Top Qs
Timeline
Obrolan
Perspektif
Bidar
Dari Wikipedia, ensiklopedia bebas
Remove ads
Bidar adalah perahu cepat yang digunakan untuk perlombaan. Jenis perahu ini biasanya dimunculkan dalam momen-momen khusus seperti upacara adat, perayaan Hari Kemerdekaan, dan lain-lain.[1] Lomba perahu bidar dilaksanakan dengan cara mendayung perahu secara cepat. Seni dayung yang berasal dari Palembang ini sudah ada sejak zaman dahulu dan masih dilestarikan hingga sekarang. Lomba ini biasanya dilaksanakan di Sungai Musi, tepatnya di Dermaga Ferry sampai ke depan Benteng Kuto Besak.[1] Perahu bidar memiliki panjang sekitar 24–30 m, lebar 75–100 cm dan tinggi 60–100 cm.[1]
Remove ads
Sejarah
Ringkasan
Perspektif

Sejarah mengenai bidar bermula sejak tahun 1898, tepatnya ketika bulan agustus, perlombaan perahu bidar alias perahu cepat tradisional bertenaga dayung.[2] Dahulu Kota Palembang di kelilingi 108 anak sungai dengan Sungai Musi sebagai induknya. Untuk menjaga keamanan wilayah diperlukan sebuah perahu yang larinya cepat. Kesultanan Palembang lalu membentuk patroli sungai dengan menggunakan perahu.[3]
Namun versi legenda sedikit berbeda. Secara bahasa, bidar merupakan singkatan dari biduk lancar. Konon lomba ini diadakan pada zaman Putri Dayang Merindu, gadis cantik yang tinggal di bagian hulu kota Palembang pada ratusan tahun silam. Putri Dayung Merindu berasal dari keluarga kaya raya. Ia mempunyai anak laki-laki bernama Dewa Jaya dan seorang kekasih bernama Kemala Negara. Suatu hari, diadakan perlombaan bidar di lingkungan tempat tinggal Putri Dayung Merindu. Ada dua pemuda yang ikut dalam perlombaan tersebut, yakni Dewa Jaya yang merupakan putranya dan Kemala Negara yang merupakan kekasihnya. Perlombaan bidar diadakan untuk membuktikan rasa cinta kedua pemuda kepada Putri Dayung. Namun sayang, perlombaan berakhir tragis. Keduanya justru meninggal dunia usai menyelesaikan kompetisi bidar. Putri Dayung Merindu harus kehilangan dua orang yang sangat dicintainya. Sehingga Putri Dayung Merindu pun menancapkan pisau di dadanya. Pisau yang sudah diolesi racun sebelumnya itu membuat ia meregang nyawa. Seluruh penduduk pun menghormati sikap Dayung Merindu yang berlaku adil kepada kedua pemuda tadi. Akhirnya, mereka pun menjadikan perlombaan bidar sebagai tradisi yang harus diadakan setiap tahun.[4]
Remove ads
Lomba Bidar
Ringkasan
Perspektif
Lomba perahu Bidar sudah berlangsung sejak zaman Kesultanan Palembang Darussalam pada tahun 1898. Lomba ini sering disebut wong doeloe dengan sebutan kenceran. Pada saat itu lomba dibuat untuk perayaan ulang tahun Ratu Belanda, yaitu Wilhelmina. Perlombaan ini pun tidak hanya digelar saat memperingati hari ulang tahun ratu, tapi juga pesta yang digelar para pejabat pemerintahan Belanda. Tradisi ini tetap lestari dan diadakan sebagai kebiasaan orang Palembang yang tinggal di aliran sungai Musi pada setiap perayaan penting.[5][6]
Masyarakat menyebut lomba ini dengan nama kenceran atau Festival Perahu Tradisional yang biasanya diadakan saat peringatan hari jadi Kota Palembang setiap 17 Juni dan memperingati Hari Kemerdekaan Republik Indonesia. Perahu yang dilombakan setiap hari jadi Kota Palembang adalah perahu yang memiliki panjang 12,70 meter, tinggi 60 cm, dan lebar 1,2 meter. Jumlah pendayungnya 24 orang, meliputi 22 pendayung 1 tukang timba air dan uniknya memiliki 1 jurangan atau orang yang bertugas untuk bersorak menyemangati pendayung lainnya. Perahu Bidar yang lebih besar biasanya dilombakan pada saat memperingati Hari Kemerdekaan Republik Indonesia. Perahu ini adalah jenis tradisional memiliki panjang 29 meter, tinggi 80 cm, dan lebar 1,5 meter. Jumlah pendayungnya lebih banyak yaitu 57 orang meliputi 55 pendayung, 1 jurangan, dan 1 tukang timba air.[7]
Remove ads
Referensi
Wikiwand - on
Seamless Wikipedia browsing. On steroids.
Remove ads