Top Qs
Timeline
Obrolan
Perspektif
Primata
Ordo dalam kelas mamalia Dari Wikipedia, ensiklopedia bebas
Remove ads
Primata adalah suatu ordo dari mamalia, yang terbagi lagi menjadi strepsirrhini, yang mencakup lemur, galago, dan lorisid; serta haplorhini, yang mencakup tarsius dan simian (monyet dan kera). Primata muncul 74–63 juta tahun yang lalu, bermula dari mamalia terestrial kecil yang beradaptasi dengan kehidupan di hutan tropis: banyak karakteristik primata merepresentasikan adaptasi terhadap lingkungan yang menantang di antara tajuk pohon, termasuk ukuran otak yang besar, penglihatan binokular, penglihatan warna, vokalisasi, gelang bahu yang memungkinkan derajat pergerakan yang luas pada tungkai atas, dan ibu jari oposan (pada sebagian besar spesies) yang memungkinkan kemampuan menggenggam dan ketangkasan yang lebih baik. Primata memiliki ukuran yang berkisar dari lemur tikus Madame Berthe, yang beratnya 30 g (1 oz), hingga gorila timur, yang beratnya lebih dari 200 kg (440 pon). Terdapat 376–524 spesies primata yang masih hidup, bergantung pada klasifikasi mana yang digunakan. Spesies primata baru terus ditemukan: lebih dari 25 spesies dideskripsikan pada tahun 2000-an, 36 pada tahun 2010-an, dan enam pada tahun 2020-an.
Primata memiliki otak yang besar (relatif terhadap ukuran tubuh) dibandingkan mamalia lain, serta ketergantungan yang meningkat pada ketajaman visual dengan mengorbankan indra penciuman, yang merupakan sistem indra dominan pada sebagian besar mamalia. Fitur-fitur ini lebih berkembang pada monyet dan kera, dan secara nyata kurang berkembang pada kukang dan lemur. Beberapa primata, termasuk gorila, manusia dan babun, utamanya adalah penghuni tanah alih-alih arboreal, namun semua spesies memiliki adaptasi untuk memanjat pohon. Teknik lokomosi arboreal yang digunakan meliputi melompat dari pohon ke pohon dan berayun di antara cabang-cabang pohon (brakiasi); teknik lokomosi terestrial meliputi berjalan dengan dua tungkai belakang (bipedalisme) dan modifikasi berjalan dengan empat tungkai (kuadrupedalisme) melalui berjalan dengan buku jari.
Primata termasuk di antara yang paling sosial dari semua hewan, membentuk pasangan atau kelompok keluarga, harem satu jantan, dan kelompok multi-jantan/multi-betina. Primata non-manusia memiliki setidaknya empat jenis sistem sosial, banyak di antaranya ditentukan oleh jumlah perpindahan betina remaja antar kelompok. Primata memiliki laju perkembangan yang lebih lambat daripada mamalia lain yang berukuran serupa, mencapai kematangan lebih lambat, dan memiliki rentang hidup yang lebih panjang. Primata juga merupakan hewan yang paling maju secara kognitif, dengan manusia (genus Homo) yang mampu menciptakan bahasa yang kompleks dan peradaban yang canggih, sementara primata non-manusia telah tercatat menggunakan alat. Mereka dapat berkomunikasi menggunakan gestur wajah dan tangan, bau, serta vokalisasi.
Interaksi dekat antara manusia dan primata non-manusia (NHP: non-human primates) dapat menciptakan peluang bagi penularan penyakit zoonosis, terutama penyakit virus termasuk herpes, campak, ebola, rabies dan hepatitis. Ribuan primata non-manusia digunakan dalam penelitian di seluruh dunia karena kesamaan psikologis dan fisiologis mereka dengan manusia. Sekitar 60% spesies primata terancam punah. Ancaman umum meliputi deforestasi, fragmentasi hutan, penggiringan monyet, dan perburuan primata untuk digunakan dalam obat-obatan, sebagai hewan peliharaan, dan untuk makanan. Pembukaan hutan tropis skala besar untuk pertanian merupakan ancaman terbesar bagi primata.
Remove ads
Etimologi dan klasifikasi
Ringkasan
Perspektif
Nama umum
Nama bahasa Inggris, yang kemudian diserap ke dalam bahasa Indonesia primates berasal dari bahasa Prancis Kuno atau Prancis primat, dari penggunaan kata benda bahasa Latin primat-, dari primus ('utama, peringkat pertama').[3] Nama ini diberikan oleh Carl Linnaeus karena ia menganggap ini sebagai ordo hewan "tertinggi".[4] Hubungan kekerabatan di antara berbagai kelompok primata tidak dipahami dengan jelas hingga masa yang relatif baru, sehingga istilah-istilah yang umum digunakan menjadi agak rancu. Sebagai contoh, istilah ape (kera) telah digunakan baik sebagai alternatif untuk monkey (monyet) ataupun untuk primata tak berekor mana pun yang relatif mirip manusia.[5][6]
Sir Wilfrid Le Gros Clark adalah salah satu primatologiwan yang mengembangkan gagasan mengenai tren dalam evolusi primata dan metodologi penyusunan anggota ordo yang masih hidup ke dalam suatu "seri menanjak" yang mengarah ke manusia.[7] Nama-nama yang umum digunakan untuk kelompok primata seperti prosimian, monyet, kera kecil, dan kera besar mencerminkan metodologi ini. Menurut pemahaman kita saat ini mengenai sejarah evolusi primata, beberapa dari kelompok ini bersifat parafiletik, atau lebih tepatnya mereka tidak mencakup semua keturunan dari suatu nenek moyang bersama.[8]
Berlawanan dengan metodologi Clark, klasifikasi modern biasanya hanya mengidentifikasi (atau menamai) pengelompokan yang bersifat monofiletik; artinya, kelompok yang diberi nama tersebut mencakup semua keturunan dari nenek moyang bersama kelompok itu.[9]
Kladogram di bawah ini menunjukkan salah satu kemungkinan urutan klasifikasi primata yang masih hidup, dengan pengelompokan nama umum (tradisional) di sebelah kanan:[10][11]
|
prosimian
monyet
kera kecil
kera besar |
- Prosimian melingkupi dua kelompok monofiletik (subordo Strepsirrhini, yakni lemur, kukang, dan kerabatnya; serta tarsius dari subordo Haplorhini); pengelompokan ini bersifat parafiletik sebab tidak menyertakan Simiiformes, yang notabene juga merupakan keturunan dari leluhur bersama Primata.
- Monyet terdiri atas dua kelompok monofiletik, yaitu monyet Dunia Baru dan monyet Dunia Lama, namun tetap bersifat parafiletik karena mengecualikan hominoid (superfamili Hominoidea) yang sejatinya juga merupakan keturunan dari leluhur bersama Simiiformes.
- Kera secara keseluruhan, begitu pula kera besar, adalah kelompok parafiletik apabila istilah tersebut digunakan untuk mengecualikan manusia.
Dengan demikian, anggota dari kedua himpunan kelompok tersebut, dan juga nama-namanya, menjadi tidak selaras, yang kemudian menimbulkan kerancuan dalam menghubungkan nama ilmiah dengan nama umum (yang biasanya bersifat tradisional). Misalnya dalam superfamili Hominoidea: Dari segi nama umum di sebelah kanan, kelompok ini terdiri dari kera dan manusia, namun tidak ada satu pun nama umum tunggal yang dapat mewadahi seluruh anggota kelompok ini. Salah satu solusinya adalah menciptakan nama umum baru, dalam hal ini hominoid. Kemungkinan lainnya adalah memperluas penggunaan salah satu nama tradisional tersebut. Sebagai contoh, dalam bukunya tahun 2005, ahli paleontologi vertebrata Benton menulis, "Kera, Hominoidea, saat ini mencakup owa dan orang utan ... gorila dan simpanse ... serta manusia";[15] dengan demikian Benton menggunakan istilah kera untuk mengartikan hominoid. Dalam kasus tersebut, kelompok yang selama ini disebut kera kini harus diidentifikasi sebagai kera non-manusia.
Hingga 2021[update], belum ada konsensus mengenai apakah harus menerima nama tradisional (umum) namun bersifat parafiletik, atau hanya menggunakan nama monofiletik saja; atau menggunakan nama umum 'baru' maupun adaptasi dari nama lama. Kedua pendekatan yang saling bersaing ini dapat ditemukan dalam berbagai sumber biologi, sering kali dalam karya yang sama, dan terkadang oleh penulis yang sama pula. Maka, meskipun Benton mendefinisikan kera mencakup manusia, ia kemudian berulang kali menggunakan istilah ape-like (menyerupai kera) yang bermakna 'seperti kera dan bukan manusia'; dan ketika membahas reaksi pihak lain terhadap fosil baru, ia menulis tentang "klaim bahwa Orrorin ... adalah seekor kera, alih-alih manusia".[16]
Klasifikasi
Ordo Primata ditetapkan oleh Carl Linnaeus pada tahun 1758, dalam edisi kesepuluh bukunya Systema Naturae,[17] untuk genus Homo (manusia), Simia (kera dan monyet lainnya), Lemur (prosimian), dan Vespertilio (kelelawar). Dalam edisi pertama buku yang sama (1735), ia menggunakan nama Anthropomorpha untuk Homo, Simia, dan Bradypus (kukai).[18] Pada tahun 1839, Henri Marie Ducrotay de Blainville, yang mengikuti jejak Linnaeus dan meniru tata namanya, menetapkan ordo Secundates (termasuk subordo Chiroptera, Insectivora, dan Carnivora), Tertiates (atau Glires), serta Quaternates (termasuk Gravigrada, Pachydermata, dan Ruminantia),[19] namun takson-takson baru ini tidak diterima secara luas.
Sebelum Anderson dan Jones memperkenalkan klasifikasi Strepsirrhini dan Haplorhini pada tahun 1984,[20] (yang diikuti oleh karya McKenna dan Bell tahun 1997 Classification of Mammals: Above the species level),[21] Primata dibagi menjadi dua superfamili: Prosimii dan Anthropoidea.[22] Prosimii mencakup seluruh prosimian: Strepsirrhini ditambah tarsius. Anthropoidea memuat seluruh simian.
Remove ads
Filogeni dan genetika
Ringkasan
Perspektif
| |||||||||||||||||||||||||||||||||
Ordo Primata merupakan bagian dari klad Euarchontoglires, yang berada di dalam klad Eutheria pada Kelas Mamalia. Penelitian genetika molekuler terkini pada primata, kubung, dan tupai telah menunjukkan bahwa dua spesies kubung memiliki kekerabatan yang lebih dekat dengan primata dibandingkan dengan tupai,[23] meskipun tupai pernah dianggap sebagai primata pada masa lalu.[24] Ketiga ordo ini menyusun klad Euarchonta. Gabungan antara klad ini dengan klad Glires (yang terdiri dari Rodentia dan Lagomorpha) membentuk klad Euarchontoglires. Dalam berbagai klasifikasi, baik Euarchonta maupun Euarchontoglires kerap ditempatkan pada tingkatan superordo. Beberapa ilmuwan memandang Dermoptera sebagai subordo dari Primata dan menggunakan subordo Euprimates untuk menyebut primata "sejati".[25]
Sejarah evolusi
Garis keturunan primata diperkirakan bermula setidaknya mendekati batas Kapur–Paleogen atau sekitar 74–63 (jtl).[26][27][28][29][30] Primata/proto-primata paling awal yang memungkinkan mungkin adalah Purgatorius, yang berasal dari zaman Paleosen Awal di Amerika Utara ~66 jtl.[31][32] Primata tertua yang diketahui dari catatan fosil berasal dari Paleosen Akhir Afrika, sekitar 57 jtl (Altiatlasius)[33] atau transisi Paleosen-Eosen di benua-benua utara, sekitar 55 jtl (Cantius, Donrussellia, Altanius, Plesiadapis, dan Teilhardina).[34][35][31] Studi lain, termasuk studi jam molekuler, memperkirakan asal usul cabang primata berada pada periode Kapur pertengahan, sekitar 85 jtl.[36][37][38]
Berdasarkan perhitungan kladistik modern, ordo Primata bersifat monofiletik. Subordo Strepsirrhini, yaitu primata "berhidung basah", umumnya dianggap telah memisahkan diri dari garis keturunan primata primitif sekitar 63 jtl,[39] meskipun penanggalan yang lebih awal juga didukung oleh bukti lain.[40] Tujuh famili strepsirrhine terdiri dari lima famili lemur yang berkerabat dan dua famili tersisa yang mencakup lorisid (kukang) dan galago.[1][41] Skema klasifikasi yang lebih tua menggabungkan Lepilemuridae ke dalam Lemuridae dan Galagidae ke dalam Lorisidae, yang menghasilkan distribusi famili empat-satu, bukan lima-dua seperti yang disajikan di sini.[1] Selama kala Eosen, sebagian besar benua utara didominasi oleh dua kelompok, yaitu adapiform dan omomyid.[42][43] Kelompok pertama dianggap sebagai anggota Strepsirrhini, namun tidak memiliki sisir gigi seperti lemur modern; analisis terkini menunjukkan bahwa Darwinius masillae masuk ke dalam pengelompokan ini.[44] Kelompok kedua berkerabat dekat dengan tarsius, monyet, dan kera. Bagaimana hubungan kedua kelompok ini dengan primata yang masih hidup belum sepenuhnya jelas. Omomyid punah sekitar 30 jtl,[43] sementara adapiform bertahan hingga sekitar 10 jtl.[45]
Menurut studi genetika, lemur Madagaskar memisahkan diri dari lorisoid sekitar 75 jtl.[40] Studi-studi ini, serta bukti kromosom dan molekuler, juga menunjukkan bahwa kekerabatan antarlemur lebih dekat satu sama lain dibandingkan dengan primata strepsirrhine lainnya.[40][46] Namun, Madagaskar terpisah dari Afrika 160 jtl dan dari India 90 jtl.[47] Untuk menjelaskan fakta-fakta ini, populasi pendiri lemur yang terdiri dari beberapa individu diperkirakan telah mencapai Madagaskar dari Afrika melalui satu peristiwa rakit antara 50 dan 80 jtl.[40][46][47] Opsi kolonisasi lain telah diusulkan, seperti kolonisasi berganda dari Afrika dan India,[42] namun tidak ada yang didukung oleh bukti genetik dan molekuler.[40]

