Top Qs
Timeline
Obrolan
Perspektif

Utsman bin Affan

Khalifah Kekhalifahan Rasyidin ke-3 (m. 644–656) Dari Wikipedia, ensiklopedia bebas

Utsman bin Affan
Remove ads

'Utsman bin 'Affan (bahasa Arab: عثمان بن عفان, 17 Juni 656 M/12 Dzulhijjah 35 H) adalah khalifah ketiga yang berkuasa pada tahun 644 - 656 M juga merupakan Khulafaur Rasyidin dengan masa kekuasaan terlama. Sama seperti dua pendahulunya, 'Utsman termasuk salah satu sahabat utama Muhammad. Pernikahannya berturut-turut dengan dua putri Muhammad dan Khadijah membuatnya mendapat julukan Dzun Nurrain (pemilik dua cahaya).[5]

Fakta Singkat Utsman bin Affan عثمان بن عفان, Khalifah Kekhalifahan Rasyidin Ke 3 ...

Pada masa kekuasaannya, pemerintahan Islam memperluas wilayahnya ke Fars (sekarang Iran) pada tahun 650 M, dan beberapa wilayah Khorāsān (sekarang Afghanistan) pada tahun 651 M. Meruntuhkan keseluruhan wilayah Sassanid Persia,[5] dan penaklukan Armenia telah dimulai pada tahun 640-an.[6]

Remove ads

Biografi

Ringkasan
Perspektif

Nasab

Nasab lengkapnya Utsman bin Affan bin Abi Al-Ash bin Umayyah bin Abdu Syams bin Abdu Manaf bin Qushay bin Kilab.[7]

Utsman dilahirkan dari seorang ayah yang bernama Affan bin Abi al-'As, dari suku bani Umayyah, dan ibu yang bernama Arwa binti Kurayz, dari Abdu Syams, kedua suku kaya dan terpandang Quraisy di Mekah. Utsman memiliki satu saudara perempuan, Amina. Utsman terlahir di Ta'if. Ia tercatat sebagai salah satu dari 22 orang Mekah yang tahu cara menulis.

Ayahnya, Affan, meninggal di usia muda saat bepergian ke luar negeri, meninggalkan Utsman dengan warisan besar. Ia menjadi pedagang seperti ayahnya, dan bisnisnya berkembang, membuatnya menjadi salah satu orang terkaya di antara orang Quraisy.

Utsman bin Affan adalah sahabat dan juga khalifah ketiga dalam Khulafaur Rasyidin. Beliau dikenal sebagai pedagang yang kaya raya dan handal dalam bidang ekonomi namun sangat dermawan. Banyak bantuan ekonomi yang diberikannya kepada umat Islam di awal dakwah Islam. Ia mendapat julukan Dzun Nurain yang berarti yang memiliki dua cahaya. Julukan ini didapat karena Utsman telah menikahi puteri kedua dan ketiga dari Rasullah yaitu Ruqayyah dan Ummu Kultsum.[5]

Utsman bin Affan lahir pada 576 Masehi dari golongan Bani Umayyah. Nama ibunya adalah Arwa binti Kuriz bin Rabiah. Ia masuk Islam atas ajakan Abu Bakar dan termasuk golongan As-Sabiqun al-Awwalun (golongan yang pertama-tama masuk Islam). Muhammad sendiri menggambarkan Utsman bin Affan sebagai pribadi yang paling jujur dan rendah hati di antara kaum muslimin. Diriwayatkan oleh Imam Muslim bahwa Aisyah bertanya kepada Muhammad, "Abu Bakar masuk tetapi engkau biasa saja dan tidak memberi perhatian khusus, lalu Umar masuk engkau pun biasa saja dan tidak memberi perhatian khusus. Akan tetapi ketika Utsman masuk engkau terus duduk dan membetulkan pakaian, mengapa?" Rasullullah menjawab, “Apakah aku tidak malu terhadap orang yang malaikat saja malu kepadanya?”[5]

Pada saat Perang Zaturriqa dan Perang Ghathafan berkecamuk, dimana Muhammad memimpin perang, Utsman dipercaya menjabat sebagai wali kota Madinah. Saat Perang Tabuk, Utsman mendermakan 950 ekor unta dan 70 ekor kuda, ditambah 1000 dirham sumbangan pribadi untuk Perang Tabuk, nilainya sama dengan sepertiga biaya perang tersebut. Utsman bin Affan juga menunjukkan kedermawanannya tatkala membeli mata air yang bernama Rumah dari seorang lelaki Yahudi suku Ghifar seharga 35.000 dirham (sekitar 140 juta rupiah). Mata air itu ia wakafkan untuk kepentingan rakyat umum. Pada masa pemerintahan Abu Bakar, Utsman juga pernah memberikan gandum yang diangkut dengan 1000 unta untuk membantu kaum miskin yang menderita di musim kering.[5]

Ia adalah khalifah pertama yang melakukan perluasan Masjidil Haram Mekkah dan Masjid Nabawi Madinah karena semakin ramai umat Islam yang menjalankan rukun Islam kelima (haji). Ia mencetuskan ide polisi keamanan bagi rakyatnya; membuat bangunan khusus untuk mahkamah dan mengadili perkara yang sebelumnya dilakukan di masjid; membangun pertanian, menaklukan beberapa daerah kecil yang berada disekitar perbatasan seperti Suriah, Afrika Utara, Persia, Khurasan, Palestina, Siprus, Rodhes, dan juga membentuk angkatan laut yang kuat. Jasanya yang paling besar adalah saat mengeluarkan kebijakan untuk mengumpulkan Al-Quran dalam satu mushaf, yang dikenal dengan Mushaf Utsman.[5]

Selama masa jabatannya, Utsman banyak mengganti gubernur wilayah yang tidak cocok atau kurang cakap dan menggantikaannya dengan orang-orang yang lebih kredibel. Namun hal ini banyak membuat sakit hati pejabat yang diturunkan sehingga mereka bersekongkol untuk membunuh khalifah.

Pada masa Jahiliyyah ia disebut dengan nama panggilan Abu Amr. Setelah masa Islam, ia lebih sering dipanggil Abu Abdullah, yang diambil dari nama putranya dari Ruqayyah. Ada pula yang menyebutkan, pada masa jahiliyyah Utsman sering dipanggil Abu Layla, karena kelembutan dan keramahannya kepada