Top Qs
Timeline
Obrolan
Perspektif

Pendidikan

pembelajaran yang pengetahuan dan kecakapan disalurkan melalui pengajaran Dari Wikipedia, ensiklopedia bebas

Pendidikan
Remove ads

Pendidikan adalah proses pewarisan pengetahuan dan keterampilan, sekaligus pengembangan sifat dan karakter manusia. Pendidikan formal berlangsung dalam kerangka kelembagaan yang terstruktur, seperti sekolah umum, dengan mengikuti suatu kurikulum tertentu. Pendidikan nonformal juga bersifat terstruktur, tetapi dilaksanakan di luar sistem sekolah formal, sedangkan pendidikan informal terjadi melalui pengalaman sehari-hari tanpa pola yang baku. Pendidikan formal dan nonformal biasanya dibagi menurut jenjang, mencakup pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Klasifikasi lain berfokus pada metode pengajaran, seperti pendidikan yang berpusat pada guru dan berpusat pada peserta didik, serta pada bidang studi, seperti pendidikan sains, pendidikan bahasa, dan pendidikan jasmani. Selain itu, istilah "pendidikan" juga dapat merujuk pada keadaan mental dan kualitas individu terdidik, serta pada bidang akademik yang meneliti fenomena pendidikan itu sendiri.

Thumb
Thumb
Thumb
Thumb
Pendidikan merupakan fenomena luas yang mencakup seluruh kelompok usia dan meliputi pendidikan formal (baris atas) serta nonformal dan informal (baris bawah).

Definisi pendidikan yang tepat kerap menjadi perdebatan; muncul perbedaan pandangan mengenai tujuan pendidikan dan sejauh mana pendidikan dapat dibedakan dari indoktrinasi dalam menumbuhkan berpikir kritis. Perbedaan ini memengaruhi cara mengidentifikasi, mengukur, dan meningkatkan berbagai bentuk pendidikan. Pada hakikatnya, pendidikan berfungsi sebagai proses sosialisasi anak ke dalam masyarakat dengan menanamkan nilai-nilai budaya dan norma sosial, serta membekali mereka dengan keterampilan yang diperlukan untuk menjadi anggota masyarakat yang produktif. Melalui proses ini, pendidikan turut mendorong pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan kesadaran terhadap permasalahan lokal maupun global. Lembaga-lembaga yang terorganisasi memainkan peran penting dalam pendidikan; misalnya, pemerintah menetapkan kebijakan pendidikan untuk menentukan jadwal sekolah, kurikulum, dan persyaratan kehadiran. Organisasi internasional seperti UNESCO juga berpengaruh besar dalam memajukan pendidikan dasar untuk semua anak.

Beragam faktor memengaruhi keberhasilan pendidikan. Faktor psikologi meliputi motivasi, kecerdasan, dan kepribadian. Faktor sosial, seperti status sosial ekonomi, etnisitas, dan gender, sering kali berkaitan dengan diskriminasi. Faktor lain mencakup akses terhadap teknologi pendidikan, kualitas guru, serta keterlibatan orang tua.

Bidang akademik utama yang menelaah pendidikan dikenal sebagai ilmu pendidikan. Disiplin ini menyelidiki hakikat pendidikan, tujuannya, dampaknya, serta cara untuk meningkatkannya. Ilmu pendidikan mencakup berbagai subbidang, seperti filsafat, psikologi, sosiologi, dan ekonomi. Selain itu, bidang ini juga menyoroti tema-tema seperti pendidikan komparatif, pedagogi, dan sejarah pendidikan.

Pada masa prasejarah, pendidikan terutama berlangsung secara informal melalui komunikasi lisan dan peniruan. Dengan munculnya peradaban kuno dan penemuan tulisan, pengetahuan mulai berkembang lebih luas, mendorong peralihan dari pendidikan informal menuju pendidikan formal. Awalnya, pendidikan formal hanya dapat diakses oleh kalangan elit dan kelompok keagamaan. Penemuan mesin cetak pada abad ke-15 membuka akses masyarakat luas terhadap buku, sehingga meningkatkan tingkat melek huruf secara umum. Pada abad ke-18 dan ke-19, pendidikan publik memperoleh peran penting, menandai munculnya gerakan global untuk menyediakan pendidikan dasar yang gratis dan wajib hingga usia tertentu. Kini, lebih dari 90% anak usia sekolah dasar di seluruh dunia bersekolah di tingkat dasar.

Remove ads

Definisi

Ringkasan
Perspektif

Istilah edukasi ("pendidikan") berasal dari kata Latin educare, yang berarti "mendidik" atau "membesarkan," dan educere, yang berarti "membawa keluar" atau "mengeluarkan potensi."[1] Pengertian pendidikan telah lama dikaji oleh para teoretikus dari beragam disiplin ilmu.[2] Banyak kalangan sepakat bahwa pendidikan merupakan suatu kegiatan yang disengaja dan bertujuan untuk mentransmisikan pengetahuan, keterampilan, serta nilai-nilai dan karakter tertentu.[3] Namun, terdapat perdebatan panjang mengenai hakikat sejati pendidikan di luar ciri-ciri umum tersebut. Salah satu pendekatan memandang pendidikan sebagai proses yang terjadi dalam kegiatan seperti persekolahan, pengajaran, dan pembelajaran.[4] Pendekatan lain justru melihat pendidikan bukan sebagai proses, melainkan sebagai kumpulan keadaan mental dan disposisi khas individu terdidik yang dihasilkan dari proses tersebut.[5] Lebih jauh lagi, istilah "pendidikan" juga dapat mengacu pada bidang akademik yang menelaah metode, proses, dan lembaga sosial yang terlibat dalam kegiatan belajar dan mengajar.[6] Pemahaman yang jelas mengenai istilah ini menjadi penting ketika kita berupaya mengenali fenomena pendidikan, mengukur keberhasilannya, serta meningkatkan praktiknya.[7]

Beberapa teoretikus berusaha memberikan definisi yang lebih presisi dengan menetapkan ciri-ciri esensial yang melekat pada semua bentuk pendidikan. Teoretikus pendidikan R. S. Peters, misalnya, menguraikan tiga unsur pokok pendidikan: penyampaian pengetahuan dan pemahaman kepada peserta didik, pelaksanaan proses yang bermanfaat, serta pelaksanaan yang didasari pertimbangan moral yang layak.[8] Definisi yang ketat seperti ini memang efektif menggambarkan bentuk pendidikan yang paling umum, tetapi kerap dikritik karena gagal mencakup bentuk-bentuk pendidikan yang lebih jarang ditemui.[9] Menangani contoh tandingan yang tidak tercakup dalam definisi ketat sering kali menjadi tantangan tersendiri, sehingga sebagian teoretikus lebih memilih pendekatan berbasis kemiripan keluarga (family resemblance). Pendekatan ini berpandangan bahwa semua bentuk pendidikan memiliki keserupaan tertentu satu sama lain, meskipun tidak harus berbagi seperangkat ciri esensial yang sama.[10] Beberapa teoretikus pendidikan, seperti Keira Sewell dan Stephen Newman, berpendapat bahwa makna istilah "pendidikan" bergantung pada konteks penggunaannya.[a][11]

Pandangan aksiologis atau yang dikenal sebagai konsep tebal[b] menegaskan bahwa pendidikan secara inheren mengandung tujuan untuk menghasilkan suatu bentuk perbaikan. Pandangan ini berlawanan dengan konsep tipis (thin conception), yang menjelaskan pendidikan secara netral tanpa muatan nilai.[13] Beberapa teoretikus mengajukan pengertian deskriptif dengan mengamati bagaimana istilah ini digunakan dalam bahasa sehari-hari, sedangkan definisi preskriptif menjelaskan apa yang dimaksud dengan pendidikan yang baik, atau bagaimana pendidikan seharusnya dijalankan.[14] Banyak pandangan tebal dan preskriptif yang memandang pendidikan sebagai usaha yang diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu,[15] yang meliputi pemerolehan pengetahuan, pembiasaan berpikir rasional, serta penanaman karakter seperti kebaikan hati dan kejujuran.[16]

Sejumlah sarjana menekankan pentingnya berpikir kritis sebagai ciri pembeda antara pendidikan dan indoktrinasi.[17] Mereka berpendapat bahwa indoktrinasi semata-mata berfokus pada penanaman keyakinan tanpa memperhatikan rasionalitasnya;[18] sedangkan pendidikan mendorong kemampuan rasional untuk menelaah dan mempertanyakan keyakinan tersebut secara kritis.[19] Meski demikian, tidak semua pihak sepakat bahwa kedua fenomena ini dapat dipisahkan secara tegas. Dalam beberapa kasus, bentuk indoktrinasi tertentu mungkin diperlukan pada tahap awal pendidikan, ketika kemampuan berpikir anak belum berkembang sepenuhnya. Hal ini terutama berlaku dalam situasi di mana anak harus mempelajari sesuatu tanpa memahami alasan di baliknya, seperti aturan keselamatan atau kebiasaan menjaga kebersihan.[20]

Pendidikan dapat dipahami dari dua sudut pandang: guru dan peserta didik. Definisi yang berpusat pada guru menekankan peran dan tanggung jawab pendidik dalam mentransfer pengetahuan serta keterampilan dengan cara yang moral dan patut.[21] Sebaliknya, definisi yang berpusat pada peserta didik memandang pendidikan sebagai proses yang melibatkan pengalaman aktif siswa dalam belajar, yang kemudian mentransformasi dan memperkaya pengalaman hidupnya selanjutnya.[22] Ada pula pendekatan yang berusaha memadukan kedua pandangan tersebut, dengan melihat pendidikan sebagai proses pengalaman bersama, tempat guru dan murid bersama-sama menemukan dunia yang mereka bagi serta berkolaborasi dalam pemecahan masalah.[23]

Remove ads

Jenis-jenis

Ringkasan
Perspektif

Terdapat berbagai klasifikasi dalam pendidikan. Salah satu klasifikasi bergantung pada kerangka kelembagaan, yang membedakan antara pendidikan formal, nonformal, dan informal. Klasifikasi lain didasarkan pada tingkat pendidikan, yang umumnya ditentukan oleh usia peserta didik serta kompleksitas materi pembelajaran. Kategori tambahan menyoroti topik, metode pengajaran, media yang digunakan, serta sumber pendanaannya.[24]

Formal, nonformal, dan informal

Thumb
Thumb
Bimbingan belajar merupakan contoh pendidikan nonformal, sedangkan belajar memasak dari orang tua termasuk pendidikan informal.