Hingga baru-baru ini, aye-aye sulit ditempatkan dalam klasifikasi Strepsirrhini.[1] Teori-teori telah diajukan bahwa familinya, Daubentoniidae, adalah primata lemuriform (artinya nenek moyangnya berpisah dari garis keturunan lemur lebih baru daripada perpisahan lemur dan kukang) atau kelompok saudari bagi semua strepsirrhine lainnya. Pada tahun 2008, famili aye-aye dikonfirmasi berkerabat paling dekat dengan lemur Madagaskar lainnya, kemungkinan besar merupakan keturunan dari populasi leluhur yang sama yang mengolonisasi pulau tersebut.[40]
Subordo Haplorhini, yaitu primata berhidung sederhana atau "berhidung kering", terdiri atas dua klad saudari.[1] Tarsius prosimian dalam famili Tarsiidae (monotipik dalam infraordo mereka sendiri Tarsiiformes), mewakili divisi paling basal, yang bermula sekitar 58 jtl.[48][49] Kerangka haplorhine paling awal yang diketahui, yakni Archicebus yang berusia 55 juta tahun dan menyerupai tarsius, ditemukan di Tiongkok tengah,[50] mendukung dugaan asal usul Asia bagi kelompok ini yang sudah diperkirakan sebelumnya.[51] Infraordo Simiiformes (primata simian, yang terdiri dari monyet dan kera) muncul sekitar 40 jtl,[43] kemungkinan juga di Asia; jika demikian, mereka menyebar melintasi Laut Tethys dari Asia ke Afrika segera setelahnya.[52] Terdapat dua klad simian, keduanya adalah parvordo: Catarrhini, yang berkembang di Afrika, terdiri dari monyet Dunia Lama, manusia, dan kera lainnya; serta Platyrrhini, yang berkembang di Amerika Selatan, terdiri dari monyet Dunia Baru.[1] Klad ketiga, yang mencakup eosimiid, berkembang di Asia, namun punah jutaan tahun yang lalu.[53]
Sebagaimana halnya lemur, asal usul monyet Dunia Baru tidaklah jelas. Studi molekuler terhadap urutan nuklir yang digabungkan (konkatenasi) telah menghasilkan perkiraan tanggal divergensi yang sangat bervariasi antara platyrrhine dan catarrhine, berkisar dari 33 hingga 70 jtl, sementara studi berdasarkan urutan mitokondria menghasilkan rentang yang lebih sempit yaitu 35 hingga 43 jtl.[35][54] Primata antropoid kemungkinan melintasi Samudra Atlantik dari Afrika ke Amerika Selatan selama kala Eosen melalui metode loncat pulau, yang difasilitasi oleh punggungan Samudra Atlantik dan permukaan laut yang lebih rendah.[42] Alternatifnya, satu peristiwa rakit tunggal mungkin menjelaskan kolonisasi lintas samudra ini. Akibat hanyutan benua, Samudra Atlantik pada masa itu tidak selebar saat ini.[42] Penelitian menunjukkan bahwa primata kecil seberat 1 kg (2,2 pon) dapat bertahan hidup selama 13 hari di atas rakit vegetasi.[55] Mengingat perkiraan kecepatan arus dan angin, ini akan memberikan cukup waktu untuk melakukan perjalanan antarbenua tersebut.

