Top Qs
Timeline
Obrolan
Perspektif
Orang Saksen
konfederasi puak-puak Jermanik di Dataran Jerman Utara Dari Wikipedia, ensiklopedia bebas
Remove ads
Orang Saksen (bahasa Belanda: Saksen, bahasa Jerman: Sachsen, bahasa Latin: Saxones), yang kadang-kadang juga disebut orang Saksen Lama atau orang Saksen Eropa Daratan, adalah kelompok masyarakat Jermani yang mendiami negeri Saksen Lama (bahasa Latin: Antiqua Saxonia) pada Abad Pertengahan Awal. Negeri Saksen Lama, yang terletak di antara hilir sungai Rein dan hilir sungai Elbe, menjadi salah satu kadipaten suku di dalam wilayah kedaulatan kulawangsa Karling pada tahun 804.[1] Banyak tetangga orang Saksen adalah masyarakat penutur dialek Jermani Barat seperti mereka, antara lain orang Peranggi dan orang Thuringi di selatan, serta orang Fris dan orang Angel di utara, yang mula-mula juga disebut "orang Saksen" ketika mulai masuk menyerbu dan menetap di Galia dan Britania pada zaman penjajahan Romawi. Tetangga-tetangga mereka di timur adalah orang Obodrit dan kelompok-kelompok masyarakat penutur bahasa Slav lainnya.
Sejarah politik orang Saksen Eropa Daratan baru terungkap pada abad ke-8, ketika pahlawan semilegendaris mereka, Widukind, berkonflik dengan Karel Agung, raja orang Peranggi. Agaknya orang Saksen baru bersatu secara politik sesudah timbul konflik turun-temurun yang berakhir dengan kekalahan mereka. Sebelum itu, kabarnya mereka diperintah oleh "satrap-satrap" regional. Raja-raja Peranggi di Austrasia, baik dari wangsa Meroving maupun dari wangsa Karling, berulang kali memerangi orang Saksen, baik di sebelah barat, dekat Lippe, Ems, dan Weser, maupun di sebelah timur, dekat Thüringen dan Bohemia, yakni di daerah yang kemudian hari disebut "Swaben Utara" di dalam sumber-sumber Abad Pertengahan. Karel Agung menundukkan seluruh masyarakat Saksen sesudah memenangkan Perang Saksen (tahun 772–804 Masehi), memaksa mereka memeluk agama Kristen, dan menjadikan negeri Saksen sebagai bagian dari wilayah kedaulatan kulawangsa Karling. Di bawah pemerintahan raja-raja Karling, negeri Saksen dijadikan sebuah kadipaten, yang kelak menjadi salah satu unsur penyusun struktur politik paling mendasar dari negara Kekaisaran Romawi Suci. Adipati-adipati Saksen terdahulu meluaskan wilayahnya ke sebelah timur dengan mencaplok daerah orang Wend, masyarakat penutur bahasa Slav, dan dengan demikian turut meluaskan wilayah kedaulatan Kekaisaran Romawi Suci.
Jauh sebelum negeri Saksen disebut secara gamblang sebagai sebuah negara di dalam catatan sejarah, sebutan "Saksen" disematkan kepada gerombolan penyamun di daerah pesisir yang menyerbu Kekaisaran Romawi dari sebelah utara Sungai Rein. Makna sebutan "Saksen" pada masa itu kurang lebih sama dengan makna sebutan Viking yang muncul kemudian hari. Gerombolan penyamun dan pemukim mula-mula ini mencakup orang Fris, orang Angel, maupun orang Yuti, dan istilah "Saksen" pada masa itu belum menjadi sebutan khusus bagi suku tertentu.
Hanya ada satu sumber dari zaman Klasik yang diduga kuat menyebut-menyebut keberadaan suku Saksen yang lebih kecil dan lebih tua pada abad ke-2 Masehi, tetapi penafsirannya masih diperdebatkan (sebagian besar naskah yang sintas menyebut suku itu dengan nama Axones, alih-alih Saxones). Bagi para sejarawan yang membenarkan dugaan tersebut, suku Saksen mula-mula itu bermukim di sebelah utara muara sungai Elbe, tidak jauh dari daerah yang diduga kuat sebagai bijana orang Angel, yakni daerah yang kemudian hari bernama Nordelbingen di negeri Saksen.[2]
Dewasa ini tidak ada lagi kelompok etnis Saksen maupun negeri Saksen di Jerman, tetapi nama Saksen terabadikan pada sejumlah nama daerah dan negara bagian, antara lain negara bagian Saksen Hilir (bahasa Jerman: Niedersachsen), yang wilayahnya mencakup sebagian besar bekas wilayah Kadipaten Saksen. Bahasa Saksen berevolusi menjadi bahasa Jerman Hilir, lingua franca Liga Hansa, tetapi kedudukannya sebagai bahasa sastra, bahasa administrasi pemerintahan, dan bahasa budaya berangsur-angsur tergantikan oleh bahasa Belanda dan bahasa Jerman semenjak Abad Pertengahan Akhir.
Remove ads
Terminologi
Ringkasan
Perspektif

Menurut pandangan tradisional, istilah Saksen berasal dari nama sejenis pisau yang sezaman dengan orang Saksen, yaitu saks (bahasa Belanda: sax, bahasa Jerman Hulu Lamaː sachs, bahasa Inggris Lamaː seax).[3][4] Istilah Saksen pertama kali digunakan secara definitif di dalam sumber tertulis untuk menyifatkan gerombolan penyamun di daerah pesisir yang menyeberang dengan perahu ke wilayah Kekaisaran Romawi dari daerah-daerah di sebelah utara sungai Rein. Makna istilah Saksen pada masa itu mirip dengan istilah Viking yang muncul kemudian hari.[5] Para penyamun dan pemukim mula-mula yang disebut orang Saksen ini mencakup orang Fris, orang Angel, dan orang Yuti, yang bijananya membentang dari negeri Belanda sampai ke Denmark sekarang ini, termasuk bagian pesisir dari wilayah yang kelak bernama negeri Saksen. Pernah dikemukakan bahwa orang Saksen pesisiran, yang erat dikaitkan dengan orang Angelsaksen, seharusnya dilihat sebagai kelompok masyarakat yang berbeda dari orang Saksen zaman Karling, sekalipun sama-sama disebut "Saksen" dan jelas-jelas masih berkerabat. Kesamaan sebutan tersebut telah dibandingkan dengan evolusi istilah-istilah modern di Eropa yang digunakan sebagai sebutan bagi kelompok masyarakat tertentu, misalnya istilah the Dutch dalam bahasa Inggris adalah sebutan bagi masyarakat Belanda, alih-alih masyarakat Jerman (bahasa Jerman: die Deutschen), demikian pula istilah the Germans adalah sebutan bagi masyarakat Jerman, alih-alih masyarakat Jermani (bahasa Jerman: die Germanen).[6]
Orang Saksen mula-mula ini banyak yang menetap di wilayah Kekaisaran Romawi, yakni di Inggris dan kawasan utara Prancis sekarang ini. Alih-alih negeri Saksen, Inggris kadang-kadang disebut sebagai bijana orang Saksen di dalam sumber-sumber tertulis. Untuk menghindari kerancuan, sastrawan-sastrawan yang berkarya pada abad ke-8, misalnya Beda Venerabilis dan penulis risalah awanama Kosmografi Ravena, menyebut orang Saksen di Jerman sebagai "orang Saksen lama", dan menyebut negeri mereka sebagai "negeri Saksen lama". Pembedaan semacam ini masih sering dipakai para sejarawan masa kini saat membicarakan kurun waktu tersebut. Di lain pihak, masyarakat yang dulu disebut "orang Saksen", yang datang menetap di Inggris dan menjadi bagian dari bangsa baru penutur bahasa Inggris Lama, dewasa ini lazim disebut orang Angelsaksen atau "orang Inggris". Bangsa baru tersebut terbentuk sebagai hasil peleburan populasi-populasi masyarakat pribumi Inggris-Romawi, orang Saksen, maupun kelompok-kelompok masyarakat pendatang lainnya yang juga berasal dari kawasan Laut Utara, termasuk orang Fris, orang Yuti, dan orang Angel. Sebutan "orang Angel" inilah yang memunculkan istilah inggris (bahasa Portugis: ingrês, dari bahasa Portugis Galegoː engres, dari bahasa Prancis: angleis), istilah kolektif yang lebih umum dipakai. Istilah Angelsaksen (bahasa Latin: Anglosaxones), yang menggabungkan sebutan bagi masyarakat Angel dengan sebutan bagi masyarakat Saksen, juga mulai dipakai pada abad ke-8, mula-mula di dalam risalah Paulus Diakonus, untuk membedakan masyarakat penutur bahasa Jermani di negeri Inggris (bahasa Latin: Angli Saxones) dari orang Saksen Eropa Daratan (bahasa Latin: Saxones). Meskipun demikian, masyarakat Saksen di Inggris maupun masyarakat Saksen yang mendiami negeri Saksen di kawasan utara Jerman, untuk jangka waktu yang lama masih terus disebut sebagai "orang Saksen" tanpa pembedaan.