Pembagian yang paling umum adalah antara formal, nonformal, dan informal.[25][c] Pendidikan formal berlangsung dalam kerangka kelembagaan yang terstruktur, umumnya bersifat kronologis dan hierarkis. Sistem persekolahan modern mengatur jenjang berdasarkan usia dan kemajuan peserta didik, mulai dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Pendidikan formal biasanya berada di bawah pengawasan dan regulasi pemerintah serta sering kali bersifat wajib hingga usia tertentu.[27]

Pendidikan nonformal dan informal berlangsung di luar sistem persekolahan formal, dengan pendidikan nonformal menempati posisi di antara keduanya. Seperti halnya pendidikan formal, pendidikan nonformal memiliki struktur dan tujuan yang jelas, serta diselenggarakan secara sistematis. Contohnya dapat ditemukan dalam kegiatan seperti bimbingan belajar, kelas kebugaran, atau keterlibatan dalam gerakan pramuka.[28] Sebaliknya, pendidikan informal terjadi secara tidak sistematis melalui pengalaman hidup sehari-hari dan interaksi dengan lingkungan. Tidak seperti dua jenis sebelumnya, pendidikan informal umumnya tidak memiliki figur otoritatif yang berperan sebagai pengajar.[29] Pendidikan informal berlangsung di berbagai situasi sepanjang kehidupan seseorang, sering kali bersifat spontan, misalnya, anak-anak belajar bahasa pertama dari orang tuanya, atau seseorang memperoleh keterampilan memasak melalui pengalaman bersama di dapur.[30]

Beberapa ahli membedakan ketiga jenis pendidikan ini berdasarkan lingkungan belajarnya: pendidikan formal berlangsung di sekolah, pendidikan nonformal dilaksanakan di tempat-tempat yang tidak dikunjungi secara rutin seperti museum, sedangkan pendidikan informal terjadi dalam konteks aktivitas sehari-hari.[31] Selain itu, perbedaan juga dapat dilihat dari sumber motivasinya. Pendidikan formal biasanya digerakkan oleh motivasi ekstrinsik, yaitu dorongan yang bersumber dari imbalan eksternal. Sebaliknya, dalam pendidikan nonformal dan informal, motivasi intrinsik, yakni kesenangan yang timbul dari proses belajar itu sendiri, lebih dominan.[32] Meskipun pembedaan ketiganya secara umum cukup jelas, terdapat bentuk-bentuk pendidikan yang tidak sepenuhnya dapat dimasukkan ke dalam salah satu kategori secara tegas.[33]

Dalam kebudayaan primitif, pendidikan sebagian besar berlangsung secara informal tanpa adanya batas yang jelas antara kegiatan belajar dan aktivitas harian lainnya. Lingkungan sekitar berfungsi sebagai ruang kelas, dan para orang dewasa secara alami berperan sebagai pendidik. Namun, pendidikan informal sering kali tidak memadai untuk mentransmisikan pengetahuan dalam jumlah besar. Untuk mengatasi keterbatasan ini, diperlukan ruang belajar yang lebih terstruktur serta pengajar yang terlatih. Kebutuhan tersebut mendorong meningkatnya pentingnya pendidikan formal sepanjang sejarah. Seiring waktu, pendidikan formal menghasilkan pergeseran menuju pembelajaran yang lebih abstrak, menjauh dari kehidupan sehari-hari, dengan penekanan pada pemahaman prinsip-prinsip umum dan konsep-konsep mendasar, bukan sekadar meniru perilaku yang diamati.[34]

Jenjang

Thumb
Anak-anak di sebuah taman kanak-kanak di Jepang

Jenis-jenis pendidikan sering kali diklasifikasikan ke dalam berbagai jenjang atau tahapan. Salah satu kerangka yang paling berpengaruh adalah Klasifikasi Standar Internasional Pendidikan (International Standard Classification of Education), yang dikelola oleh Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO). Klasifikasi ini mencakup pendidikan formal dan nonformal, dengan pembedaan jenjang berdasarkan faktor-faktor seperti usia peserta didik, durasi pembelajaran, serta tingkat kompleksitas materi yang dipelajari. Kriteria tambahan mencakup persyaratan masuk, kualifikasi pengajar, dan hasil akhir yang diharapkan setelah penyelesaian studi. Jenjang-jenjang tersebut meliputi pendidikan anak usia dini (level 0), pendidikan dasar (level 1), pendidikan menengah (level 2–3), pendidikan pascasekolah menengah nontertiari (level 4), serta pendidikan tinggi (level 5–8).[35]

Pendidikan anak usia dini, yang juga dikenal sebagai pendidikan prasekolah atau pendidikan taman kanak-kanak, mencakup masa sejak kelahiran hingga memasuki sekolah dasar. Pendidikan ini dirancang untuk mendukung perkembangan anak secara menyeluruh, baik fisik, mental, maupun sosial. Pada tahap ini, anak dilatih untuk bersosialisasi dan mengembangkan kepribadian, sambil memperoleh keterampilan dasar dalam berkomunikasi, belajar, dan memecahkan masalah. Tujuan utamanya adalah mempersiapkan anak untuk transisi menuju pendidikan dasar.[36] Meskipun pendidikan prasekolah umumnya bersifat opsional, di beberapa negara seperti Brasil, pendidikan ini diwajibkan bagi anak-anak berusia empat tahun ke atas.[37]

Thumb
Ruang kelas sekolah dasar di Ethiopia

Pendidikan dasar biasanya dimulai antara usia lima hingga tujuh tahun dan berlangsung selama empat hingga tujuh tahun. Pendidikan ini tidak memiliki syarat masuk tambahan dan bertujuan memberikan keterampilan dasar dalam membaca, menulis, dan berhitung. Selain itu, pendidikan dasar juga mengenalkan pengetahuan umum dalam bidang sejarah, geografi, ilmu pengetahuan alam, musik, dan seni. Tujuan lainnya ialah mendorong perkembangan pribadi peserta didik.[38] Saat ini, pendidikan dasar bersifat wajib di hampir seluruh negara di dunia, dengan lebih dari 90% anak usia sekolah dasar mengikuti pendidikan ini.[39]

Pendidikan menengah merupakan kelanjutan dari pendidikan dasar dan umumnya berlangsung pada rentang usia 12 hingga 18 tahun. Pendidikan ini sering dibagi menjadi pendidikan menengah pertama (seperti sekolah menengah pertama atau junior high school) dan pendidikan menengah atas (seperti sekolah menengah atas, senior high school, atau college, tergantung negara). Pendidikan menengah pertama biasanya mensyaratkan penyelesaian pendidikan dasar. Tujuannya adalah memperluas serta memperdalam hasil pembelajaran, dengan penekanan yang lebih besar pada kurikulum berbasis mata pelajaran, dan para guru biasanya mengajar bidang tertentu secara spesifik. Salah satu tujuan utamanya ialah memperkenalkan konsep teoretis dasar dari berbagai disiplin ilmu sebagai fondasi untuk pembelajaran sepanjang hayat. Dalam beberapa kasus, pendidikan ini juga mencakup pelatihan kejuruan dasar.[40] Pendidikan menengah pertama bersifat wajib di banyak negara di Asia Tengah dan Timur, Eropa, serta Amerika. Di beberapa negara, jenjang ini merupakan tahap akhir pendidikan wajib. Namun, penerapan wajib belajar hingga tingkat menengah pertama masih jarang ditemukan di negara-negara Arab, Afrika Sub-Sahara, serta Asia Selatan dan Barat.[41]

Thumb
Ruang kelas siswa tingkat akhir (kelas 12) di Amerika Serikat

Pendidikan menengah atas biasanya dimulai sekitar usia 15 tahun dan bertujuan mempersiapkan peserta didik dengan keterampilan dan pengetahuan yang diperlukan untuk bekerja atau melanjutkan ke pendidikan tinggi. Penyelesaian pendidikan menengah pertama umumnya menjadi prasyarat. Kurikulumnya lebih beragam dan memberi kesempatan kepada siswa untuk memilih mata pelajaran sesuai minat. Keberhasilan dalam jenjang ini sering kali ditandai dengan pencapaian kualifikasi formal seperti ijazah SMA.[42] Di atas jenjang ini terdapat pendidikan pascasekolah menengah nontertiari, yang memiliki tingkat kompleksitas serupa dengan pendidikan menengah, tetapi lebih menekankan pada pelatihan kejuruan untuk mempersiapkan siswa memasuki dunia kerja.[43]

Thumb
Mahasiswa di laboratorium Universitas Politeknik Negeri Saint Petersburg, Rusia

Di sejumlah negara, pendidikan tinggi identik dengan pendidikan universitas, sementara di negara lain, pendidikan tinggi mencakup spektrum yang lebih luas.[44] Pendidikan tinggi dibangun di atas fondasi pendidikan menengah, tetapi dengan fokus yang lebih mendalam pada bidang atau disiplin tertentu. Penyelesaian jenjang ini biasanya menghasilkan gelar akademik. Pendidikan tinggi terbagi dalam empat jenjang: pendidikan tinggi siklus pendek, sarjana, magister, dan doktoral. Keempat jenjang ini umumnya tersusun secara hierarkis, di mana jenjang yang lebih rendah menjadi prasyarat bagi jenjang berikutnya.[45] Pendidikan tinggi siklus pendek berfokus pada aspek praktis, memberikan pelatihan kejuruan dan profesional tingkat lanjut untuk profesi tertentu.[46] Pendidikan tingkat sarjana, yang juga disebut pendidikan prasarjana, biasanya memiliki durasi lebih panjang dibanding siklus pendek dan umumnya diselenggarakan oleh universitas, menghasilkan gelar sarjana sebagai capaian akademik antara.[47] Pendidikan tingkat magister lebih bersifat spesialis dan biasanya melibatkan penelitian mandiri, yang diwujudkan melalui penulisan tesis atau disertasi singkat.[48] Jenjang doktoral menghasilkan kualifikasi penelitian tingkat lanjut, umumnya berupa gelar Doktor Filsafat (PhD), yang menuntut penulisan karya akademik substansial seperti disertasi. Setelahnya, terdapat jenjang yang lebih tinggi seperti peneliti pascadoktoral dan habilitasi.[49]

