Top Qs
Timeline
Obrolan
Perspektif

Ignatius Suharyo

Kardinal Gereja Katolik, Uskup Agung Jakarta Dari Wikipedia, ensiklopedia bebas

Ignatius Suharyo
Remove ads

Ignatius Suharyo Hardjoatmodjo[1] (lahir 9 Juli 1950 ) adalah seorang prelat gerejawi Indonesia dari Gereja Katolik, yang telah menjabat sebagai Uskup Agung Jakarta sejak 29 Juni 2010, menggantikan Kardinal Julius Darmaatmadja, S.J. Sebelum menduduki jabatan ini, Uskup Agung Suharyo adalah Uskup Koajutor Uskup Agung Jakarta.[2] Saat ini ia juga menjabat sebagai Ordinaris Militer Indonesia. Sebelumnya, ia menjabat sebagai Uskup Agung Semarang dari tahun 1997 hingga 2009.[3] Ia juga disebut dengan nama Uskup Agung Suharyo.[4]

Fakta Singkat Yang Utama, Gereja ...

Sejak 15 November 2012, Suharyo menjabat sebagai Ketua Konferensi Waligereja Indonesia, menggantikan Uskup Martinus Dogma Situmorang, OFM.Cap. Pada tanggal 5 Oktober 2019, ia secara resmi diangkat oleh Paus Fransiskus sebagai kardinal untuk Gereja Katolik di Indonesia.[5] Ia adalah satu-satunya kardinal Indonesia yang berpartisipasi sebagai kardinal elektor dalam Konklaf 2025 setelah kematian Paus Fransiskus, yang akhirnya memilih Paus Leo XIV.[6]

Remove ads

Kehidupan awal dan imamat

Ringkasan
Perspektif

Ignatius Suharyo Hardjoatmodjo lahir pada tanggal 9 Juli 1950 di Sedayu, Bantul, Yogyakarta, Indonesia.[4] Ayahnya bernama Florentinus Amir Hardjodisastra, pegawai Dinas Pengairan Daerah Istimewa Yogyakarta. Ibunya bernama Theodora Murni Hardjadisastra.[6] Ia adalah anak ketujuh dari sepuluh bersaudara. Saudara laki-lakinya adalah Yohanes Subagyo dan Suitbertus Ari Sunardi OCSO, dan saudara perempuannya adalah Christina Sri Murni FMM dan Maria Magdalena Marganingsih PMY. Kakak laki-lakinya, Romo Suitbertus Ari Sunardi, OCSO, adalah seorang pastor-biarawan di Pertapaan Santa Maria Rawaseneng di Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah.[7][8][9] Dua saudara perempuannya menjadi biarawati: Suster Christina Sri Murni, FMM, dan Suster Maria Magdalena Marganingsih, PMY.[6][10][11] Ia lulus dari Seminari Menengah Santo Petrus Kanisius di Mertoyudan, Jawa Tengah pada tahun 1968. Ia menuntaskan pendidikan sarjana Filsafat dan Teologi di Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta, pada tahun 1971 dan meraih gelar doktor dalam bidang studi Alkitab dari Universitas Kepausan Urban, Roma, pada tahun 1981.[8]

Suharyo mengawali pendidikan dasarnya di SD Kanisius Gubuk, Sedayu, dan di kelas IV pindah ke SD Tarakanita Bumijo, Yogyakarta. Ia melanjutkan pendidikan di Seminari Menengah Mertoyudan, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, mulai tahun 1961. Ia menamatkan pendidikan menengah di Seminari Tinggi Mertoyudan dan lulus tahun 1968. Ia kemudian melanjutkan pendidikan tinggi di IKIP Sanata Dharma, Yogyakarta, dan meraih gelar Sarjana Muda Filsafat/Teologi tahun 1971 serta gelar Sarjana Muda Filsafat/Teologi tahun 1976. Ia ditahbiskan menjadi imam Keuskupan Agung Semarang pada tanggal 26 Januari 1976. Meskipun demikian, Kardinal Justinus Darmojuwono kemudian menugaskannya untuk melanjutkan studi di Roma, Italia. Ia menyelesaikan studi doktoralnya dalam Teologi Biblis di Universitas Kepausan Urbaniana di Roma pada tahun 1981 dan menerima gelar doktor dalam teologi pada tahun 1981 dengan tesis Implikasi eklesiologis dari narasi Lukan perjamuan terakhir.[5]

Setelah kembali ke tanah air, Suharyo Hardjoatmodjo terlibat dalam pembinaan imamat di seminari di Yogyakarta. Dari tahun 1981 sampai 1991, ia juga mengajar kateketik di Sekolah Tinggi Filsafat Kateketik Pradnyawidya di Yogyakarta. Antara tahun 1983 dan 1993, ia mengepalai Departemen Filsafat dan Sosiologi di Universitas Sanata Dharma di Yogyakarta, sebelum menjadi Dekan Fakultas Teologi di sana pada tahun 1993.[8] Mulai tahun 1989, ia juga menjabat sebagai Guru Besar Studi Perjanjian Baru di Fakultas Teologi Wedabhakti di Yogyakarta, dan dari tahun 1994 sampai 1996 juga mengajar di Universitas Kristen Duta Wacana di Yogyakarta dan Universitas Katolik Parahyangan di Bandung. Selanjutnya, dari tahun 1996 sampai 1997, Suharyo Hardjoatmodjo menjabat sebagai Direktur Program Pascasarjana Universitas Sanata Dharma dan pada tahun 1997 menjabat sebagai Ketua Konsorsium Yayasan Driyarkara. Ia juga menjadi anggota Komisi Kitab Suci Keuskupan Agung Semarang dan memimpin Persaudaraan Imam Praja.