Kera dan monyet menyebar dari Afrika ke Eropa dan Asia mulai kala Miosen.[56] Segera setelahnya, kukang dan tarsius melakukan perjalanan yang sama. Fosil hominin pertama ditemukan di Afrika bagian utara dan berasal dari 5–8 jtl.[43] Monyet Dunia Lama menghilang dari Eropa sekitar 1,8 jtl.[57] Studi molekuler dan fosil umumnya menunjukkan bahwa manusia modern berasal dari Afrika 100.000–200.000 tahun yang lalu.[58]
Meskipun primata dipelajari dengan baik dibandingkan dengan kelompok hewan lain, beberapa spesies baru telah ditemukan baru-baru ini, dan uji genetik telah mengungkapkan spesies yang sebelumnya tidak dikenali dalam populasi yang sudah diketahui. Primate Taxonomy mendaftar sekitar 350 spesies primata pada tahun 2001;[11] penulisnya, Colin Groves, meningkatkan jumlah itu menjadi 376 untuk kontribusinya pada edisi ketiga Mammal Species of the World (MSW3).[1] Namun, publikasi sejak taksonomi dalam MSW3 disusun pada tahun 2003 telah mendorong jumlahnya menjadi 522 spesies, atau 708 jika termasuk subspesies.[59]
Hibrida
Hibrida primata umumnya muncul di dalam penangkaran,[60] namun contoh-contoh di alam liar juga telah ditemukan.[61][62] Hibridisasi terjadi ketika wilayah sebaran dua spesies saling tumpang tindih sehingga membentuk zona hibrida; hibrida dapat tercipta oleh campur tangan manusia ketika hewan ditempatkan di kebun binatang, atau akibat tekanan lingkungan seperti predasi.[61] Hibridisasi antargenus, yakni persilangan antar-genus yang berbeda, juga telah ditemukan di alam liar. Meskipun mereka termasuk dalam genus yang telah terpisah selama beberapa juta tahun, kawin silang masih terjadi antara gelada dan babun hamadryas.[63]
Klon
Pada 24 Januari 2018, para ilmuwan di Tiongkok melaporkan dalam jurnal Cell mengenai penciptaan dua klon monyet ekor panjang, yang diberi nama Zhong Zhong dan Hua Hua. Penciptaan ini menggunakan metode transfer DNA kompleks yang pernah menghasilkan domba Dolly, untuk pertama kalinya.[64][65][66][67][68]
Remove ads
Anatomi dan fisiologi
Ringkasan
Perspektif
Kepala

Tengkorak primata memiliki kranium yang besar dan melengkung, yang sangat menonjol pada antropoid. Kranium ini melindungi otak yang besar, sebuah karakteristik pembeda dari kelompok ini.[69] Volume endokranial (volume di dalam tengkorak) tiga kali lebih besar pada manusia dibandingkan pada primata nonmanusia terbesar, yang mencerminkan ukuran otak yang lebih besar.[70] Rerata volume endokranial adalah 1.201 sentimeter kubik pada manusia, 469 cm3 pada gorila, 400 cm3 pada simpanse, dan 397 cm3 pada orang utan.[70] Tren evolusi utama primata adalah elaborasi otak, khususnya neokorteks (bagian dari korteks serebral), yang terlibat dalam persepsi sensoris, pembentukan perintah motorik, penalaran spasial, pikiran sadar, dan pada manusia, bahasa.[71] Sementara mamalia lain sangat bergantung pada indra penciuman mereka, kehidupan arboreal primata telah mengarah pada sistem sensoris yang didominasi oleh sentuhan dan penglihatan, penyusutan wilayah olfaktori pada otak, serta perilaku sosial yang semakin kompleks.[72] Ketajaman visual manusia dan hominid lainnya sangat luar biasa; mereka memiliki penglihatan paling tajam yang diketahui di antara semua vertebrata, dengan pengecualian spesies burung pemangsa tertentu.[73][74]
Primata memiliki mata yang menghadap ke depan di bagian depan tengkorak; penglihatan binokuler memungkinkan persepsi jarak yang akurat, yang berguna bagi nenek moyang semua kera besar yang bergerak dengan cara berayun.[69] Sebuah tonjolan tulang di atas rongga mata memperkuat tulang-tulang wajah yang lebih lemah, yang mengalami tekanan saat mengunyah. Strepsirrhine memiliki batang pascaorbita, tulang di sekeliling rongga mata, untuk melindungi mata mereka; sebaliknya, primata yang lebih tinggi, haplorhine, telah mengevolusikan rongga mata yang tertutup sepenuhnya.[75]

Primata menunjukkan tren evolusi menuju moncong yang tereduksi.[76] Secara teknis, monyet Dunia Lama dibedakan dari monyet Dunia Baru berdasarkan struktur hidungnya, dan dari kera berdasarkan susunan giginya.[72] Pada monyet Dunia Baru, lubang hidung menghadap ke samping; pada monyet Dunia Lama, lubang hidung menghadap ke bawah.[72] Pola gigi pada primata sangat bervariasi; meskipun beberapa telah kehilangan sebagian besar gigi seri mereka, semuanya mempertahankan setidaknya satu gigi seri bawah.[72] Pada sebagian besar strepsirrhine, gigi seri bawah membentuk sisir gigi, yang digunakan untuk bersolek dan terkadang mencari makan.[72][77] Monyet Dunia Lama memiliki delapan gigi premolar, dibandingkan dengan 12 pada monyet Dunia Baru. Spesies Dunia Lama dibagi menjadi kera dan monyet tergantung pada jumlah tonjolan pada gigi molar mereka: monyet memiliki empat, kera memiliki lima[72] - meskipun manusia dapat memiliki empat atau lima.[78] Tonjolan molar hominid utama (hipokona) berevolusi pada sejarah awal primata, sementara tonjolan molar bawah primitif yang bersesuaian (parakonid) menghilang. Prosimian dibedakan berdasarkan bibir atas yang tidak dapat digerakkan, ujung hidung yang basah, dan gigi depan bawah yang menghadap ke depan.
Tubuh

Primata umumnya memiliki lima jari pada setiap tungkai (pentadaktili), dengan jenis kuku keratin yang khas pada ujung setiap jari tangan dan kaki. Bagian bawah tangan dan kaki memiliki bantalan sensitif di ujung jari. Sebagian besar memiliki ibu jari yang dapat ditekuk berlawanan, sebuah fitur karakteristik primata yang paling berkembang pada manusia, meskipun tidak terbatas pada ordo ini saja (oposum dan koala, misalnya, juga memilikinya).[69] Ibu jari memungkinkan beberapa spesies untuk menggunakan alat. Pada primata, kombinasi antara ibu jari yang berhadapan, kuku pendek (alih-alih cakar), dan jari-jari panjang yang menutup ke dalam merupakan peninggalan dari kebiasaan leluhur dalam mencengkeram dahan, dan sebagian telah memungkinkan beberapa spesies untuk mengembangkan brakiasi (berayun dengan lengan dari dahan ke dahan) sebagai sarana lokomosi yang signifikan. Prosimian memiliki kuku menyerupai cakar pada jari kaki kedua di setiap kaki, yang disebut cakar dandan, yang mereka gunakan untuk bersolek.[69]
Tulang selangka primata merupakan elemen yang menonjol dari gelang bahu; hal ini memungkinkan sendi bahu memiliki mobilitas yang luas.[76] Dibandingkan dengan monyet Dunia Lama, kera memiliki sendi bahu dan lengan yang lebih luwes karena posisi dorsal skapula, rongga dada yang lebar dan lebih pipih dari depan ke belakang, tulang belakang yang lebih pendek dan kurang luwes, serta vertebra bagian bawah yang sangat tereduksi—yang mengakibatkan hilangnya ekor pada beberapa spesies.[6] Ekor prehensil ditemukan pada atelid Dunia Baru, termasuk monyet pelolong, monyet laba-laba, laba-laba wol, dan monyet wol; serta pada kapusin.[79][80] Primata jantan memiliki penis yang menggantung dan testis yang turun ke dalam skrotum.[81][77]
Dimorfisme seksual
Dimorfisme seksual sering kali tampak pada simian, meskipun dalam tingkat yang lebih tinggi pada spesies Dunia Lama (kera dan beberapa monyet) dibandingkan spesies Dunia Baru. Studi terkini melibatkan perbandingan DNA guna menelaah variasi ekspresi dimorfisme di kalangan primata serta penyebab mendasar dari dimorfisme seksual tersebut. Primata umumnya memiliki dimorfisme pada massa tubuh[82][83] dan ukuran gigi taring[84][85] beserta rambut dan warna kulit.[86] Dimorfisme ini dapat dikaitkan dengan dan dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk sistem perkawinan,[87] ukuran,[87] habitat, dan pakan.[88]
Analisis komparatif telah membuahkan pemahaman yang lebih utuh mengenai hubungan antara seleksi seksual, seleksi alam, dan sistem perkawinan pada primata. Penelitian menunjukkan bahwa dimorfisme merupakan hasil dari perubahan sifat, baik pada jantan maupun betina.[89] Penyekalaan ontogenetik, yakni terjadinya perpanjangan relatif atas suatu lintasan pertumbuhan umum, dapat memberikan wawasan mengenai hubungan antara dimorfisme seksual dan pola pertumbuhan.[90] Sejumlah bukti dari catatan fosil mengindikasikan adanya evolusi konvergen pada dimorfisme, dan beberapa hominid yang telah punah kemungkinan memiliki dimorfisme yang lebih besar dibandingkan primata mana pun yang masih hidup saat ini.[89]
Lokomosi