Keberhasilan menyelesaikan pendidikan formal biasanya menghasilkan sertifikasi, yang menjadi syarat untuk melanjutkan ke jenjang lebih tinggi atau memasuki profesi tertentu. Namun, praktik kecurangan dalam ujian, seperti penggunaan catatan contekan, dapat merusak integritas sistem ini karena berpotensi meluluskan peserta yang tidak memenuhi kualifikasi.[50]

Di sebagian besar negara, pendidikan dasar dan menengah diberikan secara gratis. Namun, terdapat kesenjangan global yang besar dalam biaya pendidikan tinggi. Negara-negara seperti Swedia, Finlandia, Polandia, dan Meksiko menyediakan pendidikan tinggi secara gratis atau dengan biaya yang sangat rendah. Sebaliknya, di negara seperti Amerika Serikat dan Singapura, pendidikan tinggi umumnya dibebani biaya kuliah yang tinggi, sehingga banyak mahasiswa bergantung pada pinjaman besar untuk membiayai studi mereka.[51] Biaya pendidikan yang tinggi dapat menjadi hambatan serius bagi pelajar di negara berkembang, karena banyak keluarga kesulitan membayar biaya sekolah, membeli seragam, dan memperoleh buku pelajaran.[52]

Lain-lain

Literatur akademik mengulas beragam bentuk pendidikan, termasuk pendekatan tradisional dan alternatif. Pendidikan tradisional mencakup metode pembelajaran yang telah lama dikenal dan lazim digunakan, ditandai dengan pengajaran yang berpusat pada guru dalam lingkungan sekolah yang terstruktur. Berbagai aspek seperti kurikulum dan jadwal pelajaran diatur melalui peraturan yang ketat.[53]

Thumb
Pembelajaran di rumah atau homeschooling merupakan salah satu bentuk pendidikan alternatif.

Pendidikan alternatif berfungsi sebagai istilah payung bagi metode pendidikan yang berbeda dari pendekatan konvensional. Perbedaannya dapat mencakup lingkungan belajar, isi kurikulum, maupun dinamika hubungan antara guru dan murid. Ciri khas pendidikan alternatif antara lain sifatnya yang sukarela, ukuran kelas dan sekolah yang relatif kecil, serta metode pengajaran yang disesuaikan dengan kebutuhan individu. Pendekatan ini mendorong terciptanya suasana belajar yang inklusif dan mendukung secara emosional. Bentuk-bentuknya mencakup sekolah charter, program khusus bagi siswa dengan kebutuhan atau bakat luar biasa, serta praktik seperti homeschooling dan unschooling. Beragam filsafat pendidikan tecermin dalam pendekatan ini, termasuk sistem sekolah Montessori, pendidikan Waldorf, sekolah Round Square, sekolah Escuela Nueva, sekolah bebas, dan sekolah demokratis.[54] Pendidikan alternatif juga mencakup pendidikan masyarakat adat, yang menekankan pelestarian dan pewarisan pengetahuan serta keterampilan yang berakar pada kebudayaan leluhur. Pendekatan ini sering memanfaatkan metode tradisional seperti tuturan lisan dan bercerita.[55] Bentuk lain pendidikan alternatif antara lain sekolah gurukul di India,[56] sekolah madrasah di Timur Tengah,[57] dan yeshiva dalam tradisi Yahudi.[58]

Pembedaan lain dalam pendidikan dapat dilihat dari penerimanya. Berdasarkan usia peserta didik, pendidikan dapat dikategorikan menjadi pendidikan anak-anak, remaja, dewasa, dan lanjut usia.[59] Berdasarkan jenis kelamin siswa, dikenal pendidikan tunggal jenis kelamin dan pendidikan campuran.[60] Pendidikan khusus ditujukan bagi peserta didik dengan disabilitas, mencakup hambatan pada tingkat kecerdasan, sosial, komunikasi, dan fisik. Tujuannya adalah membantu mereka mengatasi keterbatasan tersebut agar tetap memperoleh akses terhadap struktur pendidikan yang sesuai. Dalam pengertian luas, pendidikan khusus juga mencakup pembelajaran bagi anak-anak yang memiliki kecerdasan luar biasa, yang membutuhkan kurikulum yang disesuaikan untuk mengembangkan potensi mereka secara optimal.[61]

Klasifikasi lain didasarkan pada metode pengajaran. Pendidikan berpusat pada guru menempatkan pendidik sebagai pusat penyampaian pengetahuan, sedangkan pembelajaran berpusat pada siswa memberikan peran lebih aktif bagi peserta didik dalam membentuk pengalaman belajar mereka sendiri.[62] Dalam pendidikan yang disadari, proses belajar-mengajar berlangsung dengan tujuan yang jelas, sedangkan pendidikan tidak sadar terjadi secara spontan tanpa perencanaan atau pengarahan khusus.[63] Hal ini dapat muncul, misalnya, melalui pengaruh kepribadian guru dan orang dewasa di sekitar anak, yang secara tidak langsung membentuk perkembangan kepribadian siswa.[64] Pendidikan berbasis bukti memanfaatkan hasil penelitian ilmiah untuk menentukan metode pengajaran yang paling efektif. Tujuannya adalah mengoptimalkan praktik dan kebijakan pendidikan dengan memastikan bahwa keduanya didasarkan pada bukti empiris terbaik yang tersedia. Pendekatan ini mencakup pengajaran berbasis bukti, pembelajaran berbasis bukti, serta riset efektivitas sekolah.[65]

Autodidakisme, atau pendidikan mandiri, terjadi tanpa keterlibatan guru maupun lembaga formal. Bentuk ini sering ditemukan dalam pendidikan orang dewasa, memberikan kebebasan untuk memilih apa dan kapan belajar, sehingga dapat menjadi pengalaman belajar yang lebih bermakna. Namun, ketiadaan struktur dan bimbingan dapat menyebabkan pembelajaran tanpa arah, sementara tidak adanya umpan balik korektif dapat membuat pelajar autodidak mengembangkan kesalahpahaman atau menilai kemajuan belajarnya secara keliru.[66] Autodidakisme erat kaitannya dengan pendidikan sepanjang hayat, yang menekankan pentingnya proses belajar terus-menerus sepanjang kehidupan seseorang.[67]

Kategori pendidikan berdasarkan bidang studi meliputi pendidikan sains, pendidikan bahasa, pendidikan seni, pendidikan agama, pendidikan jasmani, dan pendidikan seksualitas.[68] Media khusus seperti radio dan laman web digunakan dalam pendidikan jarak jauh, termasuk e-learning (penggunaan komputer), m-learning (penggunaan perangkat seluler), dan pendidikan daring. Bentuk-bentuk ini kerap terwujud sebagai pendidikan terbuka, di mana kursus dan materi dapat diakses secara luas tanpa hambatan besar, berbeda dengan pembelajaran di ruang kelas tradisional. Namun, tidak semua pendidikan daring bersifat terbuka, misalnya, beberapa universitas menawarkan program gelar penuh secara daring yang tidak termasuk dalam inisiatif pendidikan terbuka.[69]

Pendidikan negeri, juga dikenal sebagai pendidikan publik,[d] didanai dan diatur oleh pemerintah serta terbuka bagi masyarakat umum. Pendidikan ini umumnya bebas biaya dan oleh karena itu termasuk bentuk pendidikan gratis. Sebaliknya, pendidikan swasta dikelola serta didanai oleh lembaga nonpemerintah. Sekolah swasta sering memiliki proses penerimaan yang lebih selektif dan memungut biaya pendidikan dari siswanya.[71] Klasifikasi yang lebih mendalam melihat lembaga sosial yang berperan dalam pendidikan, seperti keluarga, sekolah, masyarakat sipil, negara, dan gereja.[72]

Pendidikan wajib merujuk pada pendidikan yang secara hukum harus diikuti, terutama bagi anak-anak hingga usia tertentu. Hal ini berbeda dari pendidikan sukarela, yang dijalani berdasarkan pilihan pribadi tanpa adanya keharusan hukum.[73]

Remove ads

Peran dalam masyarakat

Thumb
Para profesional yang sangat terspesialisasi, seperti peneliti medis, menempuh pendidikan panjang dan mendalam untuk menguasai bidangnya serta memberikan kontribusi penting bagi masyarakat.

Pendidikan memainkan beragam peran dalam masyarakat, mencakup ranah sosial, ekonomi, dan personal. Secara sosial, pendidikan berfungsi membangun serta mempertahankan stabilitas sosial dengan menanamkan keterampilan dasar yang diperlukan untuk berinteraksi dengan lingkungan dan memenuhi kebutuhan serta cita-cita pribadi. Dalam masyarakat modern, keterampilan tersebut meliputi kemampuan berbicara, membaca, menulis, berhitung (aritmetika), serta kemahiran dalam teknologi informasi dan komunikasi. Selain itu, pendidikan menjadi sarana sosialisasi dengan menanamkan kesadaran akan norma sosial dan budaya yang dominan, membentuk perilaku yang sesuai dalam berbagai konteks. Pendidikan juga memperkuat kohesi sosial, stabilitas, dan perdamaian, sehingga mendorong partisipasi produktif dalam kehidupan sehari-hari. Meskipun proses sosialisasi berlangsung sepanjang hidup, pendidikan anak usia dini memiliki peranan yang sangat penting. Lebih jauh lagi, pendidikan berperan vital dalam demokrasi dengan meningkatkan partisipasi kewarganegaraan melalui kegiatan seperti pemungutan suara dan pengorganisasian masyarakat, serta mendorong pemerataan kesempatan bagi semua orang.[74]