Remove ads
Sejarah
Ringkasan
Perspektif
Kemungkinan disebutkan di dalam risalah Ptolemeus pada abad ke-2

Geographia, risalah Klaudius Ptolemeus dari abad ke-2 Masehi, kadang-kadang dianggap sebagai karya sastra pertama yang menyebut-nyebut keberadaan orang Saksen. Beberapa salinan risalah ini memuat keterangan tentang keberadaan suku yang disebut Saxones di daerah yang berada tepat di sebelah utara hilir sungai Elbe, dan keberadaan tiga pulau di sebelah utara muara sungai Elbe yang dinamakan pulau-pulau Saksen.[7] Meskipun demikian, salinan-salinan lain mencantumkan istilah Axones, alih-alih Saxones, sebagai sebutan bagi suku tersebut. Beberapa sarjana seperti Mathias Springer telah berteori bahwa mungkin saja Axones merupakan kekeliruan dalam melafalkan nama suku yang disebut Aviones oleh Tacitus di dalam risalahnya, Germania. Menurut teori ini, istilah Saxones terlahir dari usaha para penyalin terkemudian untuk membetulkan sebuah nama yang tidak ada artinya bagi mereka.[8] Di lain pihak, Gudmund Schütte, dalam analisisnya tentang masalah-masalah semacam itu di dalam bukunya, Ptolemy's Maps of Northern Europe, yakin bahwa istilah Saxones memang sudah benar. Ia menunjukkan bahwa hilangnya huruf pertama sebuah kata dapat dijumpai pada banyak bagian di dalam berbagai salinan risalah Ptolemeus, dan bahwa naskah-naskah yang tidak mencantumkan istilah Saxones pada umumnya bermutu rendah secara keseluruhan.[9] Menurut Liccardo, "sekalipun sebutan itu terdapat di dalam bagian Geographia yang sulit ditafsirkan, konsensus ilmiah menganggap kalimatnya memang asli".[7]
Bagi mayoritas sarjana yang menerima pandangan bahwa keberadaan orang Saksen memang disebutkan di dalam risalah Ptolemeus, kemunculan kembali orang Saksen di dalam catatan-catatan abad ke-3 sebagai masyarakat yang jauh lebih disegani dan tersebar luas bagaimanapun juga adalah sesuatu yang luar biasa.
Gerombolan penyamun Saksen pada abad ke-3 dan ke-4
Pemakaian nama Saksen secara gamblang dan tak terbantahkan untuk pertama kalinya dijumpai di dalam sumber-sumber tertulis dari abad ke-4, tetapi beberapa di antaranya adalah catatan peristiwa-peristiwa yang terjadi pada abad ke-3. Sesudah risalah Ptolemeus, sumber tertua yang menyebut-nyebut keberadaan orang Saksen adalah risalah Laterculus Veronensis dari sekitar tahun 314 Masehi. Di dalam risalah ini, orang Saksen terdaftar bersama bangsa-bangsa barbar yang takluk kepada pemerintah Kekaisaran Romawi pada titik waktu yang berbeda-beda. Di dalam daftar tersebut, orang Saksen dengan jelas dibedakan dari kelompok-kelompok masyarakat tetangganya, yang mencakup orang Chamavi dan orang Franci. Di lain pihak, istilah Saksen tidak muncul di dalam satupun Panegyrici Latini dari abad ke-3.[10]
Flavius Etropius, sejarawan Romawi abad ke-4, menyebutkan bahwa gerombolan-gerombolan penyamun Saksen dan Peranggi telah menyerbu daerah pesisir Laut Utara di dekat Boulogne-sur-Mer sekitar tahun 285, ketika Karausius ditempattugaskan di daerah itu guna memerangi mereka. Meskipun demikian, mungkin sekali Sakson adalah sebuah istilah baru yang digunakan Etropius secara anakronistis.[11] Panegyrici Latini, yang ditulis tak lama sesudah peristiwa-peristiwa itu terjadi, justru tidak menyebut-nyebut orang Saksen, dan malah menyebut-nyebut orang Peranggi, orang Chamavi, serta orang Fris, yang mengindikasikan bahwa kelompok-kelompok masyarakat tersebut dan kemungkinan besar kelompok-kelompok lain sudah beberapa dasawarsa lamanya memasuki serta menguasai daerah delta Rein dan delta Schelde di wilayah Kekaisaran Romawi. Panegyrici Latini sepertinya menyiratkan bahwa orang Chamavi dan orang Fris pada masa itu adalah adalah puak-puak orang Peranggi, alih-alih puak-puak orang Saksen. Daerah pesisir Laut Utara dijadikan bagian dari wilayah pemerintahan Romawi oleh Konstantius Klorus, yang memukimkan banyak masyarakat taklukan tersebut di daerah-daerah jarang penduduk di Galia. Konstantius Klorus juga memberantas pemberontakan Karausius di Inggris. Konon pasukannya membantai prajurit-prajurit barbar upahan di negeri itu, juga "orang-orang yang akhir-akhir ini suka meniru gaya busana dan rambut merah orang barbar yang panjang terurai".[12]
Belum jelas kapan gugus bangunan komando militer Romawi yang disebut Litus Saxonicum (Pantai Saksen) pertama kali dibangun atau dinamakan demikian. Gugus bangunan tersebut terdiri atas sembilan benteng di sudut tenggara negeri Inggris. Di sisi lain Selat Inggris, dibentuk dua komando militer daerah pesisir, yaitu komando militer atas Tractus Armoricanus di Bretanye dan Normandia sekarang, dan komado militer atas pesisir Belgica Secunda di Flandria dan Pikardia sekarang. Risalah Notitia Dignitatum dari sekitar tahun 400 menunjukkan bahwa gugus bangunan tersebut eksis pada masa itu, serta menyebut-nyebut keberadaan satu kesatuan militer (Ala) Saksen di jajaran ketentaraan Romawi yang ditempattugaskan di Libanon dan kawasan utara Israel sekarang ini. Ala primum Saxonum ini sudah eksis pada tahun 363, ketika Kaisar Yulianus mengerahkan mereka ke Arabia untuk melawan Kekaisaran Persia. Pernak-pernik militer Romawi dari abad ke-4 & ke-5 yang ditemukan di kawasan utara Jerman sepertinya mengindikasikan kepulangan prajurit-prajurit purnabakti.[13]
Sebelum menjadi kaisar, Yulianus Murtad, di dalam salah satu pidatonya, menyebut orang Saksen sebagai sekutu dekat Magnensius si kaisar pemberontak pada tahun 350. Yulianus menyifatkan orang Saksen dan orang Peranggi sebagai kaum kerabat Magnensius, yang hidup "di seberang sungai Rein dan di pesisir laut barat".[14] Pada tahun 357/358, agaknya Yulianus berkonflik dengan orang Saksen ketika melancarkan kampanye militer di daerah sekitar sungai Rein melawan orang Alemani, orang Peranggi, dan orang Saksen. Zosimus, sejarawan abad ke-5, melaporkan keterlibatan orang Saksen, "yang melebihi semua orang barbar di daerah-daerah itu dalam hal keberanian, kekuatan, dan ketangguhan". Menurut Zosimus, mereka mengerahkan orang "Quadi", bagian dari masyarakat Saksen, untuk memerangi negeri-negeri Romawi, tetapi mereka dihalangi oleh orang Peranggi yang berdiam di dekat mereka. Orang "Quadi" mengakalinya dengan memanfaatkan perahu untuk menghindari orang Peranggi, dan berhasil sampai ke Batavia (Betuwe) di delta Rein.[15] Para sarjana pada umumnya meyakini nama "Quadi" sebagai sebuah kekeliruan, yang mungkin dilakukan oleh seorang penyalin naskah. Berdasarkan laporan-laporan lain yang lebih sezaman dengan kampanye-kampanye militer tersebut, sepertinya yang dimaksud Zosimus adalah orang Chamavi, kendati biasanya disenaraikan sebagai orang Peranggi. Keterangan ini menyiratkan bahwa kemungkinan besar istilah "Sakson" bukanlah sebutan khusus bagi etnis tertentu pada masa itu, melainkan mungkin saja merupakan sebutan bagi gerombolan-gerombolan penyamun yang melancarkan penyerbuan dengan memanfaatkan perahu.[16]
Keterangan-keterangan lain yang menyebut-nyebut keberadaan orang Saksen pada abad ke-4 adalah sebagai berikut:
- Sejarawan abad ke-4, Amianus Marselinus, melaporkan di dalam risalahnya (pustaka 26 dan 27) bahwa Britania dirongrong oleh orang Scoti, dua suku Picti (Dicalydones dan Verturiones), orang Attacotti, dan orang Saksen. Perwira Romawi, Komitatus Teodosius, memimpin kampanye militer yang berhasil menegakkan kembali kedaulatan Romawi di Britania. Dalam sebuah prasasti yang ditemukan di Stobi, Makedonia Utara, Teodosius disebut sebagai momok negeri Saksen. Prasasti ini merupakan sumber tertua yang menyebut keberadaan sebuah negeri orang Saksen yang terpisah dari negeri kediaman suku di dalam risalah Prolomeus yang masih menjadi pokok perdebatan itu, akan sepertinya tetapi negeri Saksen yang disebutkan di dalam prasasti ini berada di Britania.[17] Sebuah keterangan puitis tentang pertempurannya melawan orang Saksen mengaitkan negeri Saksen tersebut dengan kepulauan Orkney di lepas pantai Skotland, tetapi kemungkinan besar Teodosius juga bertempur melawan orang Saksen di daerah delta Rein.[18]
- Di Galia, pada tahun 370 (risalah Amianus, pustaka 28 dan 30), orang Saksen "berlayar laju mengarungi samudra menentang bahaya menuju perbatasan wilayah Romawi", menyerbu distrik-distrik (bahasa Latin: regiones) maritim di Galia. Pasukan Kaisar Valentinianus mengecoh dan menjebak mereka dengan "siasat yang licik tetapi manjur", "dan sesudah melucuti jarahan mereka, gerombolan kecu itu digebuki hingga babak belur, padahal nyaris saja mereka pulang dengan bergelimang harta rampokan".
