Konflik Irlandia Utara
konflik di Irlandia Utara dari 1960an hingga 1990an / From Wikipedia, the free encyclopedia
Konflik Irlandia Utara (yang dalam bahasa Inggris dijuluki The Troubles dan Na Trioblóidí dalam bahasa Irlandia, arti harfiah "Masalah"), adalah sebuah konflik etno-nasionalis[12][13][14][15] di Irlandia Utara selama akhir abad ke-20. Konflik ini dikenal secara internasional sebagai konflik Irlandia Utara,[16][17][18][19][20] kadang-kadang digambarkan sebagai "perang gerilya" atau "perang bertingkat rendah".[21][22][23] Konflik ini dimulai pada akhir tahun 1960-an dan secara luas dianggap telah berakhir melalui Perjanjian Jumat Agung pada tahun 1998.[3][24][25][26][27] Meskipun pada umumnya konflik ini terjadi di Irlandia Utara, kekerasan juga meluas ke beberapa bagian di Republik Irlandia, Inggris, dan daratan Eropa.
| ||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Konflik ini pada dasarnya bersifat politis dan nasionalistik, dan didorong oleh peristiwa sejarah.[28] Konflik ini juga memiliki dimensi etnis atau sektarian,[29] meski bukan konflik antar agama.[12][30] Salah satu isu utama adalah status konstitusional Irlandia Utara. Pihak Unionis/loyalis, yang mayoritas beragama Protestan dan memiliki kewarganegaraan Britania Raya (bersama dengan yang lainnya dari Irlandia Utara), ingin Irlandia Utara tetap berada di bawah Britania Raya. Di pihak lain, kaum Nasionalis Irlandia/republiken, yang kebanyakan orang Katolik, ingin Irlandia Utara meninggalkan Britania Raya dan bergabung dengan Irlandia Bersatu. Konflik ini dimulai dari sebuah kampanye untuk mengakhiri diskriminasi terhadap kaum nasionalis/Katolik yang minoritas oleh pemerintah Unionis/Protestan dan kepolisian.[31][32] Kampanye protes ini dikecam oleh pemerintah dan disambut dengan kekerasan oleh para loyalis, yang dipandang kaum republiken sebagai kuda pengintai mereka. Meningkatnya kekerasan secara luas, dan konflik antara pemuda nasionalis dan polisi, akhirnya menyebabkan pengerahan tentara Britania Raya. Meski pada awalnya disambut oleh warga Katolik, tentara secara bertahap dianggap menjadi semakin kasar.[33] Munculnya organisasi paramiliter bersenjata menyebabkan peperangan terus berlanjut selama tiga dekade ke depan.
Pihak-pihak utama yang terlibat dalam konflik ini adalah organisasi paramiliter republik seperti Tentara Republik Irlandia Sementara (IRA) dan Tentara Pembebasan Nasional Irlandia (INLA); paramiliter loyalis seperti Pasukan Sukrelawan Ulster (UVF) dan Asosiasi Pertahanan Ulster (UDA); pasukan keamanan negara Britania Raya —termasuk Angkatan Darat Britania dan Royal Ulster Constabulary (RUC); dan aktivis politik maupun politisi. Pasukan keamanan Republik Irlandia memainkan peran yang lebih kecil. Lebih dari 3.500 orang tewas dalam konflik ini, 52% adalah warga sipil, 32% adalah anggota pasukan keamanan Britania Raya, dan 16% adalah anggota kelompok paramiliter.[7] Telah terjadi kekerasan sporadis sejak Perjanjian Jumat Agung ditandatangani, termasuk sebuah kampanye oleh kaum republiken yang menolak gencatan senjata.[26][34][35]