Dalam ranah ekonomi, pendidikan menjadikan individu anggota masyarakat yang produktif dengan membekali mereka keterampilan teknis dan analitis yang diperlukan untuk bekerja, menghasilkan barang, serta menyediakan jasa bagi orang lain. Dalam masyarakat awal, pembagian kerja masih terbatas, dan anak-anak biasanya mempelajari beragam keterampilan yang penting bagi kelangsungan komunitas. Namun, seiring meningkatnya kompleksitas masyarakat modern, berbagai profesi kini menuntut pelatihan khusus di samping pendidikan umum. Akibatnya, hanya sebagian kecil individu yang benar-benar menguasai suatu bidang keahlian tertentu. Selain itu, nilai dari keterampilan sosial yang diperoleh dapat berbeda tergantung konteksnya. Misalnya, dorongan untuk berpikir kritis dan mempertanyakan ajaran konvensional dapat menumbuhkan inovasi, tetapi pada saat lain, kepatuhan terhadap otoritas juga dibutuhkan demi menjaga stabilitas sosial.[75]

Thumb
Pencapaian pendidikan yang lebih tinggi di Amerika Serikat berkorelasi dengan kekayaan rumah tangga rata-rata yang lebih besar.[76]

Dengan membantu individu berintegrasi dalam masyarakat, pendidikan mendorong pertumbuhan ekonomi dan mengurangi kemiskinan. Melalui peningkatan keterampilan kerja, pendidikan memperbaiki kualitas barang dan jasa yang dihasilkan, yang pada gilirannya menumbuhkan kemakmuran dan meningkatkan daya saing.[77] Pendidikan publik secara luas dipandang sebagai investasi jangka panjang yang menguntungkan masyarakat secara keseluruhan, dengan pendidikan dasar menunjukkan tingkat pengembalian sosial tertinggi.[78] Selain meningkatkan kemakmuran ekonomi, pendidikan juga berkontribusi terhadap kemajuan teknologi dan ilmiah, menekan angka pengangguran, serta memperkuat keadilan sosial.[79] Tingkat pendidikan yang lebih tinggi juga berkaitan dengan penurunan angka kelahiran, sebagian karena meningkatnya kesadaran akan perencanaan keluarga, bertambahnya kesempatan bagi perempuan, dan kecenderungan menunda pernikahan.[80]

Pendidikan berperan penting dalam mempersiapkan suatu negara menghadapi perubahan serta tantangan baru. Pendidikan meningkatkan kesadaran dan membantu mengatasi isu-isu global kontemporer, seperti perubahan iklim, keberlanjutan, dan meningkatnya ketimpangan ekonomi antara kaya dan miskin.[81] Dengan menanamkan pemahaman akan bagaimana tindakan seseorang berdampak pada orang lain, pendidikan dapat menginspirasi individu untuk berupaya mewujudkan dunia yang lebih berkelanjutan dan berkeadilan.[82] Dengan demikian, pendidikan tidak hanya berfungsi mempertahankan norma sosial, tetapi juga menjadi katalis bagi perkembangan sosial.[83] Peran ini juga berlaku dalam konteks ekonomi yang terus berubah, di mana kemajuan teknologi, khususnya meningkatnya otomatisasi, menimbulkan tuntutan baru bagi tenaga kerja yang dapat dijawab melalui pendidikan.[84] Seiring perubahan zaman, keterampilan dan pengetahuan yang diajarkan dapat menjadi usang, sehingga kurikulum perlu disesuaikan dengan memasukkan mata pelajaran seperti literasi digital dan pelatihan untuk menghadapi teknologi baru.[85] Selain itu, pendidikan juga dapat mengadopsi bentuk-bentuk inovatif seperti kursus daring terbuka massal (massive open online courses) untuk mempersiapkan individu menghadapi tantangan dan peluang baru.[86]

Pada tataran yang lebih personal, pendidikan memupuk pengembangan diri, termasuk mempelajari keterampilan baru, mengasah bakat, menumbuhkan kreativitas, memperdalam pemahaman diri, serta mengembangkan kemampuan pemecahan masalah dan pengambilan keputusan.[87] Lebih dari itu, pendidikan berdampak positif terhadap kesehatan dan kesejahteraan. Individu berpendidikan cenderung memiliki pemahaman lebih baik mengenai isu-isu kesehatan, menyesuaikan perilakunya dengan lebih tepat, memiliki jaringan dukungan sosial yang lebih kuat dan strategi mekanisme koping yang lebih sehat, serta memperoleh penghasilan lebih tinggi yang memungkinkan akses terhadap layanan kesehatan yang lebih baik.[88] Pentingnya peran pendidikan diakui secara global melalui peringatan tahunan Hari Pendidikan Internasional setiap 24 Januari, yang ditetapkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa, setelah sebelumnya mencanangkan tahun 1970 sebagai Tahun Pendidikan Internasional.[89]

Remove ads

Peran lembaga

Thumb
Lembaga-lembaga pemerintahan seperti Kementerian Pendidikan Republik Rakyat Tiongkok memengaruhi berbagai aspek pendidikan publik.

Lembaga-lembaga terorganisasi memegang peranan yang sangat penting dalam berbagai aspek pendidikan. Entitas seperti sekolah, universitas, lembaga pelatihan guru, dan kementerian pendidikan membentuk sektor pendidikan. Mereka tidak hanya berinteraksi satu sama lain, tetapi juga dengan berbagai pemangku kepentingan, termasuk orang tua, komunitas lokal, kelompok keagamaan, organisasi non-pemerintah, tenaga kesehatan, aparat penegak hukum, media, serta para pemimpin politik. Banyak individu yang terlibat langsung dalam sektor pendidikan, seperti siswa, guru, kepala sekolah, perawat sekolah, hingga pengembang kurikulum.[90]

Berbagai aspek pendidikan formal diatur melalui kebijakan pendidikan yang ditetapkan oleh lembaga-lembaga pemerintah. Kebijakan ini menentukan usia wajib sekolah, waktu pelaksanaan kegiatan belajar, serta berbagai hal yang berkaitan dengan lingkungan sekolah seperti sarana dan prasarana. Peraturan juga mencakup kualifikasi serta persyaratan yang harus dipenuhi oleh para guru. Salah satu unsur terpenting dalam kebijakan pendidikan adalah kurikulum yang digunakan di sekolah, perguruan tinggi, dan universitas. Kurikulum merupakan rencana pembelajaran yang menuntun peserta didik dalam mencapai tujuan pendidikan mereka. Pemilihan topik biasanya didasarkan pada relevansi dan tingkat kepentingannya, serta menyesuaikan dengan jenis lembaga pendidikan. Kurikulum sekolah umum umumnya dirancang untuk memberikan pendidikan yang menyeluruh dan seimbang, sementara pendidikan kejuruan berfokus pada keterampilan praktis dalam bidang tertentu. Selain menentukan topik pembelajaran, kurikulum juga mencakup metode pengajaran, tujuan pembelajaran, dan standar penilaian capaian belajar. Dengan menetapkan kurikulum, lembaga pemerintah memiliki pengaruh yang besar terhadap bentuk pengetahuan dan keterampilan yang akan diwariskan kepada peserta didik.[91] Contoh lembaga pemerintah di bidang pendidikan antara lain Kementerian Pendidikan di India,[92] Departemen Pendidikan Dasar di Afrika Selatan,[93] dan Sekretariat Pendidikan Publik di Meksiko.[94]

Thumb
Organisasi internasional seperti UNESCO memiliki pengaruh besar dalam membentuk standar dan kebijakan pendidikan di seluruh dunia.

Organisasi internasional juga memainkan peran penting dalam dunia pendidikan. Sebagai contoh, UNESCO merupakan organisasi antar-pemerintah yang memajukan pendidikan melalui berbagai inisiatif. Salah satu kegiatannya ialah mendorong kebijakan pendidikan, misalnya melalui perjanjian Konvensi Hak Anak, yang menegaskan bahwa hak atas pendidikan adalah hak asasi manusia yang mendasar bagi semua anak dan remaja. Program Pendidikan untuk Semua bertujuan memberikan pendidikan dasar bagi setiap anak, remaja, dan orang dewasa pada tahun 2015, yang kemudian dilanjutkan oleh inisiatif Tujuan Pembangunan Berkelanjutan, khususnya tujuan ke-4.[95] Kebijakan lain yang berkaitan mencakup Konvensi Melawan Diskriminasi dalam Pendidikan serta inisiatif Masa Depan Pendidikan.[96]

Beberapa organisasi berpengaruh lainnya bersifat non-pemerintah, bukan antar-pemerintah. Misalnya, Asosiasi Internasional Universitas mendorong kolaborasi dan pertukaran pengetahuan antar perguruan tinggi di seluruh dunia, sedangkan International Baccalaureate menawarkan program diploma internasional.[97] Program seperti Program Erasmus memfasilitasi pertukaran pelajar antarnegara,[98] sementara inisiatif seperti Program Fulbright menyediakan kesempatan serupa bagi para pengajar.[99]

Remove ads

Faktor-faktor Keberhasilan Pendidikan

Ringkasan
Perspektif

Keberhasilan pendidikan, yang juga dikenal sebagai pencapaian siswa atau capaian akademik, mengacu pada sejauh mana tujuan pendidikan tercapai, seperti perolehan pengetahuan dan keterampilan oleh para pelajar. Dalam praktiknya, keberhasilan ini sering diukur melalui nilai ujian resmi, tetapi terdapat pula berbagai indikator lain, termasuk tingkat kehadiran, angka kelulusan, tingkat putus sekolah, sikap siswa terhadap pembelajaran, serta indikator pasca-sekolah seperti tingkat pendapatan dan pemenjaraan di kemudian hari.[100] Beragam faktor memengaruhi pencapaian pendidikan, mulai dari faktor psikologis yang berkaitan dengan individu pelajar hingga faktor sosiologis yang berakar pada lingkungan sosial mereka. Faktor lain mencakup akses terhadap teknologi pendidikan, kualitas pengajaran, serta keterlibatan orang tua. Banyak dari faktor-faktor ini saling bertumpang tindih dan saling memengaruhi satu sama lain.[101]