- Pada tahun 373, orang Saksen dikalahkan di sebuah tempat bernama Deuso, yang disifatkan sebagai daerah orang Peranggi tetapi berada di luar wilayah Romawi. Kemungkinan besar keterangan ini adalah keterangan pertama tentang keberadaan pasukan Saksen daerah pedalaman.[19]
- Ambrosius, Uskup Milan, meriwayatkan tidak lama sebelum mangkat pada tahun 388, bahwa Kaisar Magnus Maksimus diserang orang Peranggi dan orang Saksen sebagai azab lantaran membangun kembali sebuah sinagoga yang hangus terbakar di Roma.[20]
- Pada tahun 393, orang Saksen dilaporkan gugur sebagai gladiator di Roma.[20]
Dalam banyak kasus, orang Saksen erat dikaitkan dengan pemanfaatan perahu untuk kepentingan penyerbuan-penyerbuan mereka, kendati keterangan-keterangan pertama mengenai mereka juga menyebutkan serbuan-serbuan di daerah daratan delta Rein-Maas. Keterangan khusus tentang serbuan-serbuan mendadak orang Saksen pesisiran yang sangat ditakuti pada abad ke-4 tidak hanya dikemukakan oleh sejarawan Amianus, tetapi juga oleh penyair Klaudianus.[21]
Abad ke-5
Banyak sumber dari abad ke-5 yang mengait-ngaitkan orang Saksen dengan Britania dan Galia, kendati ada keterangan yang tak terperinci tentang bijana orang Saksen tersaji di dalam risalah Hilarion, yang menyebutkan bahwa bijana orang Peranggi terletak di antara negeri orang Saksen dan negeri orang Alemani, dan dengan demikian itu menempatkan bijana orang Saksen di sebelah utara negeri orang Peranggi.[22] Kemungkinan besar istilah Saksen pada masa itu masih jamak dipakai untuk menyifatkan gerombolan-gerombolan penyamun utara pada umumnya, bukan sebagai sebutan bagi kelompok masyarakat tertentu. Sejawaran Prokopius, yang berkarya di Kekaisaran Romawi Timur pada abad ke-6, hanya menyebutkan tiga bangsa besar yang mendiami pulau "Britia", yaitu orang Angel, orang Fris, dan orang Brit. Orang Saksen malah tidak disebut sama sekali.[23] Reputasi sebagai gerombolan penyamun pesisiran yang suka menyerang dengan tiba-tiba belum juga pudar. Menjelang akhir abad ke-5, Sidonius Apolinaris menyajikan sebuah gambaran dramatis dari serbuan orang Saksen di dalam sepucuk surat untuk sahabatnya yang ditempattugaskan di sebuah pos pertahanan pesisir di Saintonge, tidak jauh dari Bordeaux.
Pada permulaan abad ke-5, panglima Romawi Stiliko diyakini telah melancarkan kampanye militer di Britania dan kawasan utara Galia, serta merombak dan menata ulang pertahanan terhadap serbuan orang Saksen. Kelak dalam perjalanan kariernya, timbul kemelut beruntun di Italia, Galia, Iberia, dan Afrika Utara, sehingga tidak ada sumber daya militer untuk menjaga Britania. Menurut babad Chronica Gallica tahun 452, yang kemungkin besar ditulis di kawasan selatan Prancis sekarang ini, Britania diserbu gerombolan penyamun Saksen pada tahun 409 atau 410. Warga Inggris-Romawi dikabarkan mengusir para pejabat pemerintah Romawi dari negeri mereka, dan tidak pernah lagi menjadi bagian dari Kekaisaran Romawi.[24] Prokopius mengemukakan bahwa sesudah Kaisar Konstantinus III digulingkan pada tahun 411, "bangsa Romawi tidak pernah berhasil merebut kembali Britania, tetapi sejak saat itu Britania diperintah oleh para tiran."[25]
Chronica Gallica tahun 452 memuat keterangan tentang orang Saksen dari tahun 441-442, yang mengatakan bahwa "provinsi-provinsi di Britania, yang sampai dengan saat ini sudah ditimpa berbagai macam kekalahan dan kemalangan, menjadi wilayah pemerintahan Saksen".[26][27] Gildas, sejarawan Inggris abad ke-6, sepertinya mendapatkan keterangan mengenai peristiwa yang sama dari generasi kakeknya. Menurut Gildas, sepasukan prajurit Saksen yang berpangkalan di timur Britania (di dalam risalahnya yang ditulis pada abad ke-8, Beda mengungkapkan keyakinannya bahwa pasukan itu berpangkalan di Pulau Thanet) diundang ke Britania sebagai foederati untuk membantu pemerintah menghadapi serbuan-serbuan orang Pikti dan orang Skot. Gara-gara urusan upah, mereka memberontak dan menggarong seantero negeri Britania, sehingga mengobarkan perang berlarut yang akhirnya dimenangkan oleh pihak Romawi-Inggris. Meskipun demikian, Britania pecah menjadi "tirani-tirani" yang korup. Sedikit sekali catatan peristiwa dari kurun waktu ini, tetapi pada masa hidup Beda, negeri Inggris hampir seluruhnya dikuasai oleh kerajaan-kerajaan Angelsaksen.[28]
Pada dasawarsa 460-an, di kawasan yang sekarang menjadi wilayah negara Prancis, keterangan tertulis yang tampaknya merupakan fragmen dari sebuah babad yang terlestarikan di dalam risalah Sejarah Orang Peranggi karya Gregorius Uskup Tours, menyajikan laporan yang membingungkan tentang jumlah pertempuran yang melibatkan seorang tokoh bernama "Adovakrius", pemimpin sekelompok orang Saksen yang berpangkalan di pulau-pulau sekitar Loire. Dia menangkapi sandera di Anger, Prancis, tetapi pasukannya malah ditawan pasukan Romawi dan Peranggi yang dipunggawai Kilderik I, seorang Peranggi. "Pecah perang besar antara orang Saksen dan orang Romawi, tetapi orang Saksen, yang berbalik arah dan diburu orang Romawi, kehilangan banyak prajurit yang menjadi umpan pedang. Pulau-pulau mereka didaulat dan diporakporandakan orang Peranggi, banyak orang yang mati terbunuh." Sekalipun tidak ada konsensus, banyak sejarawan yang meyakini bahwa tokoh bernama Adovakrius ini mungkin saja orang yang sama dengan Odoaker, tokoh yang kelak menjadi Raja Italia, dan disebut di dalam bagian yang sama dari risalah Gregorius sebagai tokoh yang kelak bersekutu dengan Kilderik untuk memerangi orang Alemani di Italia.[29][30][31]
Zaman Meroving
Jika dibandingkan dengan keterangan tentang gerombolan penyamun dan pemukim Saksen terdahulu di Britania maupun di Galia, hanya ada sedikit keterangan tentang orang Saksen di Jerman sebelum abad ke-8. Tafsir keterangan-keterangan itu juga rumit, bukan hanya lantaran keterangan-keterangan itu masih terus melekatkan sebutan Saksen kepada bermacam-macam kelompok masyarakat lain, tetapi juga lantaran orang Saksen di daerah yang kini termasuk wilayah negara Jerman mula-mula tidak berpadu di dalam satu entitas politik Saksen. Oleh sebab itu tidak dapat dipastikan apakah sebagian "orang Saksen" Eropa Daratan perdana adakalanya juga disebut dengan nama lain semisal orang Warnen, orang Fris, atau orang Thuringi. Bagaimanapun juga, beberapa catatan dari zaman Meroving secara jelas menyebutkan bahwa orang Saksen mendiami daerah yang sekarang disebut Jerman Utara, di sebelah utara daerah orang Peranggi.