Spesies primata bergerak dengan cara brakiasi, bipedalisme, meloncat, kuadrupedalisme arboreal dan terestrial, memanjat, berjalan dengan buku jari atau melalui kombinasi metode-metode ini. Beberapa prosimian utamanya adalah pemanjat dan peloncat vertikal. Kelompok ini mencakup banyak galago, semua indriid (yaitu, sifaka, avahi, dan indri), lemur sportif, serta seluruh tarsius.[91] Prosimian lainnya adalah kuadruped arboreal dan pemanjat. Beberapa di antaranya juga merupakan kuadruped terestrial, sementara sebagian lainnya adalah peloncat. Sebagian besar monyet adalah kuadruped arboreal sekaligus terestrial dan pemanjat. Owa, muriki, dan monyet laba-laba semuanya melakukan brakiasi secara ekstensif,[57] di mana owa terkadang melakukannya dengan gaya akrobatik yang luar biasa. Monyet wol juga kadang-kadang melakukan brakiasi.[92] Orang utan menggunakan bentuk lokomosi serupa yang disebut pemanjatan kuadramanus, di mana mereka menggunakan lengan dan kaki untuk membawa tubuh berat mereka melewati pepohonan.[57] Simpanse dan gorila berjalan dengan buku jari,[57] dan dapat bergerak secara bipedal untuk jarak pendek. Meskipun berbagai spesies, seperti australopithecine dan hominid awal, telah menunjukkan lokomosi bipedal sepenuhnya, manusia adalah satu-satunya spesies yang masih ada dengan ciri ini.[93]
Penglihatan

Evolusi penglihatan warna pada primata bersifat unik di antara sebagian besar mamalia eutheria. Sementara nenek moyang vertebrata purba primata memiliki penglihatan tiga warna (trikromatisme), nenek moyang mamalia yang nokturnal dan berdarah panas kehilangan satu dari tiga kerucut di retina selama era Mesozoikum. Oleh karena itu, ikan, reptil, dan burung bersifat trikromatik atau tetrakromatik, sedangkan semua mamalia, dengan pengecualian beberapa primata dan marsupial,[94] adalah dikromat atau monokromat (buta warna total).[77] Primata nokturnal, seperti monyet malam dan galago, sering kali bersifat monokromatik. Catarrhine secara rutin bersifat trikromatik karena duplikasi gen dari gen opsin merah-hijau pada pangkal garis keturunan mereka, 30 hingga 40 juta tahun yang lalu.[77][95] Platyrrhine, di sisi lain, bersifat trikromatik hanya dalam beberapa kasus saja.[96] Secara khusus, individu betina harus heterozigot untuk dua alel gen opsin (merah dan hijau) yang terletak pada lokus yang sama di kromosom X.[77] Oleh karena itu, jantan hanya bisa menjadi dikromatik, sedangkan betina bisa menjadi dikromatik atau trikromatik. Penglihatan warna pada strepsirrhine belum dipahami sebaik itu; namun, penelitian menunjukkan rentang penglihatan warna yang serupa dengan yang ditemukan pada platyrrhine.[77]
Seperti catarrhine, monyet pelolong (salah satu famili platyrrhine) menunjukkan trikromatisme rutin yang telah ditelusuri berasal dari duplikasi gen yang secara evolusioner terjadi belum lama ini.[97] Monyet pelolong adalah salah satu pemakan daun paling terspesialisasi dari monyet Dunia Baru; buah-buahan bukan merupakan bagian utama dari diet mereka,[92] dan jenis daun yang lebih mereka sukai untuk dikonsumsi (muda, bernutrisi, dan mudah dicerna) hanya dapat dideteksi dengan sinyal merah-hijau. Penelitian lapangan yang mengeksplorasi preferensi diet monyet pelolong menunjukkan bahwa trikromatisme rutin tersebut diseleksi oleh lingkungan.[96]
Remove ads
Perilaku
Ringkasan
Perspektif
Sistem sosial
Richard Wrangham menyatakan bahwa sistem sosial primata paling baik diklasifikasikan berdasarkan jumlah perpindahan betina yang terjadi antar kelompok.[98] Ia mengajukan empat kategori:
- Sistem transfer betina – betina berpindah menjauh dari kelompok tempat mereka dilahirkan. Betina dalam suatu kelompok tidak akan berkerabat dekat, sedangkan jantan akan tetap berada di kelompok kelahiran mereka; asosiasi yang erat ini mungkin berpengaruh pada perilaku sosial. Kelompok yang terbentuk umumnya cukup kecil.[98] Organisasi ini dapat dilihat pada simpanse, di mana para jantan, yang biasanya berkerabat, akan bekerja sama dalam mempertahankan wilayah kelompok.[99] Bukti sistem sosial ini (disebut tempat tinggal patrilokal saat digunakan oleh Antropologi) juga telah ditemukan di antara sisa-sisa Neanderthal di Spanyol[100] dan pada sisa-sisa kelompok Australopithecus serta Paranthropus robustus di Afrika bagian selatan.[101][102] Di antara Monyet Dunia Baru, monyet laba-laba dan muriqui menggunakan sistem ini.[103]

- Sistem transfer jantan – sementara betina tetap berada di kelompok kelahiran mereka, jantan akan beremigrasi saat remaja. Ukuran kelompok biasanya lebih besar.[98] Sistem ini umum dijumpai pada lemur ekor cincin, monyet kapusin, dan monyet cercopithecine.[57]
- Spesies monogami – ikatan satu jantan dan satu betina, terkadang disertai oleh keturunan yang masih muda. Terdapat tanggung jawab bersama dalam pengasuhan anak dan pertahanan wilayah. Sang anak meninggalkan wilayah orang tuanya saat masa remaja.[98] Indri, tarsius lariang, monyet Callitrichidae, dan owa menggunakan sistem ini, meskipun "monogami" dalam konteks ini tidak selalu berarti kesetiaan seksual yang mutlak.[104][105] Spesies-spesies ini tidak hidup dalam kelompok yang lebih besar.
- Spesies soliter – jantan dan betina hidup di wilayah jelajah yang tumpang tindih.[98][105] Jenis organisasi ini ditemukan pada kukang, galago, lemur tikus, aye-aye, dan orang utan.[105]
Sistem lain diketahui terjadi pula. Misalnya, pada monyet pelolong dan gorila, baik jantan maupun betina biasanya berpindah dari kelompok kelahiran mereka saat mencapai kematangan seksual, yang menghasilkan kelompok di mana baik jantan maupun betina biasanya tidak memiliki hubungan kekerabatan.[92][106] Beberapa prosimian, monyet colobine, dan monyet callitrichid juga menggunakan sistem ini.[57]
Perpindahan betina atau jantan dari kelompok asal mereka kemungkinan merupakan adaptasi untuk menghindari perkawinan sekerabat (inbreeding).[107] Analisis catatan pembiakan koloni primata di penangkaran yang mewakili berbagai spesies berbeda menunjukkan bahwa kematian bayi dari keturunan hasil perkawinan sekerabat umumnya lebih tinggi dibandingkan keturunan yang bukan hasil perkawinan sekerabat.[107][108] Dampak perkawinan sekerabat terhadap kematian bayi ini mungkin sebagian besar disebabkan oleh peningkatan ekspresi alel resesif yang merugikan (lihat Depresi inbreeding).