Psikologis

Pada tataran psikologis, faktor-faktor yang relevan meliputi motivasi, kecerdasan, dan kepribadian.[102] Motivasi merupakan dorongan batin yang menuntun seseorang untuk terlibat dalam kegiatan belajar.[103] Siswa yang termotivasi lebih cenderung berinteraksi aktif dengan materi yang dipelajari, misalnya dengan berpartisipasi dalam diskusi kelas, sehingga menghasilkan pemahaman yang lebih mendalam. Motivasi juga membantu siswa menghadapi hambatan dan kegagalan. Terdapat perbedaan penting antara motivasi intrinsik dan ekstrinsik. Siswa yang bermotivasi intrinsik terdorong oleh minat terhadap topik dan pengalaman belajar itu sendiri, sedangkan motivasi ekstrinsik didorong oleh penghargaan luar, seperti nilai tinggi atau pengakuan dari teman sebaya. Motivasi intrinsik umumnya lebih bermanfaat karena menumbuhkan kreativitas, keterlibatan yang lebih dalam, serta komitmen jangka panjang.[104] Psikolog pendidikan berupaya menemukan cara untuk meningkatkan motivasi, seperti mendorong kompetisi yang sehat di antara siswa sambil menjaga keseimbangan antara umpan balik positif dan negatif melalui pujian serta kritik yang membangun.[105]

Kecerdasan memiliki pengaruh besar terhadap kemampuan seseorang dalam merespons pendidikan. Ia merupakan sifat kognitif yang berkaitan dengan kapasitas untuk belajar dari pengalaman, memahami, serta menerapkan pengetahuan dan keterampilan guna memecahkan masalah. Individu dengan skor kecerdasan lebih tinggi umumnya menunjukkan kinerja akademik yang lebih baik dan cenderung melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi.[106] Kecerdasan kerap dikaitkan dengan konsep IQ, ukuran numerik standar yang menilai kecerdasan berdasarkan kemampuan logika-matematis dan verbal. Namun, beberapa ahli berpendapat bahwa kecerdasan meliputi berbagai jenis yang lebih luas dari sekadar IQ. Psikolog Howard Gardner mengemukakan bahwa terdapat bentuk-bentuk kecerdasan yang berbeda, mencakup ranah matematika, logika, spasial, bahasa, dan musik. Jenis kecerdasan lain juga berpengaruh terhadap interaksi sosial dan pemahaman diri. Setiap bentuk kecerdasan ini bersifat relatif mandiri, sehingga seseorang dapat unggul dalam satu bidang tetapi kurang menonjol di bidang lain.[107]

Menurut para pendukung teori gaya belajar, cara seseorang memperoleh pengetahuan dan keterampilan juga menjadi faktor penting. Misalnya, pelajar dengan gaya belajar auditori lebih mudah memahami materi melalui penjelasan lisan dan diskusi, sementara pelajar visual lebih terbantu dengan penyajian informasi dalam bentuk diagram atau video. Untuk mencapai pembelajaran yang efektif, sering kali disarankan untuk menggabungkan berbagai bentuk penyajian materi.[108] Meski demikian, konsep gaya belajar telah menuai kritik karena kurangnya bukti empiris yang kuat mengenai manfaatnya bagi siswa dan rendahnya keandalan dalam penilaian gaya belajar oleh guru.[109]

Kepribadian peserta didik juga berperan dalam menentukan keberhasilan akademik. Misalnya, sifat-sifat seperti ketelitian dan keterbukaan terhadap pengalaman yang termasuk dalam Lima faktor kepribadian besar berkorelasi dengan kesuksesan akademik.[110] Faktor mental lain yang turut berperan mencakup efikasi diri, harga diri, dan kemampuan metakognitif.[111]

Sosiologis

Faktor-faktor sosiologis tidak berfokus pada atribut psikologis individu, melainkan pada lingkungan dan posisi sosial mereka dalam masyarakat. Faktor-faktor ini mencakup status sosial ekonomi, etnisitas, latar belakang budaya, dan jenis kelamin, yang menarik perhatian luas dari para peneliti karena keterkaitannya dengan ketimpangan dan diskriminasi. Oleh karena itu, faktor-faktor tersebut memiliki peran penting dalam perumusan kebijakan yang bertujuan untuk mengurangi dampak negatifnya.[112]

Status sosial ekonomi tidak hanya ditentukan oleh pendapatan, tetapi juga oleh keamanan finansial, status sosial, kelas sosial, serta berbagai aspek yang memengaruhi kualitas hidup. Status sosial ekonomi rendah dapat memengaruhi keberhasilan pendidikan dalam banyak cara. Kondisi ini berkaitan dengan keterlambatan perkembangan kognitif dalam bahasa dan daya ingat, serta tingkat putus sekolah yang lebih tinggi. Keluarga dengan sumber daya terbatas mungkin kesulitan memenuhi kebutuhan gizi anak, yang berdampak pada perkembangan mereka. Mereka juga mungkin kekurangan akses terhadap bahan belajar seperti buku, permainan edukatif, atau komputer. Selain itu, keterbatasan finansial dapat menghalangi anak bersekolah di institusi berkualitas tinggi, memaksa mereka untuk belajar di sekolah dengan sumber daya terbatas, kekurangan guru, dan fasilitas minim seperti perpustakaan. Akibatnya, mutu pengajaran menurun. Beberapa keluarga bahkan harus menarik anak-anak mereka dari sekolah agar membantu menambah penghasilan keluarga. Rendahnya akses terhadap informasi tentang pendidikan tinggi serta kesulitan dalam memperoleh dan melunasi pinjaman mahasiswa memperparah keadaan. Status sosial ekonomi rendah juga berkaitan dengan kondisi kesehatan fisik dan kesehatan mental yang buruk, memperkuat lingkaran ketimpangan sosial antar generasi.[113]

Latar belakang etnis sering kali terkait dengan perbedaan budaya dan hambatan bahasa, yang dapat mempersulit adaptasi siswa terhadap lingkungan sekolah dan pemahaman materi pelajaran. Lebih jauh lagi, bias eksplisit maupun implisit terhadap kelompok minoritas etnis dapat memperburuk situasi ini. Bias semacam itu berpotensi memengaruhi harga diri, motivasi, serta akses siswa terhadap peluang pendidikan. Misalnya, guru dapat memiliki persepsi stereotipikal, meskipun tidak rasis secara terang-terangan, yang menyebabkan perbedaan penilaian atas kinerja siswa berdasarkan etnisitas mereka.[114]

Secara historis, gender memainkan peran penting dalam pendidikan karena norma sosial yang menetapkan peran berbeda bagi laki-laki dan perempuan. Pendidikan secara tradisional lebih berpihak pada laki-laki, yang dipandang sebagai pencari nafkah, sementara perempuan diharapkan mengurus rumah tangga dan anak, sehingga akses mereka terhadap pendidikan terbatas. Meskipun kesenjangan ini telah banyak membaik di masyarakat modern, perbedaan gender tetap bertahan di dunia pendidikan. Bias dan stereotip tentang peran gender masih ditemukan di berbagai bidang akademik, terutama dalam sains, teknologi, teknik, dan matematika (STEM), yang kerap dianggap sebagai ranah laki-laki. Persepsi ini dapat menghalangi perempuan untuk menekuni bidang-bidang tersebut.[115] Dalam beberapa kasus, diskriminasi berbasis gender bahkan dilegalkan melalui kebijakan resmi, seperti pembatasan keras terhadap pendidikan perempuan oleh Taliban di Afghanistan,[116] dan praktik segregasi sekolah antara migran dan penduduk lokal di wilayah perkotaan Tiongkok yang diberlakukan melalui sistem hukou.[117]

Salah satu dimensi dari faktor sosial ini terkait dengan ekspektasi yang timbul dari stereotip. Ekspektasi tersebut dapat bekerja dari luar, melalui perlakuan orang lain terhadap individu dalam kelompok tertentu, maupun dari dalam, ketika individu menginternalisasi dan menyesuaikan diri dengan stereotip tersebut. Dalam konteks ini, ekspektasi dapat berperan sebagai ramalan yang terpenuhi dengan sendirinya dengan memengaruhi hasil pendidikan sebagaimana yang diprediksikan. Efeknya bisa bersifat positif maupun negatif.[118]

Teknologi dan faktor lainnya

Teknologi memainkan peranan yang amat penting dalam keberhasilan pendidikan. Walaupun istilah teknologi pendidikan kerap kali diasosiasikan dengan perangkat digital modern seperti komputer, cakupannya sejatinya jauh lebih luas. Ia meliputi beragam sumber daya dan alat bantu pembelajaran, mulai dari sarana tradisional seperti buku dan lembar kerja, hingga perangkat digital yang lebih mutakhir.[119]

Thumb
Anak-anak di Haiti diperkenalkan pada perangkat One Laptop per Child

Teknologi pendidikan dapat memperkaya proses belajar dalam berbagai cara. Dalam bentuk media, ia kerap berfungsi sebagai sumber utama informasi di ruang kelas, memungkinkan para guru memusatkan waktu dan tenaga mereka pada kegiatan lain seperti perencanaan pelajaran, pembimbingan siswa, dan penilaian hasil belajar.[120] Dengan menyajikan informasi melalui grafik, audio, dan video alih-alih sekadar teks, teknologi pendidikan dapat memperdalam pemahaman peserta didik. Unsur interaktif, seperti permainan edukatif, juga membantu menumbuhkan keterlibatan aktif dalam proses belajar. Selain itu, teknologi memperluas akses terhadap materi pembelajaran bagi khalayak luas, terutama melalui sumber daya daring, serta mendorong kolaborasi antarsiswa dan komunikasi dengan para pengajar.[121] Integrasi kecerdasan buatan dalam pendidikan menjanjikan pengalaman belajar baru bagi siswa sekaligus membantu guru dalam menjalankan peran mereka. Namun, penerapannya juga menimbulkan tantangan baru, seperti persoalan privasi data, kesalahan informasi, dan potensi manipulasi.[122] Beragam organisasi berupaya memperluas akses siswa terhadap teknologi pendidikan, di antaranya melalui inisiatif One Laptop per Child, African Library Project, dan Pratham.[123]

Infrastruktur sekolah juga merupakan komponen kunci dalam keberhasilan pendidikan. Aspek ini mencakup kondisi fisik sekolah seperti lokasi, luas bangunan, serta ketersediaan sarana dan peralatan. Lingkungan yang sehat dan aman, ruang kelas yang terawat, furnitur yang memadai, serta akses ke perpustakaan sekolah dan kantin sekolah semuanya turut mendukung keberhasilan belajar-mengajar.[124] Selain itu, kualitas guru sangat memengaruhi capaian akademik siswa. Guru yang terampil mampu menumbuhkan motivasi dan inspirasi, serta menyesuaikan metode pengajaran dengan kemampuan dan kebutuhan masing-masing murid. Kompetensi tersebut sangat bergantung pada latar belakang pendidikan, pelatihan, dan pengalaman mengajar guru itu sendiri.[125] Sebuah meta-analisis oleh Engin Karadağ dan rekan-rekannya menyimpulkan bahwa, dibandingkan faktor-faktor lain, unsur yang berkaitan dengan sekolah dan guru memiliki pengaruh paling besar terhadap keberhasilan pendidikan.[126]