Remove ads

Keuskupan Agung

Ringkasan
Perspektif

Uskup Agung Semarang

Paus Yohanes Paulus II mengangkatnya sebagai Uskup Agung Semarang pada tanggal 21 April 1997. Ia menerima pentahbisan episkopalnya pada tanggal 22 Agustus tahun yang sama di Stadion Jatidiri di Semarang dari Uskup Agung Jakarta, Julius Riyadi Kardinal Darmaatmadja,[4] S.J.; ko-konsekrator adalah Nuncio Apostolik untuk Indonesia, Uskup Agung Pietro Sambi, dan Uskup Ketapang, Blasius Pujoraharja.[12] Ia memilih semboyan episkopalnya Serviens Domino cum omni humilitate ("Melayani Tuhan dengan segala kerendahan hati") dari Kisah Para Rasul 20:19.[8] Selama menjabat, ia menjabat sebagai sekretaris jenderal Konferensi Waligereja Indonesia, dan anggota Kantor Urusan Ekumenis dan Antaragama Federasi Konferensi Waligereja Asia.[4]

Selain itu, dari tahun 1997 hingga 2000, ia mengepalai Komisi Dialog Antaragama Konferensi Waligereja Indonesia (KWI). Dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2006, Suharyo terpilih menjadi Sekretaris Jenderal Konferensi Waligereja Indonesia untuk masa jabatan tiga tahun sampai dengan tahun 2003, di mana Kardinal Julius menjabat sebagai Ketua Konferensi.[8] Pada tanggal 8 November 2003, Suharyo terpilih kembali untuk jabatan yang sama, dengan Kardinal Julius sekali lagi menjabat sebagai Ketua Presidium.[13][14] Ia juga merupakan anggota Komisi Ekumenisme dan Dialog Antaragama dari Federasi Konferensi Waligereja Asia (FABC) dari tahun 2000 hingga 2006.[15] Suharyo juga menjabat sebagai Guru Besar Teologi di Universitas Sanata Dharma mulai Mei 2004.[12]

Dalam mengikuti berbagai acara Sinode Para Uskup, Suharyo juga turut serta dalam Sidang Istimewa Sinode Para Uskup untuk Asia dengan tema Yesus Kristus Sang Juru Selamat dan Perutusan-Nya dalam Kasih dan Pelayanan di Asia (1998).[5] Pada tahun 2002, ia turut serta dalam Sinode Para Uskup tentang Sabda Allah dalam Kehidupan dan Perutusan Gereja.[16] Dan dalam Sidang Umum Biasa ke-12 Sinode Para Uskup dengan tema Sabda Allah dalam Kehidupan dan Misi Gereja (2008).[17]

Pada tanggal 8 September 2000, Suharyo menjabat sebagai uskup pendamping dalam pentahbisan uskup Keuskupan Purwokerto, Uskup Purwokerto, Julianus Sunarka, S.J. bersama dengan Uskup Bandung, Alexander Soetandio Djajasiswaja. Pentahbisan utama adalah Uskup Agung Jakarta, Julius Kardinal Darmaatmadja, S.J.[18]

Pada tanggal 2 Januari 2006, ia juga diangkat sebagai Ordinariat Ordinaris Militer Indonesia pada tanggal 2 Januari 2006 oleh Paus Benediktus XVI, menggantikan Kardinal Julius Darmaatmadja, S.J.[19] Pada tanggal 16 November tahun yang sama, ia terpilih sebagai Wakil Ketua I Konferensi Waligereja Indonesia dari tahun 2006 sampai 2012, sementara jabatan Presiden Presidium dipegang oleh Uskup Padang, Martinus Dogma Situmorang, O.F.M. Cap.