Primatolog Jane Goodall, yang melakukan studi di Taman Nasional Gombe Stream, mencatat adanya masyarakat fisi-fusi pada simpanse.[109] Terjadi fisi (pemecahan) ketika kelompok utama memisahkan diri untuk mencari makan pada siang hari, kemudian fusi (penggabungan) ketika kelompok tersebut kembali pada malam hari untuk tidur sebagai satu kelompok. Struktur sosial ini juga dapat diamati pada babun hamadryas,[110] monyet laba-laba[92] dan bonobo.[110] Gelada memiliki struktur sosial serupa di mana banyak kelompok kecil berkumpul untuk membentuk kawanan sementara yang terdiri dari hingga 600 monyet.[110] Manusia juga membentuk masyarakat fisi-fusi. Dalam masyarakat pemburu-pengumpul, manusia membentuk kelompok yang terdiri dari beberapa individu yang mungkin memisahkan diri untuk memperoleh sumber daya yang berbeda.[111]
Sistem sosial ini dipengaruhi oleh tiga faktor ekologi utama: distribusi sumber daya, ukuran kelompok, dan predasi.[112] Di dalam kelompok sosial terdapat keseimbangan antara kerja sama dan kompetisi. Perilaku kooperatif pada banyak spesies primata meliputi bersolek sosial (menghilangkan parasit kulit dan membersihkan luka), berbagi makanan, serta pertahanan kolektif terhadap predator atau wilayah. Perilaku agresif sering kali menandakan persaingan untuk mendapatkan makanan, tempat tidur, atau pasangan. Agresi juga digunakan dalam membangun hierarki dominasi.[112][113]
Pada November 2023, para ilmuwan melaporkan, untuk pertama kalinya, bukti bahwa kelompok primata, khususnya bonobo, mampu bekerja sama satu sama lain.[114][115]
Asosiasi antarspesies
Beberapa spesies primata diketahui saling berasosiasi di alam liar. Beberapa dari asosiasi ini telah dipelajari secara ekstensif. Di Hutan Tai di Afrika, sejumlah spesies mengoordinasikan perilaku antipredator. Spesies-spesies tersebut meliputi monyet diana, monyet mona Campbell, monyet hidung putih kecil, colobus merah barat, colobus raja (colobus hitam-putih barat), dan mangabey sooty, yang menyelaraskan panggilan peringatan antipredator.[116] Di antara predator monyet-monyet ini adalah simpanse umum.[117]
Monyet ekor merah berasosiasi dengan beberapa spesies, termasuk colobus merah barat, monyet biru, monyet mona Wolf, guereza bermantel, mangabey jambul hitam, dan monyet rawa Allen.[110] Beberapa dari spesies ini dimangsa oleh simpanse umum.[118]
Di Amerika Selatan, monyet tupai berasosiasi dengan monyet kapusin.[119] Hal ini mungkin lebih berkaitan dengan keuntungan mencari makan bagi monyet tupai dibandingkan keuntungan antipredasi.[119]
Sistem perkawinan
Harem Gelada: satu jantan dan beberapa betina
Sistem perkawinan primata bervariasi antara monogami, poliandri, poligini, dan poliginandri. Pada spesies monogami, jantan dan betina dewasa membentuk ikatan pasangan jangka panjang. Dibandingkan dengan sistem lainnya, kompetisi untuk mendapatkan hak kawin sangatlah minim dan ukuran tubuh jantan serta betina cenderung serupa. Poliandri, yang melibatkan kelompok yang terdiri dari satu betina yang kawin dengan beberapa jantan, dapat muncul sebagai sistem perkawinan sekunder pada spesies monogami. Pada tamarin mantel cokelat, seekor betina dapat berkembang biak dengan satu atau dua jantan. Poliandri mungkin berkembang karena tingginya frekuensi kelahiran kembar, yang memerlukan lebih banyak bantuan dalam pengasuhan.[105]
Spesies poligini meliputi gorila, langur Hanuman, gelada, babun hamadria, bekantan, dan monyet hidung pesek emas, di mana satu jantan kawin dengan beberapa betina dalam suatu harem atau unit satu-jantan. Dimorfisme seksual cenderung lebih tinggi pada spesies-spesies ini dan pejantan juga dapat mengembangkan karakteristik seks sekunder yang menonjol. Pada babun hamadryas yang patriarkal, pejantan menggiring betina secara agresif ke dalam kelompok mereka dan mendisiplinkan dengan kekerasan mereka yang berkeliaran. Sebaliknya, dalam masyarakat gelada yang didasarkan pada kekerabatan betina, seekor jantan bergantung pada dukungan betina dalam unitnya dan tidak dapat memaksakan kehendak pada mereka. Pejantan poligini harus mempertahankan harem mereka dari saingan yang mungkin mencoba mengambil alih.[105]
Pada beberapa spesies, seperti lemur ekor cincin, sifaka, makaka, sebagian besar babun, mangabey, monyet tupai, monyet wol, monyet laba-laba, monyet laba-laba wol, simpanse, dan bonobo, baik jantan maupun betina kawin dengan banyak pasangan. Poliginandri terjadi pada kelompok multijantan-multibetina, dan karena betina kawin berkali-kali sebelum pembuahan, jantan memiliki testis yang besar untuk kompetisi sperma. Pejantan mungkin berada dalam suatu hierarki dominasi dan mereka yang berada di puncak akan mencoba memonopoli akses terhadap betina. Perpasangan sementara (konsorsium) dapat terjadi pada beberapa spesies namun bersifat jangka pendek. Pada spesies yang hidup soliter, jantan dan betina kawin dengan pasangan yang wilayah jelajahnya tumpang tindih dengan mereka. Ini dikenal sebagai sistem perkawinan 'tersebar'.[105]
Bukti genetik mengindikasikan bahwa manusia sebagian besar bersifat poligini di sepanjang eksistensinya sebagai spesies, namun hal ini mulai bergeser selama masa Neolitikum, ketika monogami mulai meluas seiring dengan transisi dari masyarakat nomaden ke masyarakat menetap.[120] Sebagian besar masyarakat manusia modern menganut pernikahan monogami, namun tetap mengizinkan poligini, khususnya bagi mereka yang berstatus tinggi.[105]
Perilaku seksual

Primata betina dapat memberi sinyal kepada pejantan mengenai kesiapan mereka melalui berbagai tampilan, termasuk kontak mata, decak lidah, dan menyodorkan bagian pantat. Lemur, kukang, dan galago betina akan memposisikan diri dalam pose lordosis, sementara simpanse, bonobo, dan beberapa monyet Dunia Lama betina mengalami pembengkakan seksual pada bagian pantat. Kopulasi pada primata biasanya melibatkan pejantan yang menaiki betina dari belakang, seperti halnya pada sebagian besar mamalia. Kopulasi perut-ke-perut telah tercatat pada kera, baik owa maupun kera besar. Posisi seks manusia merupakan modifikasi dari kedua posisi ini.[121]
Primata dapat terlibat dalam aktivitas seksual sebagai bagian dari ikatan sosial, termasuk perilaku homoseksual.[121] Perilaku semacam ini memainkan peran penting khususnya dalam masyarakat bonobo. Bonobo betina terlibat dalam perilaku saling menggosok alat kelamin, kemungkinan untuk menjalin ikatan sosial satu sama lain, sehingga membentuk nukleus betina dalam masyarakat bonobo. Ikatan di antara para betina memungkinkan mereka untuk mendominasi sebagian besar pejantan.[122]
Sejarah kehidupan

Primata memiliki laju perkembangan yang lebih lambat dibandingkan mamalia lainnya. Semua bayi primata disusui oleh induknya (kecuali pada beberapa budaya manusia dan berbagai primata yang dibesarkan di kebun binatang yang diberi susu formula) dan bergantung pada induk untuk perawatan serta perpindahan tempat. Pada beberapa spesies, bayi dilindungi dan digendong oleh pejantan dalam kelompok, terutama pejantan yang mungkin merupakan ayah mereka. Kerabat lain dari bayi tersebut, seperti saudara kandung dan bibi, juga dapat berpartisipasi dalam perawatannya. Sebagian besar induk primata berhenti mengalami ovulasi saat menyusui bayi; setelah bayi disapih, induk dapat bereproduksi kembali. Hal ini sering kali menyebabkan konflik penyapihan dengan bayi yang berusaha untuk terus menyusu.[57] Primata memiliki periode remaja yang lebih panjang antara masa penyapihan dan kematangan seksual dibandingkan mamalia lain dengan ukuran serupa.[57]
Infantisida (pembunuhan bayi) umum terjadi pada spesies poligini seperti langur abu-abu dan gorila. Pejantan dewasa mungkin membunuh keturunan yang masih bergantung dan bukan milik mereka agar betina kembali mengalami estrus, sehingga mereka dapat membuahi keturunan mereka sendiri. Monogami sosial pada beberapa spesies mungkin telah berevolusi untuk melawan perilaku ini.[123] Poliginandri juga dapat mengurangi risiko infantisida karena paternitas menjadi tidak pasti.[124]
Beberapa primata seperti galago dan monyet Dunia Baru menggunakan lubang pohon untuk bersarang, dan menyembuyikan anaknya di rimbunan dedaunan saat mencari makan. Primata lain mengikuti strategi "menggendong", yaitu membawa individu di tubuh saat makan. Individu dewasa dapat membangun atau menggunakan situs sarang, terkadang disertai oleh remaja, untuk tujuan beristirahat, sebuah perilaku yang berkembang secara sekunder pada kera besar.[125][126] Selama masa remaja, primata lebih rentan terhadap predasi dan kelaparan dibandingkan individu dewasa; mereka mendapatkan pengalaman dalam mencari makan dan menghindari predator selama masa ini.[57] Mereka mempelajari keterampilan sosial dan bertarung, sering kali melalui bermain.[57] Primata, terutama betina, memiliki rentang hidup yang lebih panjang dibandingkan mamalia lain yang berukuran serupa,[57] hal ini mungkin sebagian disebabkan oleh metabolisme mereka yang lebih lambat.[127] Di usia lanjut, primata catarrhine betina tampaknya mengalami penghentian fungsi reproduksi yang dikenal sebagai menopause; kelompok lain kurang banyak dipelajari dalam hal ini.[128]
Diet dan cara makan
Guereza bermantel pemakan daun
Primata memanfaatkan berbagai sumber makanan. Telah dikemukakan bahwa banyak karakteristik primata modern, termasuk manusia, berasal dari kebiasaan nenek moyang awal yang mengambil sebagian besar makanannya dari tajuk hutan tropis.[129] Sebagian besar primata menyertakan buah dalam diet mereka untuk memperoleh nutrisi yang mudah dicerna, termasuk karbohidrat dan lipid untuk energi.[57] Primata dalam subordo Strepsirrhini (prosimian non-tarsius) mampu menyintesis vitamin C, seperti kebanyakan mamalia lainnya, sedangkan primata dari subordo Haplorhini (tarsius, monyet, dan kera) telah kehilangan kemampuan ini, dan memerlukan asupan vitamin tersebut dalam diet mereka.[130]
Banyak primata memiliki spesialisasi anatomi yang memungkinkan mereka memanfaatkan makanan tertentu, seperti buah, daun, getah, atau serangga.[57] Sebagai contoh, pemakan daun seperti monyet pelolong, colobus hitam-putih, dan lemur sportif memiliki saluran pencernaan yang memanjang yang memungkinkan mereka menyerap nutrisi dari daun yang sulit dicerna.[57] Marmoset, yang merupakan pemakan getah, memiliki gigi seri yang kuat, yang memungkinkan mereka mengoyak kulit pohon untuk mendapatkan getah, serta cakar alih-alih kuku, yang memungkinkan mereka mencengkeram pohon saat makan.[57] Aye-aye memadukan gigi yang menyerupai gigi hewan pengerat dengan jari tengah yang panjang dan ramping untuk mengisi relung ekologi yang sama dengan burung pelatuk. Ia mengetuk-ngetuk pohon untuk menemukan larva serangga, kemudian menggerogoti kayu hingga berlubang dan memasukkan jari tengahnya yang memanjang untuk menarik larva keluar.[131] Beberapa spesies memiliki spesialisasi tambahan. Misalnya, mangabey pipi abu-abu memiliki email gigi yang tebal, yang memungkinkannya membuka buah keras dan biji-bijian yang tidak bisa dibuka oleh monyet lain.[57] Gelada adalah satu-satunya spesies primata yang memakan rumput sebagai pakan utamanya.[132]
Perburuan