- Sekitar tahun 531, orang Peranggi di bawah pimpinan Teuderik, putra sulung Klovis I, menaklukkan Kerajaan Thuringen yang masih merdeka saat itu, dan menjadikannya sebuah kerajaan yang bertuan kepada Peranggi. Berabad-abad kemudian, para sastrawan Abad Pertengahan mengklaim bahwa orang Saksen perdana membantu orang Peranggi, bahkan orang Saksen didatangkan dari Inggris untuk tujuan tersebut, tetapi tidak ada keterangan seperti itu dari sumber-sumber sezaman, dan para sejarawan meragukan bahwa ada konflik antara orang Saksen dan Kerajaan Thuringen.[32]
- Pada tahun 555, sesudah cucu Teuderik yang bernama Teudebald wafat, adik tiri Teuderik yang bernama Klotar (atau Lotar) mewarisi daerah sekitar sungai Rein. Gregorius Uskup Tours (IV.10) dan Marius Uskup Avenches melaporkan bahwa orang Saksen "memberontak", sehingga Klotar selaku penguasa baru memimpin pasukannya menyerbu negeri Saksen dan Thuringen pada tahun 556. Menurut Gregorius maupun Marius, orang Thuringen juga diperangi lantaran membantu orang Saksen.[33] Dalam sebuah laporan peristiwa yang kemungkinan besar terpisah dari insiden tersebut, Gregorius melaporkan bahwa pada tahun 556 atau 557, Klotar memerangi orang Saksen yang dihasut oleh kakaknya sendiri, Khildebert, untuk menyerbu wilayah kekuasaannya. Ia memerangi mereka sampai ke Deutz di tepi sungai Rein. Springer menyanggah asumsi yang mengatakan peristiwa ini adalah satu insiden tunggal, atau hanya melibatkan satu kelompok masyarakat, yakni orang Saksen, lantaran negeri Thuringen terletak cukup jauh dari Deutz.[33] Gregorius Uskup Tours (IV.14), yang dikenal lebih mengutamakan sisi etis dari sebuah peristiwa, melaporkan bahwa Klotar didesak untuk berperang oleh orang-orang Peranggi yang tidak menghendaki perundingan, juga bahwa sebagai akibatnya orang Peranggi menderita kekalahan. Meskipun demikian, laporan-laporan peristiwa yang ditulis lebih kemudian mengindikasikan bahwa sekelompok orang Saksen mulai membayar upeti kepada raja-raja Austrasia pada masa pemerintahan Klotar.[34]
- Sigebert I, anak Klotar I, yang memerintah Austrasia sampai tahun 575, disanjung-sanjung oleh penyair Venansius Fortunatus karena berhasil mengalahkan "orang Saksen Thuringen". Springer menduga bahwa pemakaian istilah "orang Saksen Thuringen" adalah cara si penyair untuk membedakan orang Saksen Eropa Daratan dari orang Angelsaksen di Britania.[35]
- Pada tahun 612, cucu Sigebert, Teuderik II, menyerang kakaknya sendiri, Teudebert II, di Zülpich, bersama sepasukan orang Saksen, orang Thuringen, dan kelompok-kelompok masyarakat lain dari sebelah timur Rein.[36]
- Berabad-abad kemudian, ditulis cerita-cerita kepahlawanan berlatar waktu dasawarsa 620-an tentang Klotar II, kemenakan Sigebert yang akhirnya naik takhta Austrasia menggantikannya, dan kemenangannya atas orang Saksen yang dipunggawai Bertoald di Weser. Dagobert I, anak Klotar, juga disebut-sebut di dalam cerita-cerita itu.[37]
- Pada tahun 632, Dagobert I, yang saat itu sudah menjadi raja orang Peranggi yang paling kuat, didatangi para caraka Saksen di Mainz semasa berperang melawan orang Wend di bawah pimpinan Samo, yang menyerbu negeri Thuringen. Para caraka Saksen itu datang untuk berunding, atau mengupayakan perundingan, meminta Dagobert meniadakan upeti 500 ekor sapi yang wajib mereka setorkan setiap tahun, dan sebagai gantinya mereka berjanji untuk membendung serangan orang Wend secara swadaya.[38]
Pada zaman Meroving, ada populasi-populasi orang Saksen yang tidak berdiam di Inggris maupun di daerah yang kemudian hari disebut sebagai negeri Saksen.
- Pada tahun 568/569, ada segelintir orang Saksen yang berdiam di wilayah Austrasia, kerajaan Sigebert II, kemungkinan besar di daerah Champagne. Mereka ikut serta berhijrah bersama orang Lombardi ke Italia di bawah pimpinan Alboin dan beberapa waktu lamanya menetap di sana. Sigebert mengizinkan sekelompok orang Suevi untuk menempati daerah yang mereka tinggalkan di Austrasia. Pada tahun 572, mereka pulang ke Galia, menggarong kawasan tenggara Galia sampai ke Stablo (sekarang Estoublon), dan dikalahkan oleh Mumolus, panglima Galia-Romawi. Mereka diizinkan kembali ke Italia, mengumpulkan anggota keluarga dan harta benda mereka, lalu kembali lagi ke utara melalui kawasan tenggara Galia. Sesudah sekali lagi menggarong desa-desa, mereka dihentikan di Rhône oleh Mumolus dan dipaksa membayar ganti rugi atas barang rampokan mereka.[39] Saat sampai ke daerah yang dulu ditinggalkan, mereka marah melikehadiran para pemukim Suevi membuat mereka murka dan menolak berunding dengan mereka. risalah Gregorius Uskup Tours, sumber utama keterangan mengenai peristiwa-peristiwa tersebut, mengatakan bahwa berkat campur tangan Tuhan, orang Suebi yang lebih sedikit jumlahnya berhasil mengalahkan orang Saksen secara telak dalam dua kali pertempuran.[40]
- Ada satu kelompok orang Saksen yang cukup menonjol berdiam di daerah pesisir Normandia, tidak jauh dari Bayeux. Pada tahun 589, orang Saksen dari daerah Bessin dekat Bayeux dilaporkan menata rambut mereka sesuai adat kebiasaan orang Breton atas perintah Parameswari Fredegunda, dan turut berperang bersama orang Breton selaku sekutu melawan Gontran.[41] Mulai tahun 626, orang Saksen di Bessin turut dikerahkan oleh Dagobert I untuk memerangi Orang Bask. Kemudian hari, pada tahun 843 dan 846, masa pemerintahan Karel Gundul, ada selembar dokumen resmi lain yang menyebutkan keberadaan sebuah pagus bernama Otlinga Saxonia di daerah Bessin, hanya saja kata Otlinga tidak jelas artinya.