Keterlibatan orang tua juga memperkuat capaian belajar, meningkatkan motivasi serta komitmen anak ketika mereka mengetahui bahwa orang tuanya turut berperan dalam perjalanan pendidikan mereka. Hal ini sering kali berujung pada peningkatan harga diri, kehadiran yang lebih baik, serta perilaku positif di sekolah. Bentuk keterlibatan tersebut mencakup komunikasi dengan guru dan staf sekolah lainnya untuk memahami persoalan yang tengah dihadapi dan mencari solusi bersama.[127] Selain faktor-faktor tersebut, literatur akademik juga menyinggung berbagai aspek lain yang relevan, termasuk dimensi historis, politik, demografis, religius, dan hukum, yang kesemuanya berkelindan dalam membentuk lanskap keberhasilan pendidikan.[128]

Remove ads

Ilmu pendidikan

Ringkasan
Perspektif
Thumb
Buku karya John Locke, Some Thoughts Concerning Education (1693), merupakan karya dasar dalam bidang kajian pendidikan.[129]

Bidang utama yang menelaah pendidikan dikenal sebagai kajian pendidikan atau ilmu pendidikan (education sciences). Bidang ini berupaya memahami bagaimana pengetahuan ditransmisikan dan diperoleh melalui kajian terhadap beragam metode dan bentuk pendidikan. Disiplin ini menyelidiki tujuan, dampak, dan makna pendidikan, serta konteks budaya, sosial, politik, dan historis yang memengaruhinya.[130] Para teoretikus pendidikan menarik wawasan dari beragam disiplin ilmu lain, termasuk filsafat, psikologi, sosiologi, ekonomi, sejarah, politik, dan hubungan internasional. Karena sifatnya yang lintas-disiplin, sebagian sarjana berpendapat bahwa kajian pendidikan tidak memiliki batas metodologis dan tematik yang sejelas disiplin seperti fisika atau sejarah.[131] Kajian pendidikan berfokus pada analisis akademik dan refleksi kritis, dan dalam hal ini berbeda dari program pelatihan guru yang lebih menekankan pada penguasaan keterampilan praktis untuk menjadi pengajar yang efektif. Selain pendidikan formal, bidang ini juga meneliti seluruh bentuk dan dimensi proses pendidikan dalam arti yang luas.[132]

Beragam metode penelitian digunakan untuk menelaah fenomena pendidikan, yang secara umum dikategorikan menjadi pendekatan penelitian kuantitatif, penelitian kualitatif, dan metodologi campuran (mixed methods). Pendekatan kuantitatif mengikuti metodologi yang lazim digunakan dalam ilmu alam, dengan pengukuran numerik yang cermat untuk mengumpulkan data dari banyak observasi dan menggunakan alat-alat statistik untuk menganalisisnya. Tujuannya ialah mencapai pemahaman yang objektif dan bebas bias. Sebaliknya, penelitian kualitatif biasanya melibatkan ukuran sampel yang lebih kecil dan berupaya memperoleh pemahaman yang mendalam tentang faktor-faktor subjektif dan personal, seperti pengalaman individu dalam proses pendidikan. Penelitian dengan metode campuran berupaya memadukan data dari kedua pendekatan tersebut untuk memperoleh pemahaman yang lebih seimbang dan komprehensif. Metode pengumpulan data pun beragam, mencakup observasi langsung, penilaian skor ujian, wawancara, serta kuisioner.[133] Proyek penelitian dapat menelaah faktor-faktor mendasar yang memengaruhi seluruh bentuk pendidikan, atau memusatkan perhatian pada penerapan tertentu, mencari solusi bagi masalah spesifik, maupun menilai efektivitas kebijakan dan inisiatif pendidikan.[134]

Subbidang

Kajian pendidikan mencakup beragam subbidang seperti pedagogi, penelitian pendidikan, pendidikan perbandingan, serta filsafat, psikologi, sosiologi, ekonomi, dan sejarah pendidikan.[135] Filsafat pendidikan merupakan cabang dari filsafat terapan yang mengkaji asumsi-asumsi mendasar yang melandasi teori dan praktik pendidikan. Bidang ini menelaah pendidikan baik sebagai suatu proses maupun sebagai disiplin ilmu, seraya berupaya memberikan definisi yang cermat tentang hakikatnya dan perbedaannya dari fenomena lain. Selain itu, filsafat pendidikan membahas tujuan pendidikan, ragam bentuknya, serta konseptualisasi tentang guru, murid, dan relasi di antara keduanya.[136] Bidang ini juga mencakup etika pendidikan, yang mengulas implikasi moral dari proses pendidikan, termasuk prinsip-prinsip etis yang menuntunnya dan bagaimana pendidik seharusnya menerapkannya dalam situasi konkret. Filsafat pendidikan memiliki sejarah panjang dan telah menjadi bahan diskusi sejak masa filsafat Yunani kuno.[137]

Istilah “pedagogi” terkadang digunakan secara bergantian dengan kajian pendidikan, tetapi dalam arti yang lebih spesifik, ia merujuk pada subbidang yang berfokus pada metode pengajaran.[138] Pedagogi menelaah bagaimana tujuan pendidikan seperti penyampaian pengetahuan, pengembangan keterampilan, atau pembentukan sifat karakter, dapat dicapai.[139] Bidang ini berhubungan dengan metode dan teknik yang digunakan dalam kegiatan mengajar di lingkungan pendidikan formal. Walau beberapa definisi membatasi pedagogi hanya pada konteks tersebut, dalam arti yang lebih luas, ia mencakup seluruh bentuk pendidikan, termasuk pendekatan pengajaran di luar ranah sekolah tradisional.[140] Dalam konteks luas ini, pedagogi meneliti bagaimana pendidik dapat memfasilitasi pengalaman belajar yang memperdalam pemahaman peserta didik terhadap suatu materi, serta bagaimana proses belajar itu sendiri berlangsung.[141]

psikologi pendidikan menelusuri proses-proses mental yang melandasi pembelajaran, dengan fokus pada bagaimana individu memperoleh pengetahuan dan keterampilan baru serta mengalami perkembangan pribadi. Ia meneliti berbagai faktor yang memengaruhi hasil belajar, bagaimana faktor-faktor ini bervariasi antarindividu, dan sejauh mana faktor genetik maupun lingkungan berperan dalam proses tersebut. Teori-teori psikologis utama yang memengaruhi pendidikan meliputi behaviorisme, kognitivisme, dan konstruktivisme.[142] Bidang terkait lainnya ialah neurosains pendidikan dan neurologi pendidikan, yang mempelajari proses serta perubahan neuropsikologis yang terjadi dalam kegiatan belajar.[143]

Bidang sosiologi pendidikan mempelajari bagaimana pendidikan membentuk proses sosialisasi, serta bagaimana faktor sosial dan ideologi memengaruhi akses terhadap pendidikan dan keberhasilan individu di dalamnya. Kajian ini menyoroti dampak pendidikan terhadap kelompok sosial yang berbeda serta peranannya dalam pembentukan identitas pribadi. Fokus utamanya adalah memahami akar ketimpangan sosial dan menawarkan wawasan bagi kebijakan pendidikan yang bertujuan mengurangi ketidaksetaraan tersebut.[144] Dua perspektif utama dalam bidang ini ialah teori konsensus dan teori konflik. Penganut teori konsensus berpendapat bahwa pendidikan bermanfaat bagi masyarakat dengan mempersiapkan individu menjalankan perannya, sedangkan penganut teori konflik melihat pendidikan sebagai alat yang digunakan oleh kelas penguasa untuk mempertahankan ketimpangan sosial.[145]

Bidang ekonomi pendidikan mengkaji produksi, distribusi, dan konsumsi pendidikan. Ia berupaya mengoptimalkan alokasi sumber daya demi meningkatkan kualitas pendidikan, misalnya dengan menilai dampak kenaikan gaji guru terhadap mutu pengajaran. Kajian ini juga mengeksplorasi efek dari pengurangan ukuran kelas dan investasi dalam teknologi pendidikan baru. Dengan memberikan wawasan tentang alokasi sumber daya, ekonomi pendidikan membantu para pembuat kebijakan mengambil keputusan yang memaksimalkan manfaat sosial. Selain itu, bidang ini menelaah dampak ekonomi jangka panjang dari pendidikan, termasuk perannya dalam menciptakan tenaga kerja terampil dan memperkuat daya saing nasional. Aspek lain yang berkaitan adalah analisis keuntungan dan kerugian ekonomi dari berbagai sistem pendidikan.[146]

Thumb
Pendidikan perbandingan memanfaatkan alat seperti Education Index untuk membandingkan sistem pendidikan di berbagai negara. Negara dengan skor tinggi digambarkan dalam warna hijau, sedangkan yang rendah dalam warna merah.

pendidikan perbandingan merupakan disiplin yang mempelajari dan membandingkan sistem pendidikan. Perbandingan ini dapat dilakukan dari perspektif umum maupun dengan menyoroti faktor-faktor tertentu seperti aspek sosial, politik, atau ekonomi. Kajian ini sering diterapkan lintas negara untuk menilai kesamaan dan perbedaan lembaga pendidikan serta praktiknya, sekaligus mengevaluasi konsekuensi dari pendekatan yang berbeda. Melalui perbandingan ini, para peneliti dapat memperoleh wawasan tentang kebijakan pendidikan yang efektif di negara lain dan bagaimana sistem domestik dapat diperbaiki.[147] Praktik ini, yang dikenal sebagai policy borrowing, memiliki tantangan tersendiri karena keberhasilan kebijakan sangat bergantung pada konteks sosial dan budaya para peserta didik serta pendidiknya. Topik yang sering diperdebatkan mencakup pertanyaan apakah sistem pendidikan di negara maju lebih unggul dan patut diterapkan di negara yang kurang berkembang.[148] Bidang ini juga menyoroti tema penting lain seperti internasionalisasi pendidikan dan peran pendidikan dalam proses transisi dari rezim otoriter menuju demokrasi.[149]

sejarah pendidikan mempelajari perkembangan praktik, sistem, dan lembaga pendidikan sepanjang waktu. Bidang ini menelusuri berbagai proses utama, kemungkinan sebab dan akibatnya, serta hubungan di antara unsur-unsur tersebut.[150]

