anak, termasuk yang bermasalah, memiliki hak untuk mendapatkan pendidikan yang layak, dan pendekatan militeristik seharusnya menjadi opsi terakhir setelah semua metode pembinaan lain telah dicoba.[48][42] Anggota Komisi X DPR RI, Bonnie Triyana, menyatakan bahwa penguatan karakter siswa khususnya siswa bermasalah bukan dengan cara dididik secara militeristik, dan menekankan perlunya pendekatan holistik yang melibatkan berbagai aspek, termasuk keluarga dan lingkungan sosial.[41]
Selain itu, pengamat kebijakan pendidikan dari Universitas Pendidikan Indonesia, Cecep Darmawan, menyatakan bahwa rencana Dedi Mulyadi menerapkan wajib militer membutuhkan persyaratan khusus dan kewenangan menerapkan wajib militer untuk siswa SMA/SMK seharusnya ada di tangan pemerintah pusat, bukan pemerintah daerah. Ia juga menyoroti bahwa sebelum ide menerapkan wajib militer itu terlontar, sebenarnya sudah ada pendidikan bela negara yang bertujuan meningkatkan patriotisme, nasionalisme, dan bela Tanah Air.[49]
Meskipun demikian, ada juga dukungan terhadap program ini. Menteri Hak Asasi Manusia, Natalius Pigai, menyatakan bahwa ia akan mempertimbangkan untuk menerapkan kebijakan Dedi secara nasional, dengan alasan bahwa anak-anak yang suka membuat kekacauan dan terlibat dalam perkelahian jalanan perlu dilatih oleh Tentara Nasional Indonesia untuk membentuk mentalitas, karakter, dan disiplin mereka.[50][51] Dedi Mulyadi menghargai kritik yang diterimanya terkait program pengiriman siswa bermasalah ke barak militer. Ia menyatakan keyakinannya bahwa semua kritik didasarkan pada kepedulian terhadap anak-anak dan remaja untuk masa depan mereka yang lebih baik, dan mengatakan bahwa ia terbuka untuk kolaborasi dalam menyelesaikan masalah ini. Hal ini disampaikan Dedi melalui akun Instagram resminya, @dedimulyadi7, pada 19 Mei 2025. Dalam pernyataannya, Dedi menyampaikan apresiasinya atas perhatian yang diberikan KPAI dan mengakui bahwa lembaga tersebut memiliki kompetensi dalam perlindungan anak. Ia juga menegaskan bahwa kebijakan ini lahir dari kondisi darurat akibat keterbatasan orang tua dalam menangani anak-anak mereka yang terlibat kenakalan remaja. Dedi mengajak KPAI untuk berkolaborasi mengatasi persoalan sosial anak-anak di Jawa Barat.[52]
Jam malam dan masuk sekolah pukul 06.30
Gubernur Dedi Mulyadi kembali memperkenalkan dua kebijakan yang memicu perdebatan luas: pemberlakuan jam malam bagi pelajar dan penetapan jam masuk sekolah pada pukul 06.30 WIB. Kedua kebijakan ini, yang mulai diberlakukan pada Juni 2025, bertujuan untuk meningkatkan disiplin dan efisiensi dalam kehidupan pelajar.[53][54] Namun, implementasinya menimbulkan berbagai tanggapan dari masyarakat, pendidik, dan lembaga terkait.
