Top Qs
Timeline
Obrolan
Perspektif
Sakat
gaul internet untuk seseorang yang sengaja menghasut online Dari Wikipedia, ensiklopedia bebas
Remove ads
Sakat[1] atau troll mengacu pada orang yang mengirim pesan (atau juga pesan itu sendiri) di Internet dengan tujuan untuk membangkitkan tanggapan emosional atau kemarahan dari pengguna lainnya. Istilah ini diturunkan dari frasa "sakat untuk pemula" dan trolling for fish, yang pertama kali muncul di Usenet. Istilah ini juga sering disalahgunakan untuk memojokkan lawan diskusi dalam debat-debat panas dan sering juga disalahterapkan untuk mereka yang tidak peduli terhadap etika.

Sakat sering dideskripsikan sebagai versi online dari eksperimen pelanggaran, dimana batas-batas sosial dan aturan etiket diabaikan. Mereka yang mengaku sebagai unggah sulut sering memosisikan diri sebagai Devil's Advocate, gadflies atau culture jammers, untuk menantang pendapat umum atau asumsi umum dari forum yang mereka ikuti, dengan tujuan untuk mengalihkan atau mengenalkan cara berpikir yang baru.
Sakat sering digambarkan sebagai orang yang berada di lingkungan yang salah. Namun hal ini sering diakibatkan karena kesalahan atribusi mendasar, karena sering kali tidak mungkin untuk mengetahui identitas sebenarnya dari individual yang mengikuti debat daring. Mengingat umumnya troll yang serius sebenarnya 'mengetahui' batas-batas sosial, maka sulit untuk memosisikan mereka sebagai orang yang berada di lingkungan yang salah, karena sebenarnya mereka sangat fasih terhadap tujuan-tujuannya.
Remove ads
Riset dan studi: penyakatan sebagai pengalihan identitas
Ringkasan
Perspektif
Sejarah Awal
Sebelum adanya pengarsipan Usenet oleh DejaNews, catatan tentang trolling tidak begitu jelas, karena sedikitnya bukti yang dapat dipelajari. Baru setelah ini, semua arsip diskusi di Usenet dapat dipelajari oleh para peneliti. Kasus yang paling awal, kemungkinan adalah debat AlexAndJoan (1982-1983) di forum CompuServe. Van Gelder, wartawan dari majalah Ms. mendokumentasikan kejadian tersebut dalam artikelnya pada tahun 1996. Alex (yang dalam kehidupan nyatanya adalah seorang psikiater yahudi berusia 50-an yang pemalu dari New York) berpura-pura sebagai wanita yang sangat bombastik, anti-agama, menggunakan kursi roda dan bisu yang bernama Joan "dalam rangka untuk berhubungan yang lebih baik kepada pasien wanitanya". Hal ini berlangsung selama dua tahun, dan "Joan" menjadi sebuah karakter yang sangat detail dengan berbagai hubungan emosional dengan user lainnya. Kemudian menjadi berantakan saat "Joan" menghubungkan salah satu kawan onlinenya untuk terlibat affair dengan Alex.
- "Even those who barely knew Joan felt implicated—and somehow betrayed—by Alex's deception. Many of us on-line like to believe that we're a utopian community of the future, and Alex's experiment proved to us all that technology is no shield against deceit. We lost our innocence, if not our faith." (Van Gelder, 1996, p.534)
Fenomena trolling pertama kali dikenal pada komunitas daring awal seperti Usenet dan forum diskusi pada 1980-an dan 1990-an. Istilah “troll” pada masa itu digunakan untuk menggambarkan praktik “memancing” pengguna lain agar memberikan respons dengan topik yang menyesatkan atau mengganggu. Struktur komunikasi anonim dan tanpa tatap muka di internet memfasilitasi perilaku ini. Seiring berkembangnya media sosial global seperti Facebook, Twitter (kini X), dan TikTok, trolling semakin meluas dengan variasi bentuk, dari humor sinis hingga kampanye politik terorganisasi.
Trolling pada 1990-an
Referensi awal tentang trolling di Google Usenet archive adalah oleh Mark Miller kepada user lain yang bernama Tad, (1990, February 8) :
- "You are so far beyond being able to understand anything anyone here says that this is just converging on uselessness. The really sad part is that you really believe that you're winning. You are a shocking waste of natural resources - kindly re-integrate yourself into the food-chain...you mindless flatulent troll."
Pada awal 1990-an, frasa "trolling for newbies" menjadi populer di grup Usenet alt.folklore.urban, dimana penggunaannya sedikit berbeda dengan penggunaan istilah tersebut saat ini; saat itu, istilah ini digunakan sebagai 'inside-joke', biasanya berisi pertanyaan-pertanyaan atau subjek yang sudah sangat usang sehingga cuma user baru yang menanggapinya secara jujur. Ada lagi yang mengembangkan istilah tersebut untuk mengacu kepada praktik memainkan peran sebagai orang yang sangat kurang informasi atau salah arah, bahkan dalam newsgroup dimana orang tersebut bukan merupakan pengikut aktif, namun sering ditekankan bahwa hal ini hanya mengacu pada usaha-usaha yang dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu, bukan hanya provokasi sederhana biasa. Dalam konteks ini, istilah troll biasanya mengacu pada aksinya, bukan pelakunya.