Tujuan dan Ideologi

Thumb
Poster propaganda di sekolah dasar di Korea Utara. Rezim otoriter kerap memanfaatkan pendidikan sebagai sarana untuk menanamkan doktrin kepada peserta didik.[151][152]

Salah satu tema sentral dalam kajian pendidikan berkaitan dengan bagaimana manusia seharusnya dididik dan tujuan apa yang sebaiknya menjadi pedoman dalam proses tersebut. Beragam sasaran telah diajukan, mencakup pemerolehan pengetahuan dan keterampilan, pengembangan pribadi, serta pembentukan karakter. Sifat-sifat yang sering disebut sebagai tujuan pendidikan meliputi rasa ingin tahu, kreativitas, rasionalitas, dan kemampuan berpikir kritis, disertai kecenderungan untuk berpikir, merasakan, dan bertindak secara bermoral. Para sarjana berbeda pandangan mengenai apakah pendidikan sebaiknya menekankan nilai-nilai liberal seperti kebebasan, otonomi, dan keterbukaan berpikir, atau sebaliknya, menanamkan kualitas seperti ketaatan pada otoritas, kemurnian ideologis, ketaatan beragama, dan iman.[153]

Sebagian teoretikus pendidikan menitikberatkan pada satu tujuan utama pendidikan, dengan menganggap tujuan-tujuan yang lebih spesifik sebagai sarana untuk mencapainya.[154] Pada tingkat pribadi, tujuan ini sering diartikan sebagai membantu peserta didik menjalani kehidupan yang baik.[155] Pada tataran sosial, pendidikan bertujuan membentuk individu agar menjadi anggota masyarakat yang produktif.[156] Perdebatan muncul mengenai apakah tujuan utama pendidikan adalah demi kepentingan individu yang dididik atau demi kebaikan masyarakat secara keseluruhan.[157]

Ideologi pendidikan mencakup sistem asumsi filosofis dan prinsip dasar yang digunakan untuk menafsirkan, memahami, serta menilai praktik dan kebijakan pendidikan yang ada. Ideologi tersebut membahas berbagai aspek yang melampaui tujuan pendidikan, seperti materi pelajaran yang diajarkan, struktur kegiatan belajar, peran guru, metode penilaian kemajuan belajar, serta rancangan kebijakan dan kerangka kelembagaan. Ideologi-ideologi ini beragam dan kerap saling beririsan. Ideologi yang berpusat pada guru menempatkan pendidik sebagai figur utama dalam mentransfer pengetahuan, sedangkan ideologi yang berpusat pada siswa memberikan peran yang lebih aktif kepada peserta didik dalam proses belajar. Ideologi yang berfokus pada proses menekankan cara pengajaran dan pembelajaran, sementara ideologi yang berorientasi pada hasil menilai pendidikan berdasarkan capaian yang diinginkan. Ideologi konservatif menjunjung tinggi praktik tradisional, sedangkan ideologi progresif menekankan inovasi dan kreativitas. Kategori tambahan meliputi humanisme, romantisisme, esensialisme, ensiklopedisme, pragmatisme, serta ideologi otoriter dan demokratis.[158]

Teori Pembelajaran

Teori pembelajaran berupaya menjelaskan mekanisme yang melandasi proses belajar. Di antara teori-teori yang berpengaruh adalah behaviorisme, kognitivisme, dan konstruktivisme. Behaviorisme berpandangan bahwa belajar merupakan perubahan perilaku sebagai respons terhadap rangsangan dari lingkungan. Proses ini terjadi melalui penyajian sebuah stimulus, pengaitan stimulus tersebut dengan respons yang diinginkan, serta penguatan terhadap hubungan antara stimulus dan respons tersebut. Kognitivisme memandang belajar sebagai transformasi struktur kognitif, dengan penekanan pada proses mental yang terlibat dalam pengkodean, pengambilan kembali, dan pengolahan informasi. Konstruktivisme menegaskan bahwa pembelajaran berakar pada pengalaman pribadi individu, dengan perhatian besar terhadap interaksi sosial serta cara peserta didik menafsirkan pengalaman tersebut. Setiap teori membawa implikasi yang penting bagi praktik pengajaran. Misalnya, kaum behavioris sering menekankan latihan berulang, para kognitivis menganjurkan penggunaan teknik mnemonik, sementara konstruktivis lebih mengutamakan strategi pembelajaran kolaboratif.[159]

Beragam teori menyatakan bahwa pembelajaran menjadi lebih efektif apabila berlandaskan pada pengalaman pribadi. Selain itu, upaya memahami secara mendalam dengan mengaitkan pengetahuan baru pada pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya dianggap lebih bermanfaat dibanding sekadar menghafal daftar fakta yang tidak saling berhubungan.[160] Salah satu teori perkembangan pembelajaran yang berpengaruh dikemukakan oleh psikolog Jean Piaget, yang menguraikan empat tahap pembelajaran yang dilalui anak menuju kedewasaan: tahap sensori-motor, pra-operasional, operasional konkret, dan operasional formal. Tahap-tahap ini merepresentasikan tingkat abstraksi yang berbeda; tahap awal berfokus pada aktivitas sensorik dan motorik sederhana, sedangkan tahap-tahap selanjutnya melibatkan representasi internal dan pemrosesan informasi yang lebih kompleks, seperti penalaran logis.[161]

Metode Pengajaran

Metode pengajaran berkaitan dengan cara guru menyampaikan materi pelajaran, misalnya apakah pembelajaran dilakukan melalui kerja kelompok atau lebih berfokus pada studi individu. Terdapat beragam metode pengajaran, dan efektivitas masing-masing sangat bergantung pada faktor-faktor seperti jenis materi, usia peserta didik, serta tingkat kemampuan mereka.[162] Hal ini tercermin dalam sistem pendidikan modern, yang mengelompokkan siswa ke dalam kelas berbeda berdasarkan usia, kemampuan, bidang spesialisasi, dan bahasa ibu guna memastikan proses belajar yang efektif. Setiap bidang studi sering kali menuntut pendekatan yang berbeda; misalnya, pendidikan bahasa menitikberatkan pada pembelajaran verbal, sedangkan pendidikan matematika menekankan pemikiran abstrak dan simbolik disertai penalaran deduktif.[163] Salah satu aspek penting dalam metodologi pengajaran adalah memastikan bahwa peserta didik tetap termotivasi, baik melalui faktor intrinsik seperti minat dan rasa ingin tahu, maupun melalui penghargaan eksternal.[164]

Metode pengajaran juga mencakup penggunaan media instruksional, seperti buku, lembar kerja, serta rekaman audio-visual, dan penerapan berbagai bentuk tes atau evaluasi untuk mengukur kemajuan belajar. Asesmen pendidikan merupakan proses pendokumentasian pengetahuan dan keterampilan siswa, yang dapat dilakukan secara formal maupun informal, baik sebelum, selama, maupun setelah kegiatan belajar. Unsur penting lain dalam banyak pendekatan pendidikan modern adalah bahwa setiap pelajaran merupakan bagian dari kerangka pendidikan yang lebih luas yang diatur oleh suatu silabus, biasanya mencakup kurun waktu beberapa bulan hingga tahun.[165] Menurut aliran Herbartianisme, proses pengajaran terdiri atas beberapa tahap. Tahap awal melibatkan upaya mempersiapkan pikiran siswa untuk menerima informasi baru. Selanjutnya, ide-ide baru diperkenalkan dan dikaitkan dengan konsep yang telah mereka kenal sebelumnya. Pada tahap berikutnya, pemahaman siswa berkembang ke tingkat yang lebih umum melampaui contoh konkret, dan akhirnya gagasan tersebut diterapkan dalam konteks praktis.[166]

Remove ads

Sejarah

Ringkasan
Perspektif

Sejarah pendidikan menelusuri proses, metode, dan lembaga yang terkait dengan kegiatan mengajar dan belajar, dengan tujuan menjelaskan hubungan timbal balik di antara keduanya serta pengaruhnya terhadap praktik pendidikan sepanjang waktu.[167]

Prasejarah

Pendidikan pada masa prasejarah berfungsi terutama untuk memfasilitasi enkulturasi, dengan menekankan pengetahuan dan keterampilan praktis yang penting bagi kehidupan sehari-hari, seperti produksi pangan, pembuatan pakaian, penyediaan tempat tinggal, dan keamanan. Sekolah formal maupun pengajar khusus belum dikenal pada masa itu; peran pendidik dijalankan oleh orang dewasa dalam komunitas, dan proses belajar terjadi secara informal melalui aktivitas harian, termasuk pengamatan dan imitasi terhadap orang tua atau tetua. Dalam masyarakat yang masih mengandalkan tradisi lisan, bercerita berperan penting sebagai sarana untuk mewariskan kepercayaan budaya dan keagamaan dari satu generasi ke generasi berikutnya.[168][e] Dengan munculnya pertanian pada masa Revolusi Neolitik sekitar tahun 9000 SM, pendidikan mulai mengalami pergeseran menuju spesialisasi, seiring dengan terbentuknya komunitas yang lebih besar dan meningkatnya kebutuhan akan keterampilan teknis dan kerajinan yang lebih kompleks.[170]

Zaman kuno

Dimulai pada milenium ke-4 SM dan berlanjut pada periode-periode sesudahnya, terjadi transformasi besar dalam metode pendidikan dengan hadirnya penemuan tulisan di wilayah seperti Mesopotamia, Mesir Kuno, Lembah Indus, dan Tiongkok Kuno.[171][f] Inovasi ini membawa dampak mendalam terhadap arah perkembangan pendidikan. Tulisan memungkinkan penyimpanan, pelestarian, dan penyebaran informasi, yang kemudian melahirkan kemajuan berikutnya seperti penciptaan alat bantu pendidikan berupa buku teks serta pendirian lembaga formal seperti sekolah.[173]

Thumb
Akademi Plato, digambarkan dalam sebuah mosaik dari Pompeii, sering dianggap sebagai lembaga pendidikan tinggi pertama di dunia.