Pada tanggal 16 Juli 2008, bersama dengan Nuncio Apostolik untuk Indonesia dan Timor-Leste, serta Uskup Agung Capri Capreae, Leopoldo Girelli, Uskup Agung Suharyo bertindak sebagai ko-konsekrator dalam penahbisan Johannes Pujasumarta sebagai Uskup Bandung. Konsekrator utama adalah Julius Kardinal Darmaatmadja, S.J., Uskup Agung Jakarta.[20]

Uskup Agung Jakarta

Thumb
Kardinal Julius Darmaatmadja (kiri) dengan Uskup Agung Ignatius Suharyo (kanan), 14 November 2018

Pada tanggal 28 Juni 2010, Paus Benediktus XVI menerima pengunduran diri Julius Kardinal Darmaatmadja.[21][22] Menyusul permintaan pensiun oleh Kardinal Julius Darmaatmadja, S.J. karena alasan usia,[23] Takhta Suci mengangkat Uskup Agung Suharyo sebagai Uskup Agung Koajutor Jakarta pada 25 Juli 2009. Ia secara resmi meninggalkan Keuskupan Agung Semarang pada 27 Oktober 2009 dan diterima oleh Keuskupan Agung Jakarta pada hari berikutnya.[24] Selama kekosongan jabatan di Semarang, R.D. Pius Riana Prapdi diangkat menjadi Administrator Apostolik oleh Dewan Presbiteral Keuskupan Agung Semarang, hingga Uskup Bandung, Johannes Pujasumarta, dilantik sebagai Uskup Agung Semarang yang baru.[25][26] Pada tanggal 11 November 2009, Uskup Agung Suharyo kembali menjabat sebagai Wakil Ketua I Konferensi Waligereja Indonesia, sementara jabatan Presiden tetap dipegang oleh Uskup Martinus Dogma Situmorang, O.F.M. Cap.

Pada perayaan Natal 2012, ia memprotes hambatan yang dihadapi umat Kristen Indonesia dalam memperoleh izin untuk membangun gereja di atas tanah milik mereka sendiri.[8]

Pada tanggal 13 September 2014, Paus Fransiskus mengangkatnya sebagai anggota Kongregasi untuk Evangelisasi Bangsa-Bangsa.[27]

Ia terpilih sebagai Ketua Konferensi Waligereja Indonesia pada tahun 2012 hingga 2022.[28]

Suharyo juga menghadiri Sinode Para Uskup tentang Evangelisasi Baru pada bulan Oktober 2012, di mana ia menganjurkan agar konferensi para uskup regional diberi kewenangan yang lebih besar atas penerjemahan Misale, dengan memperhatikan asosiasi negatif yang dikaitkan di Indonesia dengan kata roh, yang jika tidak diubah menunjukkan roh jahat.[8] Suharyo juga memperhatikan daya tarik bahasa sehari-hari dalam doa Katolik yang kontras dengan bahasa Arab yang hanya digunakan untuk berdoa oleh mayoritas Muslim di Indonesia.[29] Ia juga menghadiri Sinode Uskup pada bulan Oktober 2015.[30]

Remove ads

Kardinal

Thumb
Ignatius Suharyo Hardjoatmodjo dipeluk oleh Paus Fransiskus saat pelantikan sebagai Kardinal, di Basilika Santo Petrus, Vatikan

Pada tanggal 1 September 2019, Paus Fransiskus mengumumkan akan mengangkatnya menjadi kardinal, yang ketiga dari Indonesia.[31] Pada tanggal 5 Oktober 2019, Paus Fransiskus mengangkatnya Kardinal Imam dari Spirito Santo alla Ferratella.[32] Ia diangkat menjadi anggota Kongregasi untuk Evangelisasi Bangsa-Bangsa pada tanggal 21 Februari 2020.[33]

Pada bulan Maret 2025, ia meminta otoritas pemerintah untuk membebaskan artis transgender Ratu Thalisa dari penjara setelah ia divonis bersalah atas penistaan agama berdasarkan pengaduan kelompok Protestan setelah ia bercanda bahwa Yesus harus memotong rambutnya untuk menyesuaikan diri dengan stereotip gender modern. Suharyo Hardjoatmodjo mengatakan orang Kristen membutuhkan rasa humor, menyerukan penghormatan terhadap "kebebasan berekspresi" dan mengatakan bahwa "hanya orang-orang yang tidak dapat merayakan keberagaman yang merasa terganggu" oleh humornya.[34]

Karya

Mgr. Suharyo telah menulis sejumlah buku, yakni:

  1. Membaca Kitab Suci: Paham-paham Dasar
  2. Membaca Kitab Suci: Tulisan-tulisan Perjanjian Lama
  3. Membaca Kitab Suci: Tulisan-tulisan Perjanjian Baru
  4. Pengantar Injil Sinoptik
  5. Alam Hidup Perjanjian Lama
  6. Kitab Wahyu, Paham dan Maknanya Bagi Hidup Kristen
  7. Datanglah KerajaanMu
  8. Kisah Sengsara Yesus dalam Injil Sinoptik
  9. The Catholic Way, Kekatolikan dan Keindonesian Kita
Thumb
Lambang Kardinal Mgr. Ignatius Suharyo Hardjoatmodjo

Selain menulis, Mgr. Suharyo juga menyadur karya Henri J.M. Nouwen, antara lain:

  1. Menggapai Kematangan Hidup Rohani
  2. Dengan Tangan Terbuka
  3. Engkau Dikasihi
  4. Kembalinya Si Anak Hilang
  5. Cakrawala Hidup Baru
  6. Pelayanan yang Kreatif
Remove ads

Galeri

Referensi

Pranala luar

Loading related searches...

Wikiwand - on

Seamless Wikipedia browsing. On steroids.

Remove ads