- Di kawasan barat daya Prancis, pada akhir abad ke-6, Khulderik orang Saksen, yang dulu bertuan kepada Raja Gontran, menjadi adipati atas daerah di sebelah utara Garonne selaku kawula Kilderik II. Seabad kemudian, Aigina, Adipati Gaskonia, dilaporkan mangkat pada tahun 638.[42] Tampaknya Khulderik maupun Aigina adalah orang Saksen Bayeux, kendati mungkin saja mereka berasal dari Britania misalnya.[36]
- Sekalipun tidak tercatat di dalam sumber-sumber sejarah, tampaknya pernah ada permukiman orang Saksen terdahulu di sekitar Boulogne-sur-Mer di Pas-de-Calais, yang meninggalkan jejak berupa nama-nama tempat berakhiran -thun.[43][44][45]
Orang Saksen dan wangsa Arnulfing

Tampaknya orang Saksen Eropa Daratan terkonsolidasi pada penghujung abad ke-8. Salah satu penyebabnya adalah interaksi dengan kerajaan-kerajaan orang Peranggi yang kuat. Para leluhur Karel Agung, yakni wangsa Arnulfing, merebut kendali pemerintahan di kerajaan orang Peranggi yang bertetangga dengan Austrasia, dan berusaha menguasai masyarakat yang berdiam di sebelah timur, bukan hanya orang Bayern, orang Swaben, dan orang Turingen yang sudah lama hidup di bawah pemerintahan Peranggi, melainkan juga orang Saksen dan orang Fris. Mereka juga menekan orang Saksen dan orang Fris untuk memeluk agama Kristen. Pada tahun 804, Kaisar Karel Agung menaklukkan orang Saksen, dan negeri Saksen dijadikan salah satu kadipaten suku di dalam kemaharajaan Peranggi. Luasnya sama dengan negeri Saksen, kendati tidak ada bukti bahwa negeri Saksen adalah satu kerajaan tunggal sebelum menjadi kadipaten. Wilayah Kadipaten Saksen (tahun 804–1296) mencakup daerah Westfalen, Ostfalen, Engern, dan daerah Nordelbingen, yang kurang lebih sama dengan daerah Holstein sekarang ini, yakni bagian selatan dari wilayah negara bagian Schleswig-Holstein yang berbatasan langsung dengan Denmark.
- Pada dasawarsa 690-an, Beda melaporkan bahwa sekelompok masyarakat yang disebut orang Boruktuari diinvasi orang Saksen pagan pada waktu Santo Suibertus, seorang uskup misionaris Angelsaksen yang ditempattugaskan di Frislandia, menjalankan karya misi di daerah itu. Kemungkinan besar peristiwa ini terjadi di dekat Frislandia, dan orang Boruktuari sudah jamak dianggap sama dengan kelompok masyarakat yang disebut orang Brukteri pada zaman penjajahan Romawi, yakni kelompok masyarakat yang pernah mendiami daerah sekitar sungai Lippe.
- Di dalam laporannya tentang kiprah para misionaris Inggris pada dasawarsa 690-an, Beda menyebutkan bahwa kedua Ewaldus mati terbunuh di suatu tempat di negeri Saksen sewaktu berusaha mengkristenkan salah seorang "satrap" Saksen. Kedua Ewaldus tampaknya mendapatkan dukungan dari pemimpin lokal tersebut, maupun dari Pipin asal Herstal, penguasa efektif Austrasia pada masa itu.[46]
- Pada tahun 715, tidak lama sesudah Pipin asal Herstal tutup usia, babad Peranggi melaporkan bahwa orang Saksen mendaulat "Hattuaria". Berabad-abad kemudian, nama ini dilekatkan pada negeri orang Peranggi di dekat kotapraja Klef dan kotapraja Santen, di antara sungai Rein dan sungai Maas, tetapi daerah yang didaulat tersebut mungkin terletak di sisi lain sungai Rein.[47] Nama daerah itu terambil dari nama salah satu suku Peranggi zaman penjajahan Romawi, yaitu orang Khatuari, kelompok masyarakat yang pernah menjadi tetangga sebelah timur orang Brukteri. Amianus Marselinus melaporkan bahwa mereka berdiam di sebelah utara sungai Rein pada abad ke-4.
- Pada tahun 718, Karel Martel, anak Pipin asal Herstal, menginvasi negeri Saksen sampai ke sungai Weser. Dia kembali memerangi negeri itu pada tahun 720, 724, 738, dan kemungkinan besar juga pada tahun 722 dan 728.[48]
- Pada dasawarsa 730-an, Beda menulis risalahnya, Sejarah Gereja Bangsa Inggris, yang antara lain menyebutkan bahwa negeri orang Angel dulunya terletak di antara negeri orang Saksen dan negeri orang Yuti, tetapi kini sudah kosong.
- Sekitar dasawarsa 730-an, ditulis pula risalah Kosmografi Ravena, yang menggunakan istilah "negeri Saksen Lama" sebagai sebutan untuk bijana orang Saksen Britania yang terletak di Eropa Daratan, lantaran penulis risalah ini berkeyakinan bahwa orang Saksen Britania berhijrah ke Inggris dari negeri Saksen Lama tersebut, mengikuti pemimpin mereka yang bernama Ansehis. Risalah ini menyebutkan bahwa negeri orang Saksen berada di pesisir samudra, di antara negeri orang Fris dan negeri orang Dani, berbatasan dengan Thuringen, dan dialiri sungai "Lamizon", sungai "Ipada", sungai "Lipa", serta sungai "Limak" (jamak ditafsirkan sebagai sungai Ems, sungai Pader, sungai Lippe, dan sungai Leine). Risalah ini menyebutkan bahwa sumbernya adalah sebuah risalah yang lebih tua tentang negeri Saksen, karya tulis seorang geograf Got bernama Marcomir.
- Pada tahun 743, dua orang anak Karel Martel, yaitu Pipin Pendek dan Karloman, maju memerangi Odilo, Adipati Bayern, yang secara nominal adalah seorang kawula Peranggi. Karloman selanjutnya berbalik ke utara menuju negeri Saksen, atau salah satu daerah di negeri Saksen, yang mengirim pasukan untuk membantu Bayern. Sesudah menaklukkan castrum di Ho(o)hseoburg, dia memaksa Adipati (panglima perang) Saksen, Teoderik, untuk menyerah dalam sebuah placitum yang digelar di tempat yang sama.[49] Pipin Pendek dan karloman kembali menginvasi negeri Saksen pada tahun 744, dan Teoderik berhasil ditawan.[50]
- Pada tahun 748, Pipin Pendek berkirab melewati Thuringen menuju Saksen ketika adik tirinya Grifo berusaha merebut kekuasaan Bayern. Daerah yang ditujunya disebut di dalam Babad Metz sebagai "Swaben Utara", dan banyak orang Saksen daerah tersebut yang masuk Kristen pada masa itu. Lanjutan Babad Fredegar menyebutkan bahwa mereka bersedia kembali melanjutkan pembayaran upeti 500 ekor sapi.[51]
- Pada tahun 751, Pipin Pendek dinobatkan menjadi raja, dan pada tahun 753 dia menyerang orang Saksen di timur laut Rein, yakni di daerah Bad Iburg dan Bad Oeynhausen.[52]
- Pada tahun 758, Pipin Pendek sekali lagi menyerbu negeri Saksen, dan bersedia menerima upeti 330 ekor kuda setahun dari masyarakat Saksen yang kalah perang.[53]
Perang Saksen
Orang Saksen ditaklukkan oleh Karel Agung sesudah melewati serangkaian kampanye militer tahunan yang dikenal dengan sebutan Perang Saksen (tahun 772–804). Sesudah kalah perang, orang Saksen dipaksa menerima baptisan dan memeluk agama Kristen, serta harus berlapang dada melihat negeri mereka menjadi bagian dari wilayah kemaharajaan orang Peranggi. Pohon-pohon atau tiang-tiang keramat mereka, lambang Irminsul, ditumbangkan. Karel Agung mendeportasi 10.000 orang Saksen Nordelbingen ke Neustria dan menyerahkan tanah mereka yang sebagian besar tidak termanfaatkan di Wagrien (kira-kira di distrik Plön dan distrik Ostholstein sekarang) kepada raja orang Obodrit yang setia kepadanya. Einhard, penulis biografi Karel Agung, meriwayatkan akhir dari konflik besar ini sebagai berikut:
Perang yang berkecamuk selama bertahun-tahun itu akhirnya tamat sesudah mereka menyanggupi syarat-syarat damai yang diajukan raja; yaitu meninggalkan pemujaan iblis berikut adat-istiadat agamawi kebangsaan mereka, menerima sakramen-sakramen keimanan dan agama Kristen, serta bergabung menjadi satu bangsa dengan orang Peranggi.
Orang Saksen sudah lama menolak memeluk agama Kristen[54] maupun dimasukkan ke dalam mandala kerajaan orang Peranggi.[55] Pada tahun 776, orang Saksen berjanji untuk memeluk agama Kristen dan berikrar setia kepada raja, tetapi ketika Karel Agung berperang di Hispania (tahun 778), orang Saksen maju menyerbu Deutz di tepi sungai Rein dan menggarong daerah di sepanjang sungai itu. Tindakan ini kerap mereka ulangi bilamana Karel Agung sedang sibuk menangani masalah-masalah lain.[55]
Kadipaten Saksen
Di bawah raja-raja Karling, orang Saksen turun derajat menjadi kelompok masyarakat pembayar upeti. Ada bukti yang menunjukkan bahwa orang Saksen, maupun kelompok-kelompok masyarakat Slav pembayar upeti seperti orang Obodrit dan orang Wend, acap kali menyiapkan pasukan untuk kepentingan majikan-majikan Karling mereka. Adipati-adipati Saksen menjadi raja-raja (Hendrik Penjerat Ayam Hutan, pada tahun 919) bahkan belakangan menjadi kaisar-kaisar pertama (Otto Agung, anak Hendrik) di Jerman pada abad ke-10, tetapi kehilangan jabatan mulia itu pada tahun 1024. Kadipaten Saksen dipecah pada tahun 1180, ketika Adipati Hendrik Singa menampik ajakan misannya, Kaisar Frederik Barbarosa, untuk berperang di Lombardia.