Aspek penting lainnya dari pendidikan kuno adalah lahirnya pendidikan formal. Hal ini menjadi kebutuhan ketika peradaban berkembang dan jumlah pengetahuan meningkat melampaui batas kemampuan pendidikan informal untuk mentransfernya antargenerasi. Guru mulai memegang peran khusus sebagai pengajar, dan pendekatan pendidikan menjadi lebih abstrak serta semakin terpisah dari kehidupan sehari-hari. Pendidikan formal pada masa itu masih jarang ditemukan dan umumnya hanya dapat diakses oleh kalangan intelektual elit.[174] Pendidikan ini mencakup bidang-bidang seperti membaca dan menulis, pencatatan, kepemimpinan, kehidupan sipil dan politik, agama, serta keterampilan teknis yang berkaitan dengan profesi tertentu.[175] Pendidikan formal juga memperkenalkan paradigma pengajaran baru yang menekankan kedisiplinan dan latihan berulang dibanding metode informal yang sebelumnya lebih bebas.[176] Dua pencapaian besar pendidikan kuno antara lain pendirian Akademi Plato di Yunani Kuno, yang sering dianggap sebagai lembaga pendidikan tinggi pertama di dunia,[177] serta berdirinya Perpustakaan Besar Aleksandria di Mesir Kuno, yang termasyhur sebagai salah satu perpustakaan paling bergengsi di dunia kuno.[178]

Era abad pertengahan

Thumb
Universitas Bologna di Italia, didirikan pada tahun 1088 M, merupakan universitas tertua di dunia yang masih beroperasi hingga kini.

Beragam aspek pendidikan pada masa Abad Pertengahan sangat dipengaruhi oleh tradisi keagamaan. Di Eropa, Gereja Katolik memegang otoritas yang besar atas pendidikan formal.[179] Di dunia Arab, penyebaran pesat Islam menumbuhkan berbagai kemajuan pendidikan pada masa Zaman Keemasan Islam, yang memadukan ilmu klasik dan keagamaan serta melahirkan lembaga pendidikan seperti madrasah.[180] Dalam komunitas Yahudi, yeshiva muncul sebagai lembaga yang berfokus pada kajian teks-teks suci dan hukum Yahudi.[181] Sementara itu di Tiongkok, terbentuk suatu sistem pendidikan dan ujian kenegaraan yang luas, berlandaskan ajaran Konfusian, yang menjadi fondasi bagi struktur sosial dan birokrasi kekaisaran.[182] Ketika masyarakat-masyarakat kompleks baru tumbuh di kawasan seperti Afrika, benua Amerika, Eropa Utara, dan Jepang, sebagian mengadopsi sistem pendidikan yang telah ada, sementara yang lain mengembangkan tradisi baru mereka sendiri.[183]

Masa ini juga menyaksikan lahirnya berbagai lembaga pendidikan tinggi dan penelitian. Di antara yang paling berpengaruh ialah Universitas Bologna (universitas tertua di dunia yang masih beroperasi), Universitas Paris, dan Universitas Oxford di Eropa.[184] Selain itu, terdapat pula pusat-pusat ilmu penting lain seperti Universitas Al-Qarawiyyin di Maroko,[185] Universitas Al-Azhar di Mesir,[186] dan Rumah Kebijaksanaan di Irak.[187] Perkembangan penting lainnya ialah munculnya gilda, yakni perkumpulan para pengrajin dan pedagang terampil yang mengatur praktik profesinya serta menyediakan pendidikan kejuruan. Para calon anggota harus melalui berbagai tahap pelatihan sebelum memperoleh status sebagai ahli sejati.[188]

Era modern

Thumb
Penemuan mesin cetak membuat media tertulis mudah diakses dan meningkatkan tingkat melek huruf secara signifikan.

Memasuki awal era modern, pendidikan di Eropa pada masa Renaisans perlahan beralih dari pendekatan religius menuju corak yang lebih sekuler. Perubahan ini sejalan dengan meningkatnya kesadaran akan pentingnya pendidikan serta perluasan cakupan ilmu, termasuk minat yang diperbarui terhadap teks-teks klasik dan program pendidikan kuno.[189] Proses sekularisasi ini semakin cepat pada masa Zaman Pencerahan sejak abad ke-17, ketika penalaran rasional dan ilmu empiris mendapat penekanan yang besar.[190] Kolonisasi Eropa turut memengaruhi pendidikan di benua Amerika melalui kegiatan misionaris Kristen.[191] Di Tiongkok, sistem pendidikan kenegaraan semakin diperluas dan menitikberatkan pada ajaran neo-Konfusianisme.[192] Di dunia Islam, pendidikan formal meluas namun tetap berakar kuat pada prinsip keagamaan.[193]

Salah satu tonggak penting dalam masa awal modern adalah penemuan serta penyebaran mesin cetak pada pertengahan abad ke-15, yang membawa dampak mendalam bagi dunia pendidikan. Inovasi ini secara drastis menurunkan biaya produksi buku (yang sebelumnya disalin dengan tangan) dan mempercepat penyebaran pengetahuan tertulis, termasuk bentuk baru seperti surat kabar dan pamflet. Akses yang lebih luas terhadap media tulis meningkatkan tingkat melek huruf di kalangan masyarakat umum.[194]

Perubahan-perubahan ini membuka jalan bagi kemajuan pendidikan publik pada abad ke-18 dan ke-19.[g] Pada masa ini, banyak sekolah negeri mulai berdiri dengan tujuan memberikan pendidikan bagi seluruh masyarakat, berbeda dengan masa sebelumnya ketika pendidikan formal umumnya diselenggarakan oleh lembaga keagamaan, sekolah swasta, atau guru pribadi.[197] Salah satu pengecualian penting ialah peradaban Aztek, di mana pendidikan formal telah diwajibkan bagi seluruh anak, tanpa memandang status sosial, sejak abad ke-14.[198] Perubahan lain yang tak kalah penting adalah munculnya kebijakan pendidikan wajib dan bebas biaya bagi seluruh anak hingga usia tertentu.[199]

Era kontemporer

Upaya untuk memajukan pendidikan publik dan akses pendidikan universal memperoleh momentum besar pada abad ke-20 dan ke-21, dengan dukungan berbagai organisasi antarpemerintah seperti PBB. Sejumlah inisiatif penting meliputi Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, Konvensi Hak Anak, program Education for All, Tujuan Pembangunan Milenium, serta Tujuan Pembangunan Berkelanjutan.[200] Serangkaian upaya tersebut menghasilkan peningkatan yang konsisten dalam berbagai bentuk pendidikan, terutama pada jenjang sekolah dasar. Pada tahun 1970, sekitar 28% anak usia sekolah dasar di dunia belum terdaftar di sekolah; angka ini menurun drastis menjadi hanya 9% pada tahun 2015.[201]

Perkembangan pendidikan publik ini disertai dengan penerapan kurikulum standar di sekolah-sekolah negeri, serta sistem ujian standar untuk menilai kemajuan peserta didik. Salah satu contohnya ialah Test of English as a Foreign Language (TOEFL), ujian yang digunakan secara global untuk menilai kemampuan bahasa Inggris bagi penutur non-asli, dan Programme for International Student Assessment (PISA), yang mengevaluasi sistem pendidikan di berbagai negara berdasarkan kemampuan siswa berusia 15 tahun dalam membaca, matematika, dan sains. Perubahan serupa juga memengaruhi profesi guru, dengan dibentuknya lembaga dan norma untuk mengatur serta mengawasi pelatihan pendidik, termasuk persyaratan sertifikasi bagi pengajar di sekolah-sekolah negeri.[202]

Kemunculan teknologi pendidikan modern memberikan pengaruh besar terhadap cara belajar-mengajar di era kini. Ketersediaan komputer dan internet secara luas telah memperluas akses terhadap sumber daya pendidikan dan melahirkan bentuk-bentuk pembelajaran baru, seperti pendidikan daring (online learning). Peran teknologi ini menjadi semakin penting selama pandemi COVID-19, ketika sekolah-sekolah di seluruh dunia terpaksa tutup dalam jangka waktu panjang. Untuk menjaga keberlangsungan pembelajaran, banyak lembaga pendidikan beralih ke metode pembelajaran jarak jauh melalui konferensi video atau video pembelajaran yang direkam sebelumnya.[203]

Selain itu, pendidikan kontemporer juga dipengaruhi oleh meningkatnya arus globalisasi dan internasionalisasi pendidikan, yang mendorong pertukaran praktik, kurikulum, serta standar akademik lintas negara.[204]

Remove ads

Lihat pula

  • Dewan pendidikan  pembelajaran yang pengetahuan dan kecakapan disalurkan melalui pengajaran
  • Pendidikan karier dan teknis  pembelajaran yang pengetahuan dan kecakapan disalurkan melalui pengajaran
  • Pengembangan keterampilan komputasional – Memperkenalkan peserta didik pada beragam perangkat lunak pendidikan dan alat sumber terbuka
  • Kritik terhadap sistem persekolahan  pembelajaran yang pengetahuan dan kecakapan disalurkan melalui pengajaran
  • Glosarium istilah pendidikan  pembelajaran yang pengetahuan dan kecakapan disalurkan melalui pengajaran
  • Inflasi nilai akademik  pembelajaran yang pengetahuan dan kecakapan disalurkan melalui pengajaran
  • Daftar artikel tentang pendidikan  pembelajaran yang pengetahuan dan kecakapan disalurkan melalui pengajaran
  • Daftar negara berdasarkan pengeluaran pendidikan sebagai persentase PDB  pembelajaran yang pengetahuan dan kecakapan disalurkan melalui pengajaran
  • Daftar artikel pendidikan berdasarkan negara  pembelajaran yang pengetahuan dan kecakapan disalurkan melalui pengajaran
  • Daftar jurnal akademik
  • Daftar buku
  • Garis besar pendidikan  pembelajaran yang pengetahuan dan kecakapan disalurkan melalui pengajaran
  • Pengembangan keterampilan – termasuk Berbagi keterampilan, dan Peningkatan keterampilan.
Remove ads

Referensi

Pranala luar

Loading related searches...

Wikiwand - on

Seamless Wikipedia browsing. On steroids.

Remove ads