Sunan Nata Alam
Sultan Kerajaan Banjar / From Wikipedia, the free encyclopedia
Pangeran Nata[8] atau Nata Negara / Nata Dilaga[9][10] bergelar Sultan Tamhidillah atau Sulthan Tahmidillah[11] (tepatnya Tahhmid Illah II)[12] atau Wira Nata[13] atau Panembahan Ratoe[14] atau Susunan Sultan Sulaiman Saidullah (ke-1) atau Sunan Nata Alam atau Panembahan Batoe[15][16][17] adalah mangkubumi dan Wali Sultan Banjar tahun 1761-1801.[3][18] atau 1778-1808.[19][20]
Kebawah Duli Yang Maha Mulia Paduka Panembahan Batuah Sunan Nata Alam-Sultan Tahmidillah [1] | |
---|---|
SULTAN BANJAR X
1. Pangeran Nata Dilaga | |
Berkuasa | Pangeran Nata Mangkoe Boemi1761-1801[3] |
Pendahulu | Sultan Muhammadillah |
Penerus | Sultan Sulaiman |
Sultan | Lihat daftar |
Kelahiran | Pangeran Nata Dilaga[4] |
Kematian | 1808 Kesultanan Banjar Banjar[5][6] |
Pemakaman | |
Wangsa | Dinasti Banjarmasin |
Ayah | Sultan Tamjidillah I |
Anak | 1. ♂ Pengeran Ratu Sultan Soleman (anak dengan Ratu Lawiyah binti Sultan Mohammad Alieuddin Aminullah Muhammad dari Banjar bin Sulthan Chamiedoela /Chamidullah /Hamidullah Hamidullah dari Banjar)[7] 2. ♂ Ratu Anum Mangku Dilaga/Pangeran Mangkubumi Sukma Dilaga Ratu Anom Ismail Pangeran Ismael - (Pangeran Asmail)death: 1833 (anak dengan Ratu Lawiyah binti Sultan Mohammad Alieuddin Aminullah Muhammad dari Banjar bin Sulthan Chamiedoela /Chamidullah /Hamidullah Hamidullah dari Banjar)[7] 3. ♀ Ratu Siti Air Mas (anak dengan Ratu Lawiyah binti Sultan Mohammad Alieuddin Aminullah Muhammad dari Banjar bin Sulthan Chamiedoela /Chamidullah /Hamidullah Hamidullah dari Banjar)[7] 4. ♀ Ratu Maimunah diperistri Pangeran Said Zein bin Umar Bahasyim (anak dengan Ratu Lawiyah binti Sultan Mohammad Alieuddin Aminullah Muhammad dari Banjar bin Sulthan Chamiedoela /Chamidullah /Hamidullah Hamidullah dari Banjar)[7] 6. ♂ Pangeran Nata (anak dengan Ratu Lawiyah binti Sultan Mohammad Alieuddin Aminullah Muhammad dari Banjar bin Sulthan Chamiedoela /Chamidullah /Hamidullah Hamidullah dari Banjar)[7] |
Agama | Islam Sunni |
Pangeran / raja ini menyebut dirinya Soesoehoenan Natahahalam; tetapi telah mendedikasikan pemerintah untuk putra tertuanya, di bawah pengawasannya, dengan nama Sulthan Sleeman Schahidullach. Istana yang dulunya bertempat tinggal di Caijoe-tangie, telah dibubarkan sejak tahun 1771, menjadi Marthapora: tempat kaum Sulthon membangun kota besar dan menggali sungai yang sangat lebar, terbagi menjadi dua bagian: dan juga nama dari Marthapoera di Boemie Kintjana, diubah.[21][22]
Ia kemudian memberi gelar kepada putera sulungnya Pangeran ratu Sultan Soleman menjadi Sulthan Sleeman Schahidullach / Sultan Sulaiman Saidullah (ke-2) dan ia sendiri selanjutnya bergelar sunan yang dianggapnya sebagai gelar yang lebih tinggi sehingga menjadi Sunan Sulaiman Saidullah dan juga menyebut dirinya Sunan Nata Alam
Semula ia menjadi mangkubuminya Sultan Muhammad (3 Agustus s]1759-16 Januari 1761), dengan sebutan Pangeran Nata Mangkubumi. Sejak mangkatnya Sultan Muhammad pada tahun 1761, ia menjadi Wali anak-anak almarhum Sultan Muhammad dengan gelar Panembahan Kaharoeddin Haliloellah (EYD: Panembahan Kaharuddin Halilullah).[23][24] Pada tahun 1762 ia naik tahta dengan gelar Sultan Akamuddin Saidullah (mulai Oktober 1762).[24] Ia menggantikan Sultan Muhammad yang mangkat karena sakit paru-paru yang dideritanya sejal awal pemerintahnya (1759) dengan meninggalkan putera-puteri yang masih kecil. Atas perintah Dewan Mahkota tahun 1762 saudaranya yang bernama Pangeran Prabujaya dilantik menjadi mangkubumi (kepala pemerintahan).[25] Sejak tahun 1767 ia melantik puteranya yang masih berusia 6 tahun sebagai Sultan dengan gelar Sultan Sulaiman yang dianggap sebagai pewaris Puteri Lawiyah binti Sultan Tahmidubillah (Muhammadillah). Jadi Sunan Nata Alam atau Tahmidillah 2 merupakan ipar (zwager) Sultan Muhammad Aliuddin Aminullah.[26][27]
Sultan Sulaiman lahir pada tahun 1761 yang merupakan tahun mangkatnya Sultan Muhammad Aminullah.
Ia juga dikenal dengan nama Sultan Tamhidillah atau Tahmidillah II yang merupakan paduan dari kata Tahmid dan Allah, secara harafiah Tahmid berarti keadaan menyampaikan pujian atau rasa syukur berkali-kali (kepada Allah).[28] Sultan Tahmidillah II menikah dengan Puteri Lawiyah, anak Sultan Tahmidubillah/Sultan Muhammadillah. Sebagai legitimasi, maka dalam silsilah raja-raja Banjar menarik garis keturunan pewaris tahta dari Puteri Lawiyah binti Sultan Tahmidubillah/Sultan Muhammad, dan bukan dari garis keturunan Sultan Tamjidillah I. Sultan Tamjidillah I merupakan mangkubumi Sultan Kuning (ayahanda Sultan Muhammad). Sultan Tamjidillah I atau Sultan Tamjidullah I adalah ayahanda Sultan Tamhidillah /Sultan Tahmidillah II
Sultan ini banyak memiliki gelar-gelar seperti Panembahan (= raja kecil), Sultan dan Sunan. Sunan Nata Alam atau Susuhunan Nata Alam adalah gelar yang digunakannya sejak tahun 1772. Ia juga menggunakan gelar Sunan Soleman Sa'idallah (Sunan Sulaiman Saidullah), sedangkan puteranya memakai gelar Sultan Soleman Sa'idallah (Sultan Sulaiman Saidullah), karena persamaan nama tersebut ia disebut Sulaiman Saidullah I, sedangkan puteranya Sulaiman Saidullah II. Perbedaanya terletak pada kata Sunan dan Sultan.
Pada masa pemerintahannya pada Bulan Ramadhan 1186 H bertepatan 1772 M, tibalah ulama Banjar Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari setelah 30 tahun menuntut ilmu di Makkah.
Menurut Arsip Nasional Republik Indonesia, korespondensi antara Raja Banjar Sunan Nata Alam kepada VOC-Belanda terjadi sejak tanggal 16 Juni 1771 sampai 11 Juli 1786.[29]