Pada Abad Pertengahan Madya, di bawah kaisar-kaisar Sali, dan belakangan di bawah Tarekat Aswasada Jerman, para pemukim Jerman berpindah ke sebelah timur sungai Saale, yakni ke daerah orang Sorb, salah satu suku Slav Barat. Orang Sorb pun berangsur-angsur terjermankan. Sebagai akibatnya, daerah itu mendapatkan sebutan Saksen lewat jalur politik, kendati mula-mula dinamakan Sempadan Meißen. Para penguasa Meißen mendapatkan kekuasaan atas Kadipaten Saksen-Wittenberg (salah satu pecahan Kadipaten Saksen) pada 1423, dan pada akhirnya menggunakan nama Saksen sebagai sebutan bagi seluruh wilayah kedaulatan mereka. Sejak saat itu, daerah di kawasan timur Jerman ini disebut negeri Saksen (bahasa Jerman: Sachsen), biang keladi kesalahpahaman seputar bijana asli orang Saksen, yang pusatnya terletak di wilayah negara bagian Saksen Hilir (bahasa Jerman: Niedersachsen) di Jerman dewasa ini.
Remove ads
Bahasa
Ringkasan
Perspektif
Bahasa Inggris Lama, yang erat dikaitkan dengan orang Saksen di Inggris, lebih dekat dengan rumpun dialek Fris Lama yang belakangan tercatat, ketimbang dengan bahasa Saksen Lama. Wilayah tutur bahasa Fris Lama agaknya pernah merentang sepanjang pesisir Laut Utara, mulai dari kawasan utara negeri Belanda sampai ke kawasan selatan Denmark, sementara wilayah tutur bahasa Saksen Lama tidak pernah meluas sampai ke pesisir. Para linguis sudah mengetahui bahwa bahwa Fris Lama dan bahasa Saksen Lama, sekalipun bertetangga dan berkerabat, bukanlah bagian dari satu rantai dialek yang sama. Dialek-dialek Saksen justru merupakan bagian dari rantai dialek Jermani Barat Eropa Daratan yang lebih panjang, yang merentang sampai ke pegunungan Alpen, dan yang semuanya dapat dianggap sebagai ragam bahasa Jerman.
Menurut ahli sejarah bahasa Elmar Seebold, perkembangan ini hanya dapat dijelaskan jika masyarakat Saksen Eropa Daratan, sebelum bermigrasi ke Britania, pada hakikatnya terdiri atas dua kelompok masyarakat yang masing-masing menuturkan salah satu dari dua ragam bahasa Jermani Barat yang masih berkerabat tetapi berbeda satu sama lain. Menurutnya, kelompok masyarakat yang mula-mula bermigrasi ke selatan pada abad ke-3, yakni ke bagian barat laut dari wilayah Saksen Hilir sekarang ini, menuturkan dialek-dialek Jermani Laut Utara yang berkerabat dekat dengan bahasa Fris Lama dan bahasa Inggris Lama. Di tempat itu, kelompok pendatang ini bertemu dengan kelompok masyarakat yang sudah lebih dulu mendiami daerah itu dan menuturkan sebuah bahasa yang sangat berbeda dengan bahasa mereka sendiri, yakni bahasa yang tergolong ke dalam rumpun Jermani Weser–Rein. Kelompok pendatang ini menjadi golongan elit, dan menjadikan nama kelompok mereka sebagai nama federasi kesukuan yang terbentuk sesudah kedatangan mereka, maupun sebagai nama bagi seluruh daerah itu. Kemudian hari, pada abad ke-5, ketika orang Angel mulai bermigrasi ke Britania, keturunan dari golongan elit tersebut bergabung dengan mereka, sementara keturunan dari warga asli tidak ikut bergabung, atau setidaknya jumlah warga asli yang ikut bergabung tidak signifikan. Karena bahasa orang Angel dan bahasa kelompok elit Saksen ini masih berkerabat dekat, terciptalah suatu rantai bahasa di antara orang Angel dan orang Saksen di Britania, yang kelak menjadi bahasa Inggris. Di negeri Saksen sendiri, kepergian sebagian besar golongan elit mengubah lanskap sosial politik, dan kelompok masyarakat yang mula-mula mendiami daerah itu menjadi golongan yang berkuasa, sehingga dialek-dialek mereka (diduga bahasa Khauki, bahasa orang Turing, dan kemungkinan besar bahasa suku-suku kuno lainnya) menguat dan menjadi dasar dari dialek-dialek Saksen Hilir yang dikenal dewasa ini, sementara masyarakat penuturnya mempertahankan nama Saksen.[56]
Evolusi bahasa Saksen di dalam rumpun Jermani Laut Utara menurut Elmar Seebold:[56]
- Wilayah tutur rumpun dialek Jermani Laut Utara sebelum zaman migrasi (abad ke-3 Masehi).Migrasi orang Saksen dari wilayah orang Angel (A).Migrasi penutur bahasa rumpun Jermani Weser-Rein ke perbatasan wilayah Romawi (1), migrasi penutur bahasa rumpun Jermani Elbe ke selatan (2).
- Wilayah tutur rumpun dialek Jermani Laut Utara pada abad ke-5 dan ke-6.Migrasi penutur bahasa rumpun Jermani Utara (termasuk kaum elit Saksen) ke Inggris (A) dan Frislandia (B).Migrasi penutur bahasa rumpun Jermani Weser-Rein (1), migrasi penutur bahasa rumpun Slav Barat (2), migrasi penutur bahasa rumpun Jermani Utara ke utara (3).
- Wilayah tutur rumpun dialek Jermani Laut Utara (bahasa Inggris Lama & bahasa Fris Lama) tepat sesudah zaman migrasi.Migrasi penutur bahasa Fris (Ems) ke daratan Jerman Utara pada abad ke-10/11 (A).
Remove ads
Budaya
Ringkasan
Perspektif
Struktur sosial
Beda Venerabilis, kawula praja Northumbria, menulis di dalam risalahnya sekitar tahun 730 bahwa "orang Saksen lama (orang Saksen di Eropa Daratan) tidak beraja, tetapi diperintah beberapa orang satrap, yang akan mengundi pemimpin pada masa perang, tetapi setara kekuasaannya pada masa damai." Regnum Saxonum terbagi menjadi tiga provinsi, yaitu Westfalen, Ostfalen, dan Engern, yang terdiri atas kurang lebih seratus pagi atau Gau. Masing-masing Gau memiliki satrap sendiri, dengan kekuatan militer yang cukup untuk membumiratakan seluruh desa yang berani menentangnya.[57]
Pada pertengahan abad ke-9, Nithard menulis penjabaran tertua struktur sosial orang Saksen di bawah pemimpin-pemimpin mereka. Struktur kasta orang Saksen bersifat kaku. Dalam bahasa Saksen, sebutan bagi tiga kasta orang Saksen, termasuk kasta budak, adalah edhilingui (sekerabat dengan istilah aetheling), frilingi, dan lazzi. Istilah-istilah ini kemudian hari dilatinkan menjadi nobiles atau nobiliores; ingenui, ingenuiles, atau liberi; dan liberti, liti, atau serviles.[58] Menurut tradisi-tradisi paling awal yang dianggap mengandung cukup banyak kebenaran sejarah, kasta edhilingui adalah keturunan dari orang-orang Saksen yang memimpin suku mereka pada waktu keluar dari daerah Holstein maupun ketika bermigrasi pada abad ke-6.[58] Mereka adalah kaum elit pejuang penakluk. Kasta frilingi adalah keturunan dari amicii, auxiliarii, dan manumissi dari kasta edhilingui. Kasta lazzi adalah keturunan dari penduduk asli wilayah taklukan, yang dipaksa bersumpah untuk menghamba dan membayar upeti kepada kasta edhilingui.