Tarsius adalah satu-satunya primata karnivora obligat yang masih hidup, yang secara eksklusif memakan serangga, krustasea, vertebrata kecil, dan ular (termasuk spesies berbisa).[133] Monyet kapusin dapat memanfaatkan berbagai jenis bahan nabati, termasuk buah, daun, bunga, kuncup, nektar, dan biji-bijian, namun juga memakan serangga dan invertebrata lainnya, telur burung, serta vertebrata kecil seperti burung, kadal, bajing, dan kelelawar.[92]
Simpanse umum mengonsumsi pakan omnivora yang bersifat frugivora. Ia lebih menyukai buah dibandingkan jenis makanan lainnya dan bahkan mencari serta memakannya ketika buah sedang tidak melimpah. Ia juga memakan daun dan kuncup daun, biji-bijian, bunga, batang, empulur, kulit kayu, dan resin. Serangga dan daging merupakan bagian kecil dari diet mereka, yang diperkirakan sebesar 2%.[134][135] Konsumsi daging tersebut mencakup pemangsaan spesies primata lain, seperti monyet colobus merah barat.[117] Bonobo adalah seekor frugivora omnivora – sebagian besar dietnya adalah buah, namun ia melengkapinya dengan daun, daging dari vertebrata kecil, seperti tupai ekor sisik, tupai terbang, dan duiker,[136] serta invertebrata.[137] Dalam beberapa kejadian, bonobo terbukti mengonsumsi primata tingkat rendah.[138][139]
Hingga berkembangnya pertanian sekitar 10.000 tahun yang lalu, Homo sapiens menerapkan metode pemburu-pengumpul sebagai satu-satunya cara pengumpulan makanan. Hal ini melibatkan penggabungan sumber makanan stasioner (seperti buah-buahan, biji-bijian, umbi-umbian, dan jamur, larva serangga, serta moluska air) dengan hewan buruan liar, yang harus diburu dan dibunuh agar dapat dikonsumsi.[140] Telah diajukan pendapat bahwa manusia telah menggunakan api untuk menyiapkan dan memasak makanan sejak masa Homo erectus.[141] Sekitar sepuluh ribu tahun yang lalu, manusia mengembangkan pertanian,[142] yang secara substansial mengubah pola makan mereka. Perubahan pola makan ini mungkin juga telah mengubah biologi manusia; dengan menyebarnya peternakan susu yang menyediakan sumber makanan baru dan kaya nutrisi, yang mengarah pada evolusi kemampuan mencerna laktosa pada beberapa orang dewasa.[143][144]
Sebagai mangsa
Predator primata mencakup berbagai spesies karnivora, burung pemangsa, reptil, dan primata lainnya. Bahkan gorila tercatat pernah menjadi mangsa. Predator primata memiliki strategi perburuan yang beragam, dan oleh karenanya, primata telah mengembangkan beberapa adaptasi antipredator yang berbeda, termasuk kripsis, panggilan peringatan, dan pengeroyokan. Beberapa spesies memiliki panggilan peringatan yang berbeda untuk predator yang berbeda pula, seperti predator udara atau predator darat. Predasi mungkin telah membentuk ukuran kelompok pada primata, karena spesies yang terpapar tekanan predasi yang lebih tinggi tampaknya hidup dalam kelompok yang lebih besar.[145]
Komunikasi

Lemur, kukang, tarsius, dan monyet Dunia Baru mengandalkan sinyal olfaktori untuk banyak aspek perilaku sosial dan reproduksi.[71] Kelenjar khusus digunakan untuk menandai wilayah dengan feromon, yang dideteksi oleh organ vomeronasal; proses ini membentuk bagian besar dari perilaku komunikasi primata-primata tersebut.[71] Pada monyet Dunia Lama dan kera, kemampuan ini sebagian besar bersifat vestigial (sisa), yang mengalami kemunduran seiring dengan evolusi mata trikromatik menjadi organ sensoris utama.[146] Primata juga menggunakan vokalisasi, gestur, dan ekspresi wajah untuk menyampaikan keadaan psikologis.[147][148] Otot wajah sangat berkembang pada primata, khususnya pada monyet dan kera, yang memungkinkan komunikasi wajah yang kompleks. Seperti manusia, simpanse dapat membedakan wajah individu yang dikenal dan yang tidak dikenal.[149] Gestur tangan dan lengan juga merupakan bentuk komunikasi penting bagi kera besar, dan satu gestur dapat memiliki berbagai fungsi.[148] Memukul dada pada gorila jantan adalah bentuk komunikasi visual dan suara non-vokal yang berfungsi untuk menunjukkan kebugaran baik kepada saingan maupun betina.[150]
Primata adalah kelompok mamalia yang sangat vokal.[81] Indri dan lemur ruffed hitam-putih membuat nyanyian dan paduan suara yang khas dan keras yang berfungsi mempertahankan wilayah dan bertindak sebagai panggilan peringatan.[151] Tarsius filipina memiliki batas sensitivitas pendengaran frekuensi tinggi sekitar 91 kHz dengan frekuensi dominan 70 kHz, yang merupakan salah satu yang tertinggi yang tercatat untuk mamalia darat mana pun. Bagi tarsius filipina, vokalisasi ultrasonik ini mungkin mewakili saluran komunikasi pribadi yang menghindari deteksi oleh predator, mangsa, dan pesaing, meningkatkan efisiensi energi, atau meningkatkan deteksi terhadap kebisingan latar belakang berfrekuensi rendah.[152] Monyet raung jantan termasuk mamalia darat dengan suara terkeras karena raungan mereka dapat terdengar hingga 48 km (30 mi), dan berkaitan dengan penjarakan antarkelompok, perlindungan wilayah, dan kemungkinan penjagaan pasangan.[153][154] Siamang jantan dan betina sama-sama memiliki kantung yang dapat digembungkan di tenggorokan yang digunakan oleh pasangan untuk menyanyikan "duet" satu sama lain.[155] Monyet vervet memberikan panggilan peringatan yang berbeda untuk masing-masing dari setidaknya empat predator yang berbeda, dan reaksi monyet lain bervariasi sesuai dengan panggilan tersebut.[156] Selain itu, banyak spesies primata termasuk simpanse,[157] monyet mona Campbell,[158] atau monyet Diana[159] telah terbukti menggabungkan vokalisasi dalam urutan, yang menunjukkan bahwa sintaksis mungkin tidak unik pada manusia seperti yang diperkirakan sebelumnya, melainkan sudah ada sejak purba secara evolusioner, dan asal-usulnya mungkin berakar dalam pada garis keturunan primata.[160]
Bunyi yang menyerupai konsonan dan vokal terdapat pada beberapa panggilan orang utan dan bunyi-bunyi tersebut mempertahankan maknanya dalam jarak yang jauh.[161] Rentang waktu bagi evolusi bahasa manusia dan/atau prasyarat anatomisnya terentang, setidaknya secara prinsip, mulai dari divergensi filogenetik Homo (2,3 hingga 2,4 juta tahun lalu) dari Pan (5 hingga 6 juta tahun lalu) sampai munculnya modernitas perilaku penuh sekitar 50.000–150.000 tahun lalu. Tidak banyak yang menyangkal bahwa kemampuan komunikasi vokal Australopithecus kemungkinan tidak jauh lebih canggih dibandingkan kera besar pada umumnya.[162]
Kecerdasan dan kognisi
Primata memiliki kemampuan kognitif yang maju: sebagian membuat alat dan menggunakannya untuk memperoleh makanan serta untuk peragaan sosial;[163][164] sebagian dapat melakukan tugas yang menuntut kerja sama, pengaruh, dan peringkat;[165] mereka sadar akan status, manipulatif, dan mampu melakukan tipu daya;[166][167] mereka dapat mengenali kerabat dan konspesifik;[168][169] dan mereka dapat belajar menggunakan simbol serta memahami aspek bahasa manusia termasuk beberapa sintaksis relasional serta konsep bilangan dan urutan numerik.[170][171][172] Penelitian dalam kognisi primata mengeksplorasi pemecahan masalah, ingatan, interaksi sosial, teori pikiran, serta konsep numerik, spasial, dan abstrak.[173] Studi komparatif menunjukkan tren menuju kecerdasan yang lebih tinggi mulai dari prosimian, ke monyet Dunia Baru, hingga monyet Dunia Lama, dan rata-rata kemampuan kognitif yang jauh lebih tinggi pada kera besar.[174][175] Namun, terdapat variasi yang sangat besar dalam setiap kelompok (misalnya, di antara monyet Dunia Baru, baik laba-laba maupun kapusin memperoleh skor tinggi berdasarkan beberapa ukuran), begitu pula dalam hasil studi-studi yang berbeda.[174][175]
Penggunaan dan pembuatan alat

