Top Qs
Timeline
Obrolan
Perspektif
Abdurrahman az-Zahir
Dari Wikipedia, ensiklopedia bebas
Remove ads
Abdurrahman Az-Zahir (bahasa Indonesia: Habib Abdoe'r Rahman Alzahier) (1833–1896) adalah seorang pemimpin politik dan pedagang Arab yang memainkan peran kunci dalam Perang Aceh melawan pendudukan Belanda di Aceh. Ia menjabat sebagai Perdana Menteri dan Menteri Luar Negeri di Kesultanan Aceh Darussalam.
![]() | Artikel ini memiliki beberapa masalah. Tolong bantu memperbaikinya atau diskusikan masalah-masalah ini di halaman pembicaraannya. (Pelajari bagaimana dan kapan saat yang tepat untuk menghapus templat pesan ini)
|
Remove ads
Remove ads
Kehidupan Awal dan Pendidikan
- Lahir: Tahun 1833 di Desa Bedqara, Negara Bagian Malabar, India, dari keluarga Hadhrami yang berasal dari Sadah Alawiyyin.
- Silsilah: Garis keturunannya merujuk kepada Sayyid Abdurrahman bin Masyhur bin Abu Bakar Az-Zahir, dari keluarga Syihabuddin Alawiyyin di Hadhramaut.
- Pendidikan:
* Mendapat pendidikan awal di Al-Azhar Mesir, kemudian di Mekkah di bawah bimbingan ulama seperti Ahmad Zaini Dahlan. * Belajar di Kolkata, India, dan mendalami ilmu syariah serta fikih Islam.
Remove ads
Peran di Aceh
Kedatangan ke Aceh
- Tiba tahun 1864 dengan mandat dari Sultan Utsmaniyah, diangkat sebagai ketua mahkamah dan imam Masjid Agung "Baiturrahman" di Banda Aceh.
- Memimpin reformasi sosial dan agama, seperti memberantas judi dan candu opium, serta merestorasi masjid.
Penyatuan Suku dan Pemimpin
- Berhasil memperoleh kepercayaan Sultan Ibrahim Mansur Syah, dan memimpin kampanye militer-diplomatik untuk meredam konflik antar pemimpin Aceh.
- Menyatukan suku-suku di bawah kepemimpinan Sultan muda Mahmud Syah, menggunakan mandat militer untuk menaklukkan pemberontak di wilayah seperti Tjut Bota dan Matangge.
Persiapan Jihad
- Memperingatkan ekspansi Belanda, mengumpulkan dana untuk pembelian senjata dan pembangunan benteng.
- Mengeluarkan fatwa wajib jihad, mendorong perlawanan sebagai "pertahanan Darul Islam".
Remove ads
Perang Belanda-Aceh (1873–1904)
Invasi Pertama Belanda (1873)
- Memimpin perlawanan terhadap pasukan Belanda di bawah Jenderal Köhler, mengakibatkan kerugian besar dan mundurnya Belanda.
- Laporan Belanda menyebutnya sebagai "rintangan terbesar untuk menguasai Aceh".
Negosiasi Internasional
Invasi Kedua Belanda (1874)
- Meski wabah kolera dan kekurangan logistik, tetap memimpin perlawanan hingga Sultan Mahmud menyerah.
- Mundur ke pedalaman dan mengorganisir serangan gerilya melawan Belanda.
Dewan Delapan
- Pendirian: Kelompok elit Aceh dan Arab di Penang (Malaysia), bertujuan mendukung perlawanan secara finansial dan militer.
- Aktivitas:
* Mengumpulkan dana dari pedagang lada dan senjata melalui blokade Belanda. * Menyebarkan propaganda anti-kolonial di media seperti The New York Times dan Al-Bashira (Turki).
- Anggota Terkemuka:
* Teuku Baba (pemimpin berpengaruh dari Malaya). * Syeikh Ahmad Basyaib (pedagang Arab kaya). * Teuku Ibrahim (perwakilan Sultan di pengasingan).
Remove ads
Menyerah dan Warisan
Penyerahan (1878)
- Menyerah di bawah tekanan Belanda setelah dijanjikan tunjangan tahunan 10.000 dolar dan tempat tinggal di Mekkah.
- Diasingkan ke Mekkah, melanjutkan penulisan memoar hingga wafat tahun 1896.
Warisan
- Dianggap sebagai **pahlawan nasional** di Indonesia, khususnya di Aceh yang merayakannya sebagai simbol perlawanan.
- Menginspirasi gerakan pembebasan di Asia Tenggara, seperti Pemberontakan Rif di Maroko pimpinan Abdul Karim al-Khattabi.
- Dikaji dalam penelitian akademis seperti buku **"Al-Haqq Al-Bahir"** yang mendokumentasikan biografinya.
Remove ads
Gelar dan Jabatan
Referensi
Wikiwand - on
Seamless Wikipedia browsing. On steroids.
Remove ads