Dalam literatur yang lebih serius, praktik trolling pertama kali didokumentasikan oleh Judith Donath (1999), yang menggunakan beberapa contoh anekdot dari berbagai newsgroup Usenet dalam diskusinya. Paper Donath memaparkan keambiguan identitas dalam "virtual community" Diarsipkan 2005-03-10 di Wayback Machine.:
- "In the physical world there is an inherent unity to the self, for the body provides a compelling and convenient definition of identity. The norm is: one body, one identity. ... The virtual world is different. It is composed of information rather than matter."
Donath memberikan ringkasan tentang pengalihan identitas:
- "Trolling is a game about identity deception, albeit one that is played without the consent of most of the players. The troll attempts to pass as a legitimate participant, sharing the group's common interests and concerns; the newsgroups members, if they are cognizant of trolls and other identity deceptions, attempt to both distinguish real from trolling postings and, upon judging a poster a troll, make the offending poster leave the group. Their success at the former depends on how well they—and the troll—understand identity cues; their success at the latter depends on whether the troll's enjoyment is sufficiently diminished or outweighed by the costs imposed by the group.
- "Trolls can be costly in several ways. A troll can disrupt the discussion on a newsgroup, disseminate bad advice, and damage the feeling of trust in the newsgroup community. Furthermore, in a group that has become sensitized to trolling—where the rate of deception is high—many honestly naïve questions may be quickly rejected as trollings. This can be quite off-putting to the new user who upon venturing a first posting is immediately bombarded with angry accusations. Even if the accusation is unfounded, being branded a troll is quite damaging to one's online reputation." (Donath, 1999, p. 45) Diarsipkan 2005-03-10 di Wayback Machine.
Remove ads
Penggunaan
Menyebut seseorang sebagai troll berarti membuat asumsi tentang motif penulis yang sesungguhnya tidak mungkin ditentukan, sementara menyebutkan sebuah posting sebagai troll berarti menggambarkan penerimaan terhadap suatu posting tanpa membuat asumsi tentang motifnya. Ringkasnya, baik si penulis maupun hasil tulisannya, sering disebut sebagai troll jika isinya membangkitkan kemarahan orang lain.
Istilah troll adalah sangat subyektif, beberapa posting akan terlihat sebagai trolling oleh sebagian orang, sementara oleh orang lainnya dianggap sebagai kontribusi yang berarti. Contohnya, troll dapat memainkan Devil's advocate dengan cara menyatakan opini konservatif di forum yang liberal. Tingkah laku yang dapat dianggap sebagai luapan emosional dalam satu lingkungan juga sering disebut sebagai troll.
Troll juga sering digunakan untuk mendiskreditkan posisi yang berseberangan dalam suatu argumen. Hal ini dapat menghasilkan argumentasi ad hominem; seorang troll yang memeng berniat mungkin dapat mempertahankan posisi kontroversial hanya karena ia telah berhasil menantang opini yang dianggap umum.
Remove ads
Hubungan Trolling dan Psikologi
Ringkasan
Perspektif
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa perilaku trolling memiliki hubungan erat dengan sifat kepribadian gelap, khususnya sadisme dan psikopati, yang termasuk dalam kategori Dark Tetrad. Misalnya, penelitian oleh Buckels dkk. (2014) menemukan bahwa “trolling berkorelasi positif dengan sadisme dan psikopati.”[2] Hasil yang sejalan juga ditunjukkan oleh Craker (2016) yang menyatakan bahwa “sifat psikopati dan sadisme memprediksi perilaku trolling di Facebook®” (). Selain itu, Navarro-Carrillo (2021) menegaskan bahwa trolling berhubungan kuat dengan faktor kepribadian seperti psikopati, sadisme, dan Machiavellianisme.[3][4] Dari sini terlihat bahwa troll sering mendapatkan kesenangan, atau bahkan kepuasan pribadi, dari penderitaan orang lain (everyday sadism), sehingga sadisme dan psikopati dapat dianggap sebagai prediktor paling kuat dari perilaku trolling.
Dari sisi motivasi psikologis, perilaku trolling biasanya dilandasi oleh dorongan untuk mencari hiburan, kebutuhan dominasi, serta keinginan mengendalikan reaksi emosional orang lain. March (2019) menyebutkan bahwa “psikopati primer, sadisme langsung, sadisme tidak langsung, dan potensi sosial negatif semuanya merupakan prediktor positif signifikan dari perilaku trolling di internet."[5] Artinya, banyak troll yang melakukannya bukan hanya karena iseng, tetapi juga untuk menikmati dampak emosional negatif yang mereka timbulkan, sekaligus mengontrol suasana percakapan daring demi kepuasan pribadi.