Pada tahun 1960, Jane Goodall mengamati seekor simpanse yang menusukkan potongan rumput ke dalam gundukan rayap dan kemudian mengangkat rumput tersebut ke mulutnya. Setelah simpanse itu pergi, Goodall mendekati gundukan tersebut dan mengulangi perilaku itu karena ia tidak yakin apa yang sedang dilakukan oleh simpanse tersebut. Ia menemukan bahwa rayap menggigit rumput tersebut dengan rahang mereka. Simpanse itu telah menggunakan rumput sebagai alat untuk "memancing" atau "mencelup" demi mendapatkan rayap.[176] Terdapat laporan yang lebih terbatas mengenai kerabat dekatnya, bonobo, yang menggunakan alat di alam liar; diklaim bahwa mereka jarang menggunakan alat di alam liar meskipun mereka menggunakan alat sama cekatannya dengan simpanse ketika berada di penangkaran.[177] Telah dilaporkan bahwa betina, baik pada simpanse maupun bonobo, menggunakan alat dengan lebih antusias dibandingkan jantan.[178] Orang utan di Borneo menyerok ikan lele dari kolam-kolam kecil. Selama dua tahun, antropolog Anne Russon mengamati orang utan belajar menusukkan tongkat ke arah lele untuk menakut-nakuti mereka agar keluar dari kolam dan masuk ke tangan mereka yang telah menunggu.[179] Sedikit laporan mengenai gorila yang menggunakan alat di alam liar. Seekor betina dewasa gorila dataran rendah barat menggunakan dahan sebagai tongkat bantu jalan, tampaknya untuk menguji kedalaman air dan membantunya menyeberangi genangan air. Betina dewasa lainnya menggunakan batang yang dilepaskan dari semak kecil sebagai penyeimbang saat mengumpulkan makanan, dan yang lainnya menggunakan batang kayu sebagai jembatan.[180]
Segera setelah penemuan awalnya tentang penggunaan alat, Goodall mengamati simpanse lain memungut ranting berdaun, melucuti daun-daunnya, dan menggunakan batangnya untuk memancing serangga. Perubahan ranting berdaun menjadi sebuah alat ini merupakan penemuan besar. Sebelumnya, para ilmuwan berpikir bahwa hanya manusia yang membuat dan menggunakan alat, dan bahwa kemampuan inilah yang memisahkan manusia dari hewan lain.[176] Simpanse juga telah diamati membuat "spons" dari daun dan lumut yang menyerap air.[181] Orang utan Sumatra telah diamati membuat dan menggunakan alat. Mereka akan mematahkan cabang pohon yang panjangnya sekitar 30 cm, mematahkan ranting-rantingnya, menguraikan satu ujungnya, dan kemudian menggunakan tongkat tersebut untuk menggali lubang pohon guna mencari rayap.[182][183] Di alam liar, mandril telah diamati membersihkan telinga mereka dengan alat yang dimodifikasi. Para ilmuwan merekam seekor mandril jantan besar di Kebun Binatang Chester (Inggris) sedang menyerut ranting, tampaknya untuk membuatnya lebih sempit, dan kemudian menggunakan tongkat yang telah dimodifikasi itu untuk mengorek kotoran dari bawah kuku kakinya.[184] Gorila di penangkaran telah membuat berbagai macam alat.[185]
Pengamatan langsung pertama terhadap primata bukan kera yang menggunakan alat di lingkungan liar terjadi pada tahun 1988. Primatolog Sue Boinski menyaksikan seekor kapusin muka putih jantan dewasa memukul ular fer-de-lance hingga mati dengan dahan mati.[186] Kapusin bergaris hitam adalah primata bukan kera pertama yang penggunaan alat secara rutinnya didokumentasikan di alam liar; individu-individu diamati memecahkan kacang dengan menempatkannya di atas landasan batu dan memukulnya dengan batu besar lainnya.[187] Di Thailand dan Myanmar, monyet ekor panjang menggunakan alat batu untuk membuka kacang, tiram, dan bivalvia lainnya, serta berbagai jenis siput laut.[188] Babun Chacma menggunakan batu sebagai senjata; pelemparan batu oleh babun ini dilakukan dari dinding berbatu di ngarai tempat mereka tidur dan berlindung ketika terancam. Batu diangkat dengan satu tangan dan dijatuhkan ke sisi tebing sehingga menggelinding ke bawah atau jatuh langsung ke dasar ngarai.[189]
Meskipun belum pernah diamati menggunakan alat di alam liar, lemur dalam lingkungan terkendali terbukti mampu memahami sifat fungsional objek yang dilatihkan kepada mereka untuk digunakan sebagai alat, dengan kinerja sebaik haplorhine pengguna alat.[190]
Remove ads
Ekologi
Ringkasan
Perspektif

Manusia adalah spesies primata yang paling mudah beradaptasi, meskipun memiliki toleransi yang rendah atau sempit terhadap banyak lingkungan ekstrem di bumi.[191] Saat ini manusia menghuni di kedelapan zona biogeografis, meskipun keberadaan manusia di zona Antarktika sangat terbatas pada stasiun-stasiun penelitian dan setiap tahun terjadi penurunan populasi pada bulan-bulan musim dingin di wilayah ini.
Primata nonmanusia terutama hidup di garis lintang tropis Afrika, Asia, dan Amerika. Spesies yang hidup di luar daerah tropis meliputi makaka Jepang yang hidup di pulau Honshū dan Hokkaido di Jepang; makaka Barbary yang hidup di Afrika Utara, serta beberapa spesies langur yang hidup di Tiongkok. Primata cenderung hidup di hutan hujan tropis namun juga ditemukan di hutan iklim sedang, sabana, gurun, pegunungan, dan wilayah pesisir.[192] Jumlah spesies primata di wilayah tropis telah terbukti berkorelasi positif dengan curah hujan dan luas area hutan hujan.[193] Mencakup 25% hingga 40% dari hewan pemakan buah (berdasarkan berat) di dalam hutan hujan tropis, primata memainkan peran ekologis yang penting dengan menyebarkan biji dari banyak spesies pohon.[194]
Habitat primata merentang di berbagai ketinggian: monyet hidung pesek hitam ditemukan hidup di Pegunungan Hengduan pada ketinggian 4.700 meter (15.400 kaki),[195] gorila gunung dapat ditemukan pada ketinggian 4.200 meter (13.200 kaki) melintasi Pegunungan Virunga,[196] dan gelada telah ditemukan pada elevasi hingga 4,000 m (13,123 ft) di Dataran Tinggi Etiopia.[197] Beberapa spesies berinteraksi dengan lingkungan akuatik dan dapat berenang atau bahkan menyelam, termasuk bekantan, monyet De Brazza, dan monyet rawa Allen.[198] Beberapa primata, seperti makaka rhesus dan langur abu-abu, dapat memanfaatkan lingkungan yang telah dimodifikasi manusia dan bahkan hidup di kota-kota.[110][199]
Remove ads
Interaksi antara manusia dan primata lain
Ringkasan
Perspektif
Penularan penyakit
Interaksi yang erat antara manusia dan primata nonmanusia (PNM) dapat menciptakan jalur bagi penularan penyakit zoonosis. Virus-virus seperti Herpesviridae (terutama Virus Herpes B), Poxviridae, campak, ebola, rabies, virus Marburg, dan hepatitis virus dapat ditularkan ke manusia; dalam beberapa kasus, virus tersebut menyebabkan penyakit yang berpotensi fatal baik pada manusia maupun primata nonmanusia.[200]
Status hukum dan sosial

Hanya manusia yang diakui sebagai pribadi dan dilindungi secara hukum oleh Pernyataan Umum tentang Hak-Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa.[b] Di sisi lain, status hukum primata nonmanusia menjadi subjek perdebatan yang hangat, dengan organisasi-organisasi seperti Great Ape Project (GAP) yang berkampanye untuk memberikan setidaknya beberapa dari mereka hak-hak hukum.[202] Pada bulan Juni 2008, Spanyol menjadi negara pertama di dunia yang mengakui hak-hak beberapa primata nonmanusia, ketika komite lingkungan lintas partai di parlemennya mendesak negara tersebut untuk mematuhi rekomendasi GAP, yaitu bahwa simpanse, orang utan, dan gorila tidak boleh digunakan untuk percobaan hewan.[203][204]
Banyak spesies primata nonmanusia dipelihara sebagai hewan peliharaan oleh manusia. Allied Effort to Save Other Primates (AESOP) memperkirakan bahwa sekitar 15.000 primata nonmanusia hidup sebagai hewan peliharaan eksotis di Amerika Serikat.[205] Kelas menengah Tiongkok yang kian berkembang telah meningkatkan permintaan akan primata nonmanusia sebagai hewan peliharaan eksotis dalam beberapa tahun terakhir.[206] Meskipun impor primata nonmanusia untuk perdagangan hewan peliharaan telah dilarang di AS pada tahun 1975, penyelundupan masih terjadi di sepanjang Perbatasan Amerika Serikat–Meksiko, dengan harga berkisar dari US$3.000 untuk monyet hingga $30.000 untuk kera.[207]
Primata nonmanusia dipelihara di kebun binatang di seluruh dunia. Secara historis, kebun binatang utamanya merupakan bentuk hiburan, namun baru-baru ini telah mengalihkan fokusnya ke arah konservasi, pendidikan, dan penelitian. GAP tidak bersikeras agar semua primata nonmanusia dilepaskan dari kebun binatang, terutama karena primata yang lahir di penangkaran tidak memiliki pengetahuan dan pengalaman untuk bertahan hidup di alam liar jika dilepaskan.[208]
Peran dalam penelitian ilmiah