Lex Saxonum mengatur bermacam-macam golongan masyarakat Saksen. Perkawinan lintas kasta diharamkan oleh Lex Saxonum, dan besasaran weregild (denda pati) ditetapkan bersasarkan keanggotaan kasta. Seorang anggota kasta edhilingui dihargai sebesar 1.440 keping solidus, atau kira-kira 700 ekor sapi, yakni weregild tertinggi sebenua Eropa. Maskawin untuk mempelai perempuannya juga sangat tinggi. Nilai tersebut enam kali lipat lebih tinggi daripada weregild untuk kasta frilingi, dan delapan kali lipat lebih tinggi daripada weregild untuk kasta lazzi. Kesenjangan antara bangsawan dan bukan bangsawan sangat lebar, tetapi perbedaan antara mantan budak dan buruh kontrak sangat kecil.[59]
Menurut risalah Vita Lebuini antiqua, salah satu sumber penting sejarah awal Saksen, orang Saksen menggelar musyawarah tahunan di Marklo (Westfalen) untuk "mengesahkan undang-undang, mengadili perkara-perkara luar biasa, dan mengambil keputusan melalui musyawarah umum untuk berperang atau tidak berperang pada tahun itu."[57] Ketiga-tiga kasta berpartisipasi dalam musyawarah umum. Tiap-tiap Gau mengutus dua belas orang wakil dari masing-masing kasta. Pada tahun 782, Karel Agung menghapuskan sistem Gau dan menggantikannya dengan Grafschaftsverfassung, sistem kabupaten khas negeri Peranggi.[60] Dengan melarang penyelenggaraan musyawarah tahunan di Marklo, Karel Agung menyinggirkan kasta frilingi dan kasta lazzi dari kancah politik. Sistem Saksen lama, Abgabengrundherrschaft, yakni kepemimpinan yang berlandaskan darma dan bea, digantikan dengan semacam feodalisme yang berlandaskan bakti dan jasa, hubungan pribadi dan sumpah.[61]
Agama
Agama asli Jermani
Amalan-amalan keagamaan orang Saksen berkaitan erat dengan amalan-amalan politik mereka. Musyawarah tahunan segenap masyarakat Saksen dibuka dengan menyeru dewa-dewi. Prosedur yang digunakan untuk memilih adipati pada masa perang, yaitu pengundian, diduga mengandung makna keagamaan yang mendalam, yakni sikap – yang terkesan seperti – mengandalkan penyelenggaraan illahi untuk menuntun pembuatan keputusan secara acak.[62] Ada pula upacara-upacara dan benda-benda keramat, misalnya tiang-tiang besar yang disebut Irminsul, yang diyakini menjembatani langit dan bumi, sama seperti keyakinan tentang pohon atau tangga menuju langit yang terdapat di dalam banyak agama lain. Pada tahun 772, Karel Agung memerintahkan penebangan sebatang tiang semacam itu di dekat benteng Eresburg.
Amalan-amalan keagamaan masyarakat Saksen perdana di Britania tersirat pada nama-nama tempat dan penanggalan Jermani yang digunakan pada masa itu. Woden, Frigg, Tiw, dan Thunor, dewa-dewi Jermani yang dapat dijumpai di dalam semua tradisi Jermani, dipuja di Wessex, Sussex, dan Essex. Hanya nama-nama itu yang dapat diketahui secara langsung, kendati ada dua nama lain yang terendus dari nama bulan ketiga dan keempat (Maret dan April) dalam penanggalan Inggris Lama, yaitu Hrēþmōnaþ dan Ēosturmōnaþ, yang berarti 'bulan Hretha' dan 'bulan Ēostre'. Diduga Hretha dan Ēostre adalah nama dua dewi yang disembah pada musim yang tiba sekitar bulan-bulan itu.[63] Orang Saksen menyemahkan penganan kepada dewa-dewi mereka pada bulan Februari (Solmōnaþ). Ada perhelatan keagamaan yang berkaitan dengan panen, yaitu Halegmōnaþ ('bulan keramat' atau 'bulan semah', September).[64] Penanggalan Saksen dimulai dari tanggal 25 Desember, dan bulan Desember dan Januari disebut Yul (atau Giuli). Mōdraniht atau 'malam para ibu', perhelatan keagamaan yang tidak diketahui isinya, jatuh dalam rentang waktu Desember-Januari.
Orang merdeka maupun hamba sahaya masih terus memegang teguh keyakinan-keyakinan asli Saksen meskipun sudah lama secara nominal memeluk agama Kristen. Lantaran memendam kebencian terhadap kalangan atas, yang sudah mengetepikan mereka dari gelanggang politik dengan bantuan orang Peranggi, kalangan bawah (plebeium vulgus atau cives) menjadi duri dalam daging bagi pemerintah Kristen selambat-lambatnya sampai tahun 836. Risalah Translatio S. Liborii kedegilan mereka mempertahankan ritus et superstitio (adat dan takhayul) pagan.[65]
Agama Kristen

Perpindahan agama orang Saksen di Inggris dari agama asli mereka ke agama Kristen berlangsung pada awal hingga akhir abad ke-7 di bawah pengaruh orang Yuti di Kerajaan Kent yang sudah lebih dulu memeluk agama Kristen. Pada dasawarsa 630-an, Birinus menjadi "rasul bagi orang Saksen Barat" dan mengkristenkan negeri Wessex. Raja Wessex yang pertama kali memeluk agama Kristen adalah Cynegils. Peri kehidupan orang Saksen Barat baru terungkap sesudah mereka memeluk agama Kristen dan mulai menyimpan keterangan tertulis. Orang Gewisse, salah satu puak Saksen Barat, adalah kelompok masyarakat yang paling enggan memeluk agama Kristen. Birinus lebih giat lagi berusaha sampai akhirnya berhasil mengkristenkan mereka.[63] Di Kerajaan Wessex, sebuah keuskupan didirikan di Dorchester. Orang Saksen Selatan pertama kali didakwahi secara ekstensif di bawah pengaruh Anglia. Æthelwealh, Raja Sussex, memeluk agama Kristen berkat ajakan Wulfhere, Raja Mercia, dan mengizinkan Wilfridus, Uskup York, untuk mendakwahi rakyatnya mulai tahun 681. Keuskupan Saksen Selatan yang paling utama adalah Keuskupan Selsey. Masyarakat Saksen Timur lebih pagan daripada orang Saksen Selatan maupun orang Saksen Barat. Situs-situs pagan berlimpah ruah di wilayah mereka.[66] Raja mereka, Saeberht, lebih dulu memeluk agama Kristen, dan sebuah keuskupan didirikan di London. Uskupnya yang pertama, Melitus, diusir oleh ahli-ahli waris Saeberht. Perpindahan agama orang Saksen Timur dituntaskan oleh Ceda pada dasawarsa 650-an dan 660-an.
Orang Saksen Eropa Daratan didakwahi oleh para misionaris yang kebanyakan berasal dari Inggris pada akhir abad ke-7 dan awal abad ke-8. Sekitar tahun 695, dua misionaris Inggris yang paling awal, Ewaldus Putih dan Ewaldus Hitam, gugur sebagai martir di tangan vicani, yakni rakyat desa.[62] Sepanjang abad berikutnya, rakyat desa dan rakyat tani lainnya menjadi pihak-pihak yang paling gigih menentang kristenisasi, manakala para misionaris acap kali mendapatkan dukungan dari kaum edhilingui dan kaum menak lainnya. Santo Lebuinus, misionaris Inggris yang mendakwahi orang Saksen antara tahun 745 sampai 770, terutama orang Saksen di kawasan timur negeri Belanda, membangun sebuah gereja dan menjalin persahabatan dengan banyak bangsawan. Beberapa di antara sahabat-sahabat bangsawannya itu berjasa meluputkannya dari keroyokan massa dalam musyawarah tahunan di Marklo (dekat sungai Weser, Bremen). Timbul ketegangan sosial di antara kaum bangsawan yang bersimpati terhadap agama Kristen dan orang-orang dari kasta-kasta rendahan yang masih memegang teguh agama turun-temurun mereka.[67]
Pada masa pemerintahan Karel Agung, meletus Perang Saksen yang bertujuan mengkristenkan dan meleburkan masyarakat Saksen ke dalam kemaharajaan Peranggi. Meskipun banyak orang dari kasta tertinggi sudah memeluk agama Kristen, kebijakan baptis paksa dan pungut paksa persepuluhan justru membuat banyak orang dari kasta-kasta rendahan memusuhi agama Kristen. Beberapa tokoh sezamannya bahkan menganggap cara-cara yang dipakainya untuk mengambil hati orang Saksen tidak cukup memadai, sebagaimana tampak dalam petikan isi surat yang ditulis pada tahun 796 oleh Alkuinus orang York kepada sahabatnya, Meginfrid, berikut ini:
Andaikata kuk ringan dan beban manis Kristus diwartakan kepada yang terdegil di antara orang Saksen dengan tekad sebesar bea persepuluhan yang sudah dipungut, atau seberat putusan pidana yang sudah dijatuhkan untuk perkara paling remeh yang bisa dibayangkan, mungkin mereka tidak akan berpaling dari janji baptis mereka.[68]
Pengganti Karel Agung, Ludwig Saleh, kabarnya memperlakukan orang Saksen dengan cukup baik, mendekati harapan Alkuinus, dan sebagai akibatnya orang Saksen menjadi kawula yang setia kepadanya.[69] Meskipun demikian, masyarakat kelas bawah memberontak melawan pemerintah Peranggi demi melanggengkan agama lama mereka selambat-lambatnya sampai dasawarsa 840-an, ketika kaum Stellinga bangkit melawan para pemimpin Saksen yang bersekutu dengan Kaisar Peranggi, Lotarius I. Sesudah pemberontakan Stellinga diberantas, pada tahun 851, Ludwig Jerman memboyong relikui-relikui dari Roma ke Saksen demi menumbuhkan semangat pengabdian kepada Gereja Katolik.[70] Penyair awanama Saksen yang dijuluki Poeta Saxo, di dalam bait-bait babadnya yang meriwayatkan masa pemerintahan Karel Agung (ditulis antara tahun 888 sampai 891), menjadikan penaklukan negeri Saksen sebagai pokok pikiran utama. Raja orang Peranggi itu ia sanjung seakan-akan setara dengan kaisar-kaisar Romawi, dan ia puji-puji sebagai tokoh yang berjasa mendatangkan keselamatan Kristiani bagi rakyat. Ada pula keterangan-keterangan tentang demam berkala ibadat pagan, teristimewa pemujaan Dewi Freya, yang merebak di kalangan rakyat tani Saksen selambat-lambatnya pada abad ke-12.
