Top Qs
Timeline
Obrolan
Perspektif
Deisme
kepercayaan kepada Tuhan tanpa wahyu Dari Wikipedia, ensiklopedia bebas
Remove ads
Deisme (berasal dari istilah bahasa Latin, deus, yang berarti "tuhan")[1][2] adalah sebuah posisi filosofis dan teologi rasionalistik[3] yang umumnya menolak wahyu sebagai sumber pengetahuan ilahi. Sebagai suatu posisi teologi, deisme menilai bahwa akal dan pengamatan terhadap dunia secara empiris merupakan satu-satunya cara yang logis, dapat diandalkan, dan cukup untuk menentukan keberadaan Tuhan sebagai pencipta alam semesta.[9] Secara lebih sederhana, Deisme adalah keyakinan akan keberadaan Tuhan—sering kali dipahami sebagai Tuhan yang tidak mempunyai kepribadian dan tidak dapat dijangkau, yang tidak campur tangan terhadap alam semesta setelah Ia menciptakannya.[10] Keyakinan ini sepenuhnya didasarkan pada pemikiran rasional tanpa bergantung pada wahyu atau otoritas keagamaan.[11] Deisme menekankan konsep teologi alamiah, yaitu bahwa keberadaan Tuhan dapat diketahui melalui alam yang rasional.[12]
Sejak abad ke-17 dan selama Era Pencerahan—terutama di Inggris, Prancis, dan Amerika Utara pada abad ke-18—berbagai filsuf dan teolog Barat mulai merumuskan penolakan kritis terhadap berbagai teks agama yang berasal dari beragam agama terorganisir. Sejak saat itu, mereka mulai mengacu pada kebenaran-kebenaran yang dapat dibuktikan melalui akal dan observasi empiris sebagai sumber pengetahuan tentang hal-hal ilahi.[14] Para filsuf dan teolog ini kemudian dikenal sebagai "Deis", dan pandangan filosofis/teologis yang mereka anut disebut "Deisme".[15]
Deisme sebagai sebuah gerakan filsafat dan intelektual mengalami kemunduran pada akhir abad ke-18,[16] namun bangkit kembali pada awal abad ke-19.[17] Beberapa ajarannya kini menjadi bagian dari gerakan intelektual dan spiritual lainnya, seperti Unitarianisme.[18] Deisme terus memiliki pendukung hingga saat ini,[19] dan mempunyai beberapa varian modern seperti deisme Kristen dan pandeisme.
Remove ads
Perkembangan awal
Ringkasan
Perspektif
Zaman kuno
Pemikiran deistik telah ada sejak zaman kuno; akar Deisme dapat ditelusuri kembali ke tradisi filsafat Yunani Kuno.[20] Teolog dan filsuf Kristen abad ke-3, Clement dari Alexandria, secara eksplisit menyebutkan orang-orang yang percaya bahwa Tuhan tidak terlibat dalam urusan manusia. Orang-orang itu dianggapnya menjalani kehidupan yang tidak bermoral.[21] Meskipun demikian, Deisme baru berkembang sebagai sebuah gerakan religio-filosofis setelah Revolusi Ilmiah, yang dimulai pada pertengahan abad ke-16 di Eropa modern awal.[22]
Teologi Islam
Dalam sejarah Islam, salah satu mazhab teologi Islam paling awal yang berkembang adalah Muʿtazilah , yang muncul pada pertengahan abad ke-8.[23][24] Para teolog Muʿtazilah menekankan pentingnya penggunaan akal dan pemikiran rasional, dengan menyatakan bahwa perintah-perintah Tuhan dapat diakses melalui pemikiran dan penyelidikan rasional, dan menegaskan bahwa Al-Quran diciptakan (makhlūq) dan bukan sesuatu yang kekal seperti Tuhan—sebuah pandangan yang kemudian menjadi salah satu isu paling kontroversial dalam sejarah teologi Islam.[23][24]
Pada abad ke-9 hingga ke-10 M, mazhab Ash'arī berkembang sebagai tanggapan terhadap Muʿtazilah. Mazhab ini didirikan oleh cendekiawan dan teolog Muslim abad ke-10, Abū al-Ḥasan al-Ash'arī.[25] Para pengikut Asyʿarīyah tetap mengajarkan pentingnya penggunaan akal dalam memahami Al-Qur'an, tetapi menolak kemungkinan untuk menyimpulkan kebenaran moral semata-mata melalui penalaran rasional.[25] Posisi ini ditentang oleh mazhab Māturīdīyah.[26] Menurut pendirinya, cendekiawan dan teolog Muslim abad ke-10, Abū Manṣūr al-Māturīdī, akal manusia seharusnya dapat mengenali keberadaan Tuhan pencipta (bāriʾ) hanya berdasarkan pemikiran rasional, tanpa bergantung pada wahyu ilahi.[26] Keyakinan ini juga dianut oleh gurunya sekaligus pendahulunya, Abū Ḥanīfa al-Nuʿmān (abad ke-8 M), sedangkan al-Ashʿarī tidak pernah memiliki pandangan seperti itu.[26]
Menurut filsuf Afghanistan-Amerika, Sayed Hassan Hussaini, mazhab-mazhab awal dalam teologi Islam serta pandangan teologis para filsuf Muslim klasik ditandai oleh "karakter Deisme yang kaa dengan sedikit kecenderungan ke arah Teisme".
Asal-usul deisme
Istilah deisme dan teisme sama-sama berasal dari kata yang berarti "Tuhan": istilah Latin deus dan istilah Yunani Kuno theós (θεός).[27] Kata déiste pertama kali muncul dalam bahasa Prancis pada tahun 1563 dalam sebuah risalah teologis yang ditulis oleh teolog Calvinis Swiss yang bernama Pierre Viret.[7] Namun, gagasan tentang Deisme umumnya baru dikenal di Kerajaan Prancis sejak tahun 1690-an ketika Pierre Bayle menerbitkan karya terkenalnya, Dictionnaire Historique et Critique, yang memuat sebuah artikel tentang Viret.[28]
Dalam bahasa Inggris, kata deist dan theist pada awalnya memiliki makna yang sama. Namun, sejak abad ke-17, kedua istilah tersebut mulai mengalami pergeseran makna.[29] Istilah deist dalam pengertiannya yang sekarang pertama kali muncul dalam bahasa Inggris melalui karya Robert Burton, The Anatomy of Melancholy (1621).
Remove ads
Referensi
Pranala luar
Wikiwand - on
Seamless Wikipedia browsing. On steroids.
Remove ads