Top Qs
Timeline
Obrolan
Perspektif

Djuanda Kartawidjaja

pahlawan nasional Indonesia, Perdana Menteri Indonesia ke-11 Dari Wikipedia, ensiklopedia bebas

Djuanda Kartawidjaja
Remove ads

Ir. H. Djuanda Kartawidjaja (EYD: Juanda Kartawijaya; 14 Januari 1911  7 November 1963 ) adalah Perdana Menteri Indonesia ke-11 sekaligus yang terakhir. Ia menjabat dari 9 April 1957 hingga 9 Juli 1959. Setelah itu, ia menjabat sebagai Menteri Keuangan dalam Kabinet Kerja I.

Fakta Singkat Raden, Perdana Menteri Indonesia ke-11 ...

Sumbangannya yang terbesar dalam masa jabatannya adalah Deklarasi Djuanda tahun 1957 yang menyatakan bahwa laut Indonesia adalah termasuk laut sekitar, di antara dan di dalam kepulauan Indonesia menjadi satu kesatuan wilayah NKRI atau dikenal dengan sebutan sebagai negara kepulauan dalam konvensi hukum laut Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut (UNCLOS).[2]

Remove ads

Awal Kehidupan dan Pendidikan

Ringkasan
Perspektif
Thumb
Uang kertas pecahan 50.000 rupiah bergambar Djuanda Kartawidjaja terbitan 2022

Djuanda lahir pada 14 Januari 1911 di Tasikmalaya. Ia merupakan anak pertama pasangan Raden Kartawidjaja dan Nyi Monat.[3] Ayahnya adalah seorang guru di Hollandsch-Inlandsche School (HIS). Pendidikan sekolah dasar diselesaikan di HIS dan kemudian pindah ke Europesche Lagere School (ELS) yang ditamatkannya pada 1924.[3] Selanjutnya, oleh ayahnya ia dimasukkan ke sekolah menengah khusus orang Eropa, yaitu Hoogere Burgerschool te Bandoeng (HBS) Bandung yang saat ini ditempati SMA Negeri 3 Bandung dan SMA Negeri 5 Bandung dan lulus dari sana pada tahun 1929. Pada tahun yang sama, Djuanda masuk ke Technische Hoogeschool te Bandoeng (THS) yang sekarang menjadi Institut Teknologi Bandung (ITB). Djuanda mengambil jurusan teknik pengairan dan jalan (Wegen en Waterbouwkunde) dan lulus tahun 1933 dengan gelar Civil Ingineur.[4]

Semasa mudanya, Djuanda hanya aktif dalam organisasi nonpolitik, di antaranya Paguyuban Pasundan, anggota Muhammadiyah, serta pernah menjadi pimpinan sekolah Muhammadiyah. Karier selanjutnya dijalaninya sebagai pegawai Departemen Pekerjaan Umum Provinsi Jawa Barat, Hindia Belanda sejak tahun 1939.

Djuanda adalah seorang abdi negara dan abdi masyarakat yang patut diteladani. Meniti karier dalam berbagai jabatan pengabdian kepada negara dan bangsa. Djuanda mengawali karier sebagai pengajar di Algemeene Middelbare School Muhammadiyah, sekolah setara SMA, di Jakarta. Ia juga ditawari menjadi asisten dosen di TH Bandung. Selain itu, ia juga memulai keaktifan organisasinya sejak sebelum kemerdekaan di Paguyuban Pasundan pada tahun 1934.[5]

Setelah empat tahun mengajar di SMA Muhammadiyah Jakarta, pada 1937, Djuanda mengabdi dalam dinas pemerintah di Jawaatan Irigasi Jawa Barat. Selain itu, dia juga aktif sebagai anggota Dewan Daerah Jakarta.

Djuanda diangkat sebagai Kepala Djawatan Kereta Api Republik Indonesia di awal kemerdekaan.[4] Djuanda menjadi Menteri Perhubungan Republik Indonesia pada tahun 1946 hingga 1949 dan 1950 hingga 1953. Pada 9 April 1957, ia dipilih sebagai Perdana Menteri Indonesia ke-10 menggantikan Ali Sostroamidjojo.