Sastra Kristen
Pada abad ke-9, kaum bangsawan Saksen mendukung rahbaniyat dan menjadi semacam benteng Kristen yang membendung pengaruh paganisme Slav yang masih hidup di timur, maupun paganisme Viking di utara. Banyak karya sastra Kristen yang ditulis dalam bahasa pribumi Saksen Lama. Karya-karya sastra yang paling menonjol terlahir dari kiprah sastrawi dan pengaruh kuat biara-biara Saksen seperti Biara Fulda, Biara Corvey, dan Biara Verden, serta kontroversi teologis antarpengkaji fikrah teologi Agustinus, yakni Godeskalkus dan Rabanus Maurus.[71]
Sudah dari jauh-jauh hari Karel Agung dan Ludwig Saleh mendukung pembuatan karya-karya sastra Kristen dalam bahasa rakyat sehari-hari demi memudahkan usaha dakwah Kristen di tengah masyarakat Saksen. Risalah Heliand, riwayat hidup Kristus dalam bentuk syair wiracarita berlatar budaya Jermani, dan risalah Genesis, wiracarita yang meriwayatkan kembali peristiwa-peristiwa yang termuat di dalam kitab pertama Alkitab, ditulis pada awal abad ke-9 atas perintah Ludwig Saleh untuk menyemai pengenalan kitab suci di tengah masyarakat. Konsili Tours tahun 813 maupun sinode Mainz tahun 848 menegaskan bahwa homili harus disampaikan dalam bahasa rakyat sehari-hari. Karya tulis tertua dalam bahasa Saksen yang masih ada saat ini adalah rangkaian kalimat janji baptis dari penghujung abad ke-8 atau permulaan abad ke-9. Bahasa rakyat sehari-hari digunakan secara ekstensif sebagai salah satu wujud dari upaya mengkristenkan kasta-kasta rendahan dalam masyarakat Saksen.[72]
Remove ads
Saksen sebagai demonim
Ringkasan
Perspektif
Dalam bahasa-bahasa rumpun Kelt
Di dalam bahasa-bahasa rumpun Kelt Kepulauan, kata-kata yang digunakan untuk menyebut kebangsaan Inggris mungkin saja merupakan turunan dari kata Latin Saxones.
Kata Sassenach (ejaan lama: Sassanich atau Sassenagh) dalam bahasa Inggris diserap dari istilah Sasunnach dalam bahasa Gael Skotlandia, yang mula-mula digunakan oleh orang Gael untuk menyebut penduduk daerah dataran rendah Skotlandia, baik penutur bahasa Inggris maupun penutur bahasa Skots. Pada abad ke-20, bahasa Skots-Inggris cenderung menggunakannya sebagai istilah ejekan atau gurauan bagi orang Inggris.[73][74]
Sasanach, kata yang digunakan untuk menyebut orang Inggris dalam bahasa Gael Irlandia (Sasana dalam bahasa Gael Irlandia berarti negeri Inggris), juga merupakan turunan dari kata Latin Saxones, demikian pula kata-kata dalam bahasa Wales yang digunakan untuk menyebut orang Inggris (Sais, jamakː Saeson), bahasa Inggris (Saesneg) dan hal-hal yang bersifat Inggris pada umumnya (Seisnig).
Sawsnek, istilah dalam bahasa Kernowek untuk orang Inggris, juga sama asal-usulnya. Pada abad ke-16 para penutur bahasa Kernowek menggunakan frasa Meea navidna cowza sawzneck untuk berpura-pura tidak bisa berbahasa Inggris.[75] Dalam bahasa Kernowek, Sowsnek berarti bahasa Inggris, dan Pow Sows (negeri orang Saksen) berarti negeri Inggris. Istilah-istilah tersebut mirip dengan istilah-istilah dalam bahasa Breton yang dituturkan di kawasan barat laut Prancis, yaitu saozon untuk orang Inggris, saozneg untuk bahasa Inggris, dan Bro-saoz untuk negeri Inggris.
Dalam bahasa-bahasa rumpun Romawi
Kata Saksen (Sași dalam bahasa Rumania) juga dijadikan sebutan bagi para perantau dari Jerman yang menetap di kawasan selatan Transilvania pada abad ke-12.[76] Dari Transilvania, sebagian orang Saksen ini bermigrasi ke negeri Tetangga Transilvania, Moldavia. Jejak migrasi mereka tampak jelas pada nama kota Sascut di Rumania saat ini.
Dalam bahasa-bahasa di luar rumpun India-Eropa
Dari abad ke abad, kata Saksen dalam bahasa bahasa Suomi maupun bahasa Esti mengalami pergeseran makna sehingga kini digunakan untuk menyebut seluruh negeri Jerman (Saksa dalam bahasa Suomi, Saksamaa dalam bahasa Esti) maupun orang Jerman (saksalaiset dalam bahasa Suomi, sakslased dalam bahasa Esti). Kata sakset (gunting) dalam bahasa Suomi mencerminkan nama pedang bermata tunggal orang Saksen pada masa lampau, yaitu saks, yang konon adalah cikal bakal dari nama Saksen.[77] Dalam ragam percakapan sehari-hari bahasa Esti, kata saks berarti 'orang kaya'. Sebagai akibat dari Perang Salib Utara, sebagian besar anggota kalangan atas Estonia adalah orang-orang Jerman Baltik, yang diyakini sebagai orang-orang keturunan Saksen, sampai dengan abad ke-20.
Remove ads
Saksen sebagai toponim
Sesudah Adipati Hendrik Singa (lahir tahun 1129, wafat tahun 1195, Adipati Saksen dari tahun 1142 sampai 1180) dilengserkan dan kadipaten kesukuan Saksen dipecah menjadi banyak praja baru, nama Saksen beralih menjadi sebutan bagi pecahan-pecahan Kadipaten Saksen yang dikuasai keluarga menak Askanier, pewaris gelar Adipati Saksen. Pengalihgunaan nama Saksen inilah inilah yang kemudian hari memunculkan nama Saksen Hulu dan Saksen Hilir. Nama Saksen Hulu muncul sebagai sebutan bagi wilayah kekuasaan keluarga menak Wettin yang juga mencakup daerah yang didiami suku Slav Polabi, untuk membedakannya dari daerah yang didiami suku Saksen, yang belakangan disebut Saksen Hilir. Lama-kelamaan negeri Saksen Hulu menjadi lumrah disebut negeri Saksen, dan dengan demikian mencatut nama yang dulu melekat pada lokasi geografis yang lain. Wilayah Saksen Hulu dewasa ini termasuk dalam lingkup mandala budaya Jerman Tengah, tepatnya di bagian timur wilayah negara Republik Federal Jerman (wilayah Saksen Hulu mencakup wilayah negara bagian Saksen dan sebagian wilayah negara bagian Saksen-Anhalt sekarang ini).
Remove ads
Catatan kaki
Rujukan
Pranala luar
Wikiwand - on
Seamless Wikipedia browsing. On steroids.
Remove ads