Faktor situasional turut memperkuat fenomena ini, terutama anonimitas internet yang membuat pelaku merasa lebih bebas untuk melanggar norma sosial dan moral. Kondisi ini membuka jalan bagi perilaku agresif yang sulit mereka lakukan di dunia nyata. Furian dkk. (2023) menambahkan bahwa laki-laki cenderung lebih sering melakukan trolling dibanding perempuan, dengan psikopati, sadisme, dan narsisisme sebagai prediktor positif utama.[6] Dengan demikian, anonimitas, peluang untuk menggunakan humor gelap tanpa konsekuensi langsung, serta kebutuhan akan dominasi psikologis menjadikan trolling bukan hanya perilaku individual, tetapi juga fenomena yang dipengaruhi faktor konteks dan perbedaan gender.
Remove ads
Dampak
Ringkasan
Perspektif
Aksi internet trolling merupakan perilaku antisosial daring yang memiliki dampak merusak pada lingkungan komunikasi dan psikologis, yang meluas hingga ke ranah sosial, politik, dan operasional platform. Dampak psikologis pada tingkat individu sangat signifikan, di mana korban dapat mengalami stres, kecemasan, depresi, hingga kehilangan rasa aman dalam berinteraksi di ruang daring. Dampak ini diperkuat oleh fakta bahwa pengalaman menjadi korban trolling dapat menimbulkan dampak psikologis yang signifikan (March, McDonald, & Forsyth, 2024)[7]. Pada tingkat komunitas daring, dampak paling jelas terlihat dalam disrupsi dan polarisasi diskusi online. Strategi respons asimetris yang menyerupai trolling (seperti mengabaikan atau merespons tidak relevan) secara efektif dapat mengalihkan percakapan dari topik utama dan memperpanjang diskusi yang sia-sia (futile conversations) (Paakki, Vepsäläinen, & Salovaara, 2021).[8] Secara sosial, hal ini merusak kualitas diskusi publik, menimbulkan polarisasi yang lebih besar, serta mengurangi partisipasi, terutama dari kelompok yang rentan. Sementara itu, dampak politik juga tidak kalah signifikan, karena trolling dapat menjadi sarana penyebaran misinformasi, memperkuat polarisasi ideologis, serta mengikis kepercayaan publik terhadap institusi demokrasi. Secara umum, individu dengan sifat kepribadian gelap seperti Sadisme dan Machiavellianisme lebih cenderung terlibat dalam gaya komentar yang sifatnya jahat (malicious posting) (Johansson & Kajonius, 2020)[9], memperburuk suasana daring. Terakhir, platform digital turut merasakan beban yang besar, sebab perusahaan media sosial harus mengalokasikan sumber daya untuk moderasi konten demi mengelola perilaku merusak ini.
Remove ads
Resolusi dan alternatif
Ringkasan
Perspektif
Secara umum, sebaiknya menyarankan user untuk menghindari memberi makan troll, atau menghindari godaan untuk merespon. Menanggapi sebuah troll akhirnya membawa diskusi keluar topik, dan memberikan troll dengan perhatian terhadap tujuan utamanya. Ketika pemburu troll berhadapan dengan para troll, biasanya yang mengabaikan menjawabnya dengan "YHBT. YHL. HAND.", atau "You have been trolled. You have lost. Have a nice day." Namun, mengingat para pemburu troll (seperti troll juga) adalah sering merupakan tukang cari konflik, yang rugi sesungguhnya bukanlah para pemburu troll, melainkan pengguna forum lainnya yang menginginkan tidak ada konflik sama sekali.
Literatur mengenai resolusi konflik menyarankan bahwa memberi label troll kepada peserta dalam diskusi Internet justru dapat memperpanjang kelakuan yang tidak diinginkan. Seseorang yang ditolak oleh kelompok sosial, baik secara online maupun "IRL", sering kemudian mengambil peran antagonistik terhadapnya, dan tetap mencari cara lain untuk mengganggu atau membangkitkan kemarahan anggota grup itu. Label "troll", yang sering dianggap sebagai simbol penolakan sosial, dengan demikian dapat memperpanjang aksi trolling.
Hasil yang lebih baik umumnya diraih jika pengguna mengambil peran moderator dan menunjukkan kelakuan yang lebih konstruktif dengan cara tidak menghakimi dan tidak konfrontasional. Troll menjadi bersemangat kepada pemburu troll, dan menjadi frustasi dengan adanya ignorers, dan kedua emosi ini tidak menghasilkan hasil yang bermanfaat kepada forum. Terlibat dalam troll menghasilkan "flame wars". Troll yang frustasi oleh "strategi abai" dapat kemudian meninggalkan forum, atau dapat menjadi lebih 'membakar' hingga mereka mendapat respon.
Remove ads
Referensi
Pranala luar
Wikiwand - on
Seamless Wikipedia browsing. On steroids.
Remove ads