Dalam Kabinet Karya I setelah Dekrit Presiden 1959, Djuanda ditunjuk sebagai Menteri Pertama merangkap Menteri Keuangan. Ia menjadi pejabat Presiden apabila Sukarno bepergian keluar negeri.[6]

Remove ads

Deklarasi Djuanda

Ringkasan
Perspektif

Deklarasi Djuanda dicetuskan pada tanggal 13 Desember 1957 oleh Perdana Menteri Indonesia pada saat itu, Djuanda Kartawidjaja. Deklarasi ini menyatakan kepada dunia bahwa laut Indonesia adalah termasuk laut sekitar, di antara dan di dalam kepulauan Indonesia menjadi satu kesatuan wilayah NKRI atau dalam konvensi hukum laut United Nations Convention on Law of the Sea (UNCLOS), dikenal sebagai negara kepulauan.

Isi dari Deklarasi Juanda menyatakan beberapa hal berikut.

  1. Bahwa Indonesia menyatakan sebagai negara kepulauan yang mempunyai corak tersendiri.
  2. Bahwa sejak dahulu kala kepulauan nusantara ini sudah merupakan satu kesatuan.
  3. Ketentuan ordonansi 1939 tentang Ordonansi, dapat memecah belah keutuhan wilayah Indonesia.

Adapun tujuan dari lahirnya Deklarasi Djuanda antara lain sebagai berikut.

  1. Untuk mewujudkan bentuk wilayah Kesatuan Republik Indonesia yang utuh dan bulat.
  2. Untuk menentukan batas-batas wilayah NKRI, sesuai dengan azas negara Kepulauan.
  3. Untuk mengatur lalu lintas damai pelayaran yang lebih menjamin keamanan dan keselamatan NKRI.

Prinsip-prinsip dalam Deklarasi Djuanda ini kemudian dikukuhkan dengan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1960, yang isinya sebagai berikut.

  1. Untuk kesatuan bangsa, integritas wilayah, dan kesatuan ekonominya ditarik garis-garis pangkal lurus yang menghubungkan titik-titik terluar dari kepulauan terluar.
  2. Termasuk dasar laut dan tanah bawahnya maupun ruang udara di atasnya dengan segala kekayaan alam yang terkandung di dalamnya.
  3. Jalur laut wilayah laut territorial selebar 12 mil diukur dari garis-garis lurusnya.
  4. Hak lintas damai kapal asing melalui perairan nNusantara (archipelagic water) dijamin tidak merugikan kepentingan negara pantai, baik keamanan maupun ketertibannya.[7]

Pernyataan yang dibacakan oleh Djuanda tersebut menjadi landasan hukum bagi penyusunan rancangan undang-undang yang digunakan untuk menggantikan Territoriale Zee en Maritime Kringen Ordonantie tahun 1939.[8]

Remove ads

Kematian dan warisan

Thumb
Foto makam Djuanda Kartawidjaja di TMP Kalibata, Jakarta

Pada sore hari tanggal 6 November 1963, Djuanda pergi ke sebuah hotel di Jakarta, ditemani oleh istri dan putrinya, untuk berpartisipasi dalam sebuah upacara. Ia tiba-tiba pingsan pada pukul 23.25, dan denyut nadinya berhenti 20 menit kemudian. Dokter pribadinya bergegas ke tempat kejadian dan memberinya pernapasan buatan, tetapi tidak berhasil. Pada tanggal 7 November, pemerintah Indonesia mengumumkan bahwa Djuanda telah meninggal karena serangan jantung. Setelah kematiannya, Djuanda diangkat menjadi tokoh nasional berdasarkan Keputusan Presiden No. 224/1963.

Bandar Udara Internasional Juanda, yang terletak di Surabaya, dinamai sesuai dengan namanya, yang menyarankan pengembangan bandara tersebut. Stasiun kereta api Juanda di Jakarta mengambil nama dari jalan di dekatnya, yang juga dinamai menurut namanya. Ia juga ditampilkan dalam uang kertas rupiah edisi 2016 dan 2022 pecahan Rp50.000.[9]

Tanda Kehormatan[10]

Dalam Negeri

Luar Negeri

Remove ads

Referensi

Pranala luar

Loading related searches...

Wikiwand - on

Seamless Wikipedia browsing. On steroids.

Remove ads