Top Qs
Timeline
Obrolan
Perspektif

Abdullah bin Amr bin al-Ash

Sahabat Nabi Muhammad Dari Wikipedia, ensiklopedia bebas

Remove ads

Abdullah bin Amr bin al-Ash (bahasa Arab: عبد الله بن عمرو بن العاص) atau Abdullah bin Amr, (meninggal 684 M / 65 H), putra Amr bin al-Ash dari Banu Sahm adalah sahabat nabi Islam Muhammad . Dia adalah penulis "As-Shahifah as-Shadiqah" (bahasa Arab: الصحيفة الصادقة ), Dokumen kompilasi hadits pertama yang diketahui yang mencatat sekitar seribu riwayat Nabi Muhammad.[2][3]

Fakta Singkat Gubernur Mesir, Penguasa monarki ...
Remove ads

Biografi

Ringkasan
Perspektif

Ia lahir saat Nabi tengah berdakwah di Makkah dan ia memeluk Islam pada tahun 7 H (ca628 M) setahun sebelum ayahnya, Amru bin al-Ash, di usia 17 tahun. Nama aslinya Al-Ash kemudian diganti Abdullah oleh Nabi Muhammad saat ia masuk Islam.[4] Ibu Abdullah bernama Raithah binti Munabbih bin Al-Hajjaj bin Amir bin Hudzaifah bin Sa'ad bin Sahm.[5] Nabi biasa menunjukkan preferensi kepada Abdullah bin Amr karena ilmunya. Dia adalah salah satu sahabat pertama yang menulis hadis, sejumlah 700 hadits disandarkan padanya,[6] setelah mendapat izin dari Muhammad untuk melakukannya.[4]

Terjadi dialog antara Muhammad dan Abdullah terkait kemampuannya membaca kitab al-Quran :

Dari Abu Burdah dari Abdullah ibn Amr bahwa ia bertanya kepada Muhammad,

“Wahai Rasulullah, berapa lama (sebaiknya) aku membaca Al-Quran?”

Rasul menjawab, “Khatamkan dalam waktu satu bulan.”

“Aku mampu lebih dari itu.”

Khatamkan dalam waktu 20 hari.”

Aku mampu lebih baik dari itu.

Khatamkan dalam waktu 15 hari.”

Aku mampu lebih baik dari itu.”

Khatamkan dalam waktu 10 hari.”

Aku mampu lebih baik dari itu.”

Khatamkan dalam waktu lima hari.

Sebenarnya aku mampu lebih baik dari itu,” tetapi Rasulullah saw. tidak memberi keringanan lagi kepadaku."[7]

Thumb
Abdullah bin Amru bin Ash

Abdullah mengikuti beberapa pertempuran bersama Muhammad.[4] Ia dinikahkan bapaknya dengan wanita Quraisy namun belum menyentuhnya beberapa malam karena fokus ibadah malam, hingga ditegur Nabi Muhammad,"Barangsiapa membenci sunnahku (menikah), maka ia bukan golonganku."[6]

Pada awal masa Khalifah Utsman, Ibnu Amru mengikuti kampanye penaklukkan wilayah Persia hingga ke wilayah Tabaristan dipimpin Said bin al-Ash tahun 651 M.[8]

Saat konflik Ali dengan Muawiyah, ia berpartisipasi dalam Pertempuran Shiffin karena ia diwajibkan untuk mengikuti ayahnya yang berada di pihak Muawiyah.[4] Abdullah memimpin sayap kanan pasukan,[6] meskipun dia tidak ambil bagian dalam pertempuran yang sebenarnya.[4] Ia diriwayatkan telah menyesali keikutsertaannya dalam pertempuran.[4] Hal itu dijelaskannya saat selesai pertempuran dimana datang beberapa orang yang mengaku membunuh Ammar bin Yasir, sahabat Nabi yang mendukung Ali, kemudian Ibnu Amru mengingatkan perkataan Nabi Muhammad bahwa pembunuh Ammar adalah kelompok yang sesat, lantas Muawiyah bertanya mengapa Ibnu Amru berada disisinya, ia menjawab karena diperintahkan Nabi untuk mentaati ayahnya, Amru bin Ash selagi masih hidup.[6]

"Aku berharap mati 10 tahun sebelum terjadi Pertempuran Shiffin, aku sama sekali tidak menebaskan pedangku dan melepaskan panah untuk kaum muslimin," Ucap Ibnu Amru.[6]

Abdullah menggantikan ayahnya, Amr sebagai gubernur Mesir selama beberapa pekan pada awal 664 sebelum Muawiyah, yang telah menjadi khalifah pada tahun 661, menunjuk saudaranya sendiri Utbah bin Abi Sufyan untuk jabatan tersebut.[9] Abdullah juga mewarisi sebagian kekayaan dari bapaknya Amru dan pernah membagikan seratus unta bagi penduduk Madinah.[6] Ibnu Amru memiliki kebun di Thoif yang ia buatkan anjang (merapikan tebing lereng) dengan biaya 1 juta dirham[6] (sekitar 4 miliar rupiah). Dialah sahabat yang dikenal dalam cerita saat menguntit sahabat lain tiga malam yang dikatakan ahli surga oleh Nabi Muhammad.

Pada masa Khalifah Muawiyah, Abdullan bin Amru menunaikan haji dengan 300 unta rombongannya terdiri dari kerabat dan budaknya. Ia berhaji dengan menggunakan 2 jubah dan sorban, terlihat rambut dan janggutnya telah memutih.[6] Ia turut menyaksikan dan menangis atas diserangnya Masjidil haram hingga terbakar oleh pasukan Hushain bin Numair[6] karena konflik politik antara Yazid bin Muawiyah dan Abdullah bin Zubair.

Remove ads

Kematian

Abdullah bin Amr mengalami kebutaan di usia tua dan meninggal pada tahun 63 H / 684 M di usia lebih 70 tahun dimasa Yazid bin Muawiyah.[10][7]

Penilaian

Abu Hurairah pernah berkata bahwa Abdullah bin Amr lebih berpengetahuan darinya.[11][12]

Karyanya As-Shahifah as-Shadiqah tetap ada di keluarganya dan digunakan oleh cucunya Amr bin Syuaib. Ahmad ibn Hanbal memasukkan seluruh karya Abdullah bin Amr dalam bukunya Musnad Ahmad ibn Hanbal yang sangat banyak sehingga menggantikan akan hilangnya As-Shahifah as-Shadiqah yang ditulis pada zaman Muhammad.[12]

Keturunan

Abdullah mempunyai anak yang bernama Muhammad dari ibunya yang tidak disebutkan namanya putri dari Mahmiyah bin Jaz'i az-Zubaidi. Muhammad mempunyai anak yang bernama Syuaib dan ibunya adalah ummu walad. Syuaib memiliki anak yang bernama Amr bin Syuaib seorang perawi hadis dari ibunya yang bernama Habibah binti Murrah bin Amr, dan nama lengkapnya adalah Amr bin Syuaib bin Muhammad bin Abdullah bin Amr bin al-Ash.[13] Abdullah bin Amr memiliki putri yang bernama Ummu Abdullah binti Abdullah menikah dengan Abdul Aziz bin Marwan. Ia melahirkan dua putra Abdul Aziz yang bernama Sahl dan Suhail serta dua putri yang bernama Sahla dan Ummul Hakam.[14][15][16]

Remove ads

Referensi

Sumber

Loading related searches...

Wikiwand - on

Seamless Wikipedia browsing. On steroids.

Remove ads