Primata dimanfaatkan sebagai organisme model di laboratorium dan telah dilibatkan dalam misi luar angkasa.[209] Mereka berfungsi sebagai hewan penolong bagi penyandang disabilitas. Monyet kapusin dapat dilatih untuk membantu manusia penderita kuadriplegia; kecerdasan, ingatan, dan ketangkasan manual mereka menjadikannya pembantu yang ideal.[210]
Ribuan primata nonmanusia digunakan di seluruh dunia dalam penelitian dikarenakan kemiripan psikologis dan fisiologisnya dengan manusia.[211][212] Secara khusus, otak dan mata primata nonmanusia memiliki kesejajaran anatomi dengan manusia yang lebih dekat dibandingkan hewan lainnya. Primata nonmanusia umum digunakan dalam uji praklinis, neurosains, studi oftalmologi, serta studi toksisitas. Makaka rhesus sering digunakan, sebagaimana halnya makaka lain, monyet hijau Afrika, simpanse, babun, monyet tupai, dan marmoset, baik yang ditangkap dari alam liar maupun yang dibiakkan secara khusus.[211][213]
Pada tahun 2005, GAP melaporkan bahwa 1.280 dari 3.100 primata nonmanusia yang hidup di penangkaran di Amerika Serikat digunakan untuk eksperimen.[202] Pada tahun 2004, Uni Eropa menggunakan sekitar 10.000 primata nonmanusia dalam eksperimen semacam itu; pada tahun 2005 di Britania Raya, 4.652 eksperimen dilakukan terhadap 3.115 primata nonmanusia.[214] Pemerintah di banyak negara memiliki persyaratan perawatan yang ketat bagi primata nonmanusia yang dipelihara di penangkaran. Di AS, pedoman federal mengatur secara ekstensif aspek kandang, pemberian pakan, pengayaan, dan pembiakan primata nonmanusia.[215] Kelompok-kelompok Eropa seperti Koalisi Eropa untuk Mengakhiri Eksperimen Hewan tengah mengupayakan pelarangan terhadap seluruh penggunaan primata nonmanusia dalam eksperimen sebagai bagian dari peninjauan Uni Eropa terhadap legislasi pengujian hewan.[216]
Ancaman kepunahan

Uni Internasional untuk Konservasi Alam (IUCN) mencantumkan lebih dari sepertiga primata sebagai terancam kritis atau rentan. Sekitar 60% spesies primata terancam punah, meliputi: 87% spesies di Madagaskar, 73% di Asia, 37% di Afrika, dan 36% di Amerika Selatan dan Tengah.[217] Selain itu, 75% spesies primata mengalami penurunan populasi.[217] Perdagangan diatur, karena semua spesies terdaftar oleh CITES dalam Lampiran II, kecuali 50 spesies dan subspesies yang terdaftar dalam Lampiran I, yang mendapatkan perlindungan penuh dari perdagangan.[218][219]
Ancaman umum terhadap spesies primata meliputi deforestasi, fragmentasi hutan, penggiringan monyet (akibat penjarahan tanaman oleh primata),[220] dan perburuan primata untuk digunakan dalam obat-obatan, sebagai hewan peliharaan, dan untuk makanan. Pembukaan hutan tropis skala besar secara luas dianggap sebagai proses yang paling mengancam primata.[221][222][223] Lebih dari 90% spesies primata terdapat di hutan tropis.[222][224] Penyebab utama hilangnya hutan adalah pembukaan lahan untuk pertanian, meskipun penebangan komersial, pemanenan kayu subsisten, pertambangan, dan pembangunan bendungan juga berkontribusi terhadap kerusakan hutan tropis.[224] Di Indonesia, area luas hutan dataran rendah telah dibuka untuk meningkatkan produksi minyak sawit, dan satu analisis citra satelit menyimpulkan bahwa selama tahun 1998 dan 1999 terjadi kehilangan 1.000 orang utan Sumatra per tahun di Ekosistem Leuser saja.[225]
Primata dengan ukuran tubuh besar (lebih dari 5 kg) memiliki risiko kepunahan yang meningkat karena keuntungan yang lebih besar bagi pemburu liar dibandingkan dengan primata yang lebih kecil.[224] Mereka mencapai kematangan seksual lebih lambat dan memiliki periode antar kelahiran yang lebih lama. Oleh karena itu, populasi pulih lebih lambat setelah terkuras oleh perburuan liar atau perdagangan hewan peliharaan.[226] Data untuk beberapa kota di Afrika menunjukkan bahwa setengah dari semua protein yang dikonsumsi di daerah perkotaan berasal dari perdagangan daging semak.[227] Primata yang terancam punah seperti guenon dan drill diburu pada tingkat yang jauh melampaui tingkat berkelanjutan.[227] Hal ini disebabkan oleh ukuran tubuh mereka yang besar, kemudahan transportasi, dan keuntungan per hewan.[227] Ketika pertanian merambah habitat hutan, primata memakan tanaman panen, yang menyebabkan kerugian ekonomi besar bagi para petani.[228] Penjarahan tanaman oleh primata memberikan kesan negatif tentang primata kepada penduduk setempat, yang menghambat upaya konservasi.[229]
Madagaskar, habitat bagi lima famili primata endemik, telah mengalami kepunahan terbesar di masa lampau terkini; sejak pemukiman manusia 1.500 tahun yang lalu, setidaknya delapan kelas dan lima belas spesies yang lebih besar telah punah akibat perburuan dan kerusakan habitat.[71] Di antara primata yang musnah adalah Archaeoindris (seekor lemur yang lebih besar dari gorila punggung perak) serta famili Palaeopropithecidae dan Archaeolemuridae.[71]
Di Asia, Hinduisme, Buddhisme, dan Islam melarang memakan daging primata; akan tetapi, primata masih diburu untuk dijadikan makanan.[224] Beberapa agama tradisional yang lebih kecil memperbolehkan konsumsi daging primata.[230][231] Perdagangan hewan peliharaan dan pengobatan tradisional juga meningkatkan permintaan akan perburuan liar.[206][232][233] Makaka rhesus, sebuah organisme model, dilindungi setelah penjeratan yang berlebihan mengancam jumlah populasinya pada tahun 1960-an; program tersebut sangat efektif sehingga mereka kini dipandang sebagai hama di seluruh wilayah sebaran mereka.[223]
Di Amerika Tengah dan Selatan, fragmentasi hutan dan perburuan merupakan dua masalah utama bagi primata. Bentangan hutan yang luas kini langka di Amerika Tengah.[221][234] Hal ini meningkatkan jumlah hutan yang rentan terhadap efek tepi, seperti perambahan lahan pertanian, tingkat kelembapan yang lebih rendah, dan perubahan dalam kehidupan tumbuhan.[235][236] Pembatasan pergerakan mengakibatkan tingkat perkawinan sekerabat yang lebih tinggi, yang dapat menyebabkan efek merugikan yang mengarah pada leher botol populasi, di mana persentase populasi yang signifikan menjadi hilang.[237][238]
Terdapat 21 primata yang terancam kritis, tujuh di antaranya tetap berada dalam daftar "25 Primata Paling Terancam Punah di Dunia" IUCN sejak tahun 2000: sifaka sutra, langur Delacour, langur kepala putih, douc kaki abu-abu, monyet hidung pesek Tonkin, gorila Sungai Cross, dan orang utan Sumatra.[239] Colobus merah Nona Waldron baru-baru ini dinyatakan punah ketika tidak ada jejak subspesies tersebut yang dapat ditemukan dari tahun 1993 hingga 1999.[240] Beberapa pemburu telah menemukan dan membunuh individu-individu sejak saat itu, tetapi prospek subspesies ini tetap suram.[241]
Remove ads
Lihat pula
- Teori arboreal
- Proyek Kera Besar
- Evolusi manusia
- Hari Primata Internasional
- Daftar primata
- Daftar fosil primata
- Hari Monyet
- Primatologi
Catatn kaki
- Meskipun hubungan monofiletik antara lemur dan lorisoid diterima secara luas, nama klad mereka tidak demikian. Istilah "lemuriform" digunakan di sini karena berasal dari satu taksonomi populer yang mengelompokkan klad primata bersisir gigi ke dalam satu infraordo dan adapiform yang telah punah dan tidak bersisir gigi ke dalam infraordo lainnya; keduanya berada dalam subordo Strepsirrhini.[12][13] Namun, taksonomi populer lainnya menempatkan lorisoid dalam infraordo mereka sendiri, Lorisiformes.[14]
Remove ads
Referensi
Bacaan lanjutan
Pranala luar
Wikiwand - on
Seamless Wikipedia browsing. On steroids.
Remove ads