Kebijakan jam malam diatur melalui Surat Edaran Gubernur Jawa Barat Nomor 51/PA.03/DISDIK tertanggal 23 Mei 2025, yang melarang pelajar berada di luar rumah antara pukul 21.00 hingga 04.00 WIB, kecuali untuk kegiatan resmi atau keadaan darurat.[55][56] Dedi Mulyadi menyatakan bahwa tujuan utama dari kebijakan ini adalah untuk melindungi pelajar dari potensi paparan hal-hal negatif di malam hari dan mendorong mereka untuk beristirahat lebih awal.[57] Namun, kebijakan ini mendapat kritik dari berbagai pihak. Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Ubaid Matraji, menilai bahwa kebijakan tersebut bersifat reaktif dan dangkal, serta berpotensi mendorong pelajar ke dalam ruang privat yang lebih sulit diawasi, seperti dunia digital, yang juga memiliki risiko tersendiri.[58]
Selain itu, Dedi Mulyadi menetapkan jam masuk sekolah pada pukul 06.30 WIB dan menghapuskan PR, yang mulai berlaku pada tahun ajaran baru 2025/2026.[59] Menurutnya, kebijakan ini bertujuan untuk meningkatkan efisiensi waktu dan memungkinkan keluarga, terutama orang tua yang bekerja, untuk berangkat bersama anak-anak mereka. Namun, kebijakan ini juga menuai kritik. Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G), Satriwan Salim, menyatakan bahwa kebijakan tersebut di luar kelaziman internasional, mengingat di banyak negara, jam masuk sekolah dimulai sekitar pukul 07.30 pagi.[60] Selain itu, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Abdul Mu'ti, mengingatkan bahwa sudah ada ketentuan resmi mengenai jam belajar di sekolah yang harus dipatuhi.[61]
Menanggapi berbagai kritik, Dedi Mulyadi menyatakan bahwa pelaksanaan teknis dari kebijakan jam masuk sekolah diserahkan kepada pemerintah daerah masing-masing untuk menyesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan lokal, terutama bagi siswa yang tinggal jauh dari sekolah.[62] Dalam wawancaranya dengan IDN Times, Dedi memaparkan bahwa dengan jam masuk sekolah pukul 06.30 WIB, orang tua dapat mengantar anak-anak mereka ke sekolah sebelum berangkat kerja, sehingga menciptakan rutinitas keluarga yang lebih efisien.[63]
Tragedi kematian tamu pernikahan
Pesta pernikahan Maula Akbar, putra Dedi Mulyadi, dengan Luthfianisa Putri Karlina, Wakil Bupati Garut sekaligus anak dari Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Karyoto, yang digelar di Alun-alun Garut, berujung tragis. Acara yang dihadiri begitu banyak warga tersebut menyebabkan terjadinya desak-desakan dan pingsan, hingga mengakibatkan meninggalnya tiga orang dan 26 orang lainnya luka-luka. Tiga orang dilaporkan meninggal dunia dalam tragedi tersebut, yaitu seorang anak berusia 8 tahun bernama Vania Aprilia, seorang warga lanjut usia bernama Dewi Jubaeda (61), serta seorang anggota polisi, Aipda (Anumerta) Cecep Saepul Bahri.[64]
Sebelum kejadian tersebut, Dedi dan putranya membahas acara syukuran dan makan gratis untuk warga Garut dalam sebuah video[65] yang diunggah di kanal YouTube pribadi Dedi. Dalam video itu, pada menit ke-8, Maula menjelaskan bahwa berbagai makanan dari pelaku UMKM lokal telah disiapkan, dan Dedi mengundang masyarakat untuk hadir, menyampaikan bahwa mereka bisa makan, menonton, dan tertawa sepuasnya pada tanggal 18 Juli. Dedi juga sempat mengingatkan bahwa masyarakat akan datang dalam jumlah besar karena dirinya dikenal luas oleh warga. Namun, setelah insiden terjadi, Dedi Mulyadi berusaha mengelak bahwa ia tidak mengetahui adanya acara makan gratis bagi warga, meskipun sebelumnya dalam video sebelumnya, ia menyatakan bahwa acara tersebut ia ketahui.[66]
Remove ads
Kehidupan pribadi
Dedi Mulyadi menikah dengan Sri Muliawati, pernikahan mereka dikaruniai seorang anak bernama Maulana Akbar Ahmad Habibie, yang meninggal dunia sejak Maulana berumur 3 bulan. Dedi lalu menikah dengan Anne Ratna Mustika (Mantan Mojang Purwakarta yang juga keponakan dari Bunyamin Dudih, Bupati Purwakarta Periode 1993–2003). Dedi dan Anne dikaruniai 2 orang anak yaitu Yudistira Manunggaling Rahmaning Hurip, dan Hyang Sukma Ayu.[9] Mereka bercerai pada 22 Februari 2023.
Penghargaan
Referensi
Wikiwand - on
Seamless Wikipedia browsing. On steroids.
Remove ads