Top Qs
Timeline
Obrolan
Perspektif
Kelenteng Sanggar Agung
bangunan kuil di Indonesia Dari Wikipedia, ensiklopedia bebas
Remove ads
Kelenteng Sanggar Agung (Hanzi: 宏善堂; Pinyin: Hóngshān Táng Miào, disebut juga Kelenteng Hong San Tang) adalah sebuah kelenteng di Kota Surabaya. Alamatnya berada di Jalan Sukolilo Nomor 100, Pantai Ria Kenjeran, Surabaya. Kuil ini, selain menjadi tempat ibadah bagi pemeluk Tridharma (Buddha, Konghucu, dan Taoisme), juga menjadi tempat tujuan wisata bagi para wisatawan. Kelenteng ini dibuka pada tahun 1999.
Ciri khas dari kelenteng ini adalah sebuah patung Kwan Im setinggi 20 meter yang terletak di tepi laut. Kelenteng ini dipersembahkan kepada Nan Hai Guan Shi Yin Pu Sa atau Bodhisatwa Kwan Im Laut Selatan. Patung ini dibangun setelah seorang karyawan Sanggar Agung melihat sesosok wanita berjubah putih berjalan di atas air pada saat ia sedang menutup Kelenteng di malam hari. Penampakan tersebut dipercaya sebagai penampakan Kwan Im sendiri. Ikon lain dari Sanggar Agung adalah patung Phra Phrom raksasa berlapis emas.
Remove ads
Sejarah
Kwan Kong Bio
Pada Festival Bulan Purnama pada tahun 1978, tanggal 15 bulan 8 Imlek, sebuah kelenteng dibangun sekitar 500 meter di sebelah selatan lokasi Sanggar Agung yang sekarang, yaitu Klenteng Kwan Kong Bio. Lokasi kelenteng ini dipindahkan sebanyak tiga kali sampai akhirnya Sanggar Agung dibangun.[1] Pada tahun 1999, kelenteng tersebut secara resmi dipindahkan ke lokasi yang sekarang yaitu Kelenteng Sanggar Agung. Beberapa patung dewa di Sanggar Agung sudah diletakkan di dalam bangunan kelenteng yang lebih lama semenjak puluhan tahun.[2]
Pembangunan Sanggar Agung
Kelenteng Sanggar Agung didirikan oleh keluarga Soetiadji Yudho dan diresmikan pada tahun 1999, bertepatan dengan Tahun Baru Imlek. Ia bermaksud membawa semangat spiritual umat Tridharma sekaligus harapan menampilkan sebuah ikon bagi Kota Surabaya. Patung raksasa Kwan Im dibangun dua tahun kemudian.[3][4]
Remove ads
Lokasi dan arsitektur
Ringkasan
Perspektif


Keunikan dari lokasi Kelenteng Sanggar Agung adalah kelenteng ini dibangun di atas laut[3] sehingga berbentuk seperti teluk kecil yang menjorok ke laut serta dikelilingi pepohonan bakau. Kelenteng ini dibangun di atas area dengan luas sekitar 4000 meter persegi dengan bangunan berciri Bali dan kombinasi budaya Jawa.[1]
Menurut Freddy H. Istanto, Dekan Fakultas Teknologi dan Design Universitas Ciputra, kompleks peribadatan di Sanggar Agung sangat menarik untuk dikaji karena design eksteriornya memiliki muatan multi kultur yang unik. Dari atapnya, Sanggar Agung menggunakan perpaduan gaya Jawa yang cukup kuat meskipun secara umum bangunannya bercorak Bali. Menurutnya, terdapat kesan desain Sanggar Agung sengaja membawa image rumah tradisional Indonesia agar tak terjebak pada gaya kelenteng, wihara, atau kuil kebanyakan, apalagi terjebak pada arsitektur negara China. Namun demikian, tradisi kuil China masih tampak di Sanggar Agung, misalnya pada bulatan di pagar. Freddy H. Istanto menekankan bahwa Sanggar Agung boleh disebut sebagai "representasi harmoni kondisi psikologi dan budaya dari masyarakat setempat dengan umat Tri Dharma".[4]
Patung raksasa Kwan Im

Secara resmi, Sanggar Agung menyatakan bahwa tinggi patung Kwan Im di sisi timur bangunan Kelenteng adalah 18 meter. Patung tersebut dikawal oleh dua penjaga Shan Nan dan Tong Nu serta 4 Maharaja Langit pelindung empat penjuru dunia. Gerbang langit di bawah kaki patung Kwan Im dijaga oleh sepasang Naga Surgawi.[1] Kebanyakan sumber mengklaim bahwa patung Dewi Kwan Im di Sanggar Agung memiliki tinggi sekitar 20 meter, sementara dua patung naga di bawahnya masing-masing sepanjang 6 meter.[3] Orang bisa melihat Jembatan Suramadu jika berdiri di bawah gerbang tersebut.
Stupa Maha Brahma

Patung Maha Brahma, She Mien Fo, atau Four Face Buddha berada di bagian belakang bangunan Klenteng Sanggar Agung (sisi yang menghadap ke jalan). Patung ini didaftarkan di MURI sebagai patung Four Face Buddha terbesar di Indonesia.
Pembangunan Stupa Maha Brahma dimulai pada Juli 2003 dan diresmikan pada tanggal 9 November 2004. Persemian tersebut dihadiri oleh sejumlah tokoh penting, termasuk petinggi agama seperti Viriyanadi Mahatera, Phrarajkhru Sivacharaya dari Thailand, dan Gede Anom Jala Karana Manuaba.[4]
Luas lahan yang digunakan untuk pembangunan adalah sekitar 1,5 hektare. Bangunan inti berukuran 9×9 meter berada tepat di tengah lahan. Perhitungan pembangunan stupa ini banyak menggunakan angka sembilan karena disesuaikan dengan referensi patung serupa di Thailand. Selain itu, angka sembilan juga memiliki makna tersendiri. Stupa Maha Brahma dikelilingi taman bunga dan empat patung gajah putih dengan tinggi sekitar empat meter di setiap sudutnya.[4]
Stupa disokong oleh empat pilar berwarna hijau keemasan. Secara garis besar, stupa terdiri atas tiga bagian, yaitu stupa, patung Maha Brahma, dan singgasana. Bagian atas stupa memiliki ketinggian 18 meter. Sedangkan patung Maha Brahma dan singgasana masing-masing setinggi sembilan meter. Keseluruhan kulit patung dilapisi oleh kampoh ("kertas emas") 22 karat asli dari Thailand. Keseluruhan biaya pelapisan emas mencapai Rp 1,5 miliar. Monumen ini menjadi yang terbesar di Indonesia, meskipun patung Four-Faced Buddha di Thailand masih jadi yang terbesar di dunia.[4] Secara keseluruhan, tinggi Stupa Maha Brahma adalah 36 meter.
Remove ads
Fungsi Sosial
Ringkasan
Perspektif
Tempat ibadah
Kelenteng Sanggar Agung merupakan tempat ibadah bagi umat Tridharma, yaitu dari agama Konghucu, agama Buddha, dan Taoisme.[2] Karena berlokasi di tepi laut, Kelenteng Sanggar Agung sering menjadi tempat rujukan bagi keluarga yang hendak nyekar leluhur mereka, terutama yang dikremasi.
Klenteng ini juga mengikutsertakan umat beragama lain sebagai pekerja maupun pengurusnya, misalnya dari umat Islam dan Kristen.[2]
Kawasan pariwisata

Selain menjadi tempat ibadah bagi umat Konghucu, kelenteng ini juga menarik para wisatawan untuk berfoto atau duduk di tepi pantai.[3] Pada tanggal 21 September 2010, Sanggar Agung mengadakan perayaan Bulan Purnama (Zhongqiu/ Tiong Chiu) dengan pengisi acara berasal dari berbagai grup kesenian di dalam dan luar daerah, seperti dari Minahasa, Bali, Solo, Ponorogo, dan lainnya. Festival juga dimeriahkan grup drum band dari sekolah Muhammadiyah dan AAL.[5]
Agar kedatangan wisatawan non-Konghucu tidak mengganggu aktivitas peribadatan, semenjak tahun 2015, jalan yang diperuntukkan bagi para wisatawan yang hendak ke halaman tepi pantai diarahkan tidak melewati bagian dalam kelenteng, melainkan melewati ruang pengelola kelenteng di sayap kiri bangunan. Wisata ini buka setiap hari pukul 07.00 - 20.00 WIB.[6]
Kawasan suaka alam

Hutan bakau di sekitar Kelenteng Sanggar Agung menjadi habitat alamiah bagi berbagai jenis hewan, seperti burung bangau, kepiting, burung gereja, dan ikan gelodok. Oleh sebab itu, Klenteng ini biasanya menjadi tempat rujukan bagi umat Buddhis dan Tridharma yang melakukan ritual fangshen atau "melepas kembali hewan ke alam liar".
Rekor MURI
Museum Record Indonesia (MURI) beberapa kali memberi penghargaan pada aktivitas yang dilakukan di Sanggar Agung. Pada bulan September 2002, penghargaan diberikan pada Soetiadji Yudho karena memprakarsai pemasangan 2000 lampion. Pada 9 November 2004, Sanggar Agung mendapat penghargaan MURI karena memprakarsai pembuatan patung Maha Brahma Empat Muka tertinggi dan terbesar di Indonesia.[4]
Pada tahun 2007, PT Bintang Toedjoe menyelenggarakan konvoi sebanyak 108 kepala barongsai yang dimulai dari Kya Kya Surabaya dan berakhir di Sanggar Agung, Kenjeran. Rekor tersebut tercatat sebagai Konvoi Kepala Barongsai Terbanyak oleh MURI dan dicatat oleh PT. Jawa Pos Media Televisi.[7]
Remove ads
Daftar Altar
Altar dalam klenteng
Urutan altar berdasarkan penomoran urutan bersembahyang, dimulai dari sisi depan klenteng yang menghadap ke laut.
- 0. Dewa Naga (bukan termasuk altar resmi, tetapi digunakan umat sebagai altar)
Altar di lokasi Maha Brahma
Remove ads
Mitologi
Adanya patung Dewi Kwan Im setinggi 20 meter berdiri kokoh di tepi laut Kenjeran Kelenteng Sanggar Agung, bermula dari cerita penampakan sosok wanita berjubah putih di atas air oleh seorang karyawan kelenteng saat malam hari. Hal ini dianggap sebagai wujud Dewi Kwan Im, sehingga memicu dibangunnya patung ini dua tahun setelah kelenteng didirikan. Patung ini diapit oleh dua penjaganya, Shan Nan dan Tong Nu, serta empat maharaja langit yang melindungi empat penjuru dunia. Di bawahnya terdapat gerbang langit, dijaga oleh sepasang Naga Surgawi, berdiri megah menghadap laut Kenjeran.[8]
Remove ads
Galeri
- Patung raksasa She Mien Fo dilapisi emas yang dipayungi kanopi berbentuk stupa khas Thailand (tahun 2013)
- Patung raksasa She Mien Fo Statue setelah renovasi pada tahun 2014
- Perpaduan arsitektur di Klenteng Sanggar Agung
- Altar Ganesha dengan patung seukuran manusia yang juga digunakan oleh umat Hindu
- Guan Gong dengan dua pengawalnya ditampilkan dalam perayaan di Sanggar Agung
- Umat melepaskan burung dalam ritual fangshen di Klenteng Sanggar Agung
- Keluarga yang sedang nyekar leluhur pada Festival Qingming pada tahun 2013
Remove ads
Referensi
Pranala luar
Wikiwand - on
Seamless Wikipedia browsing. On steroids.
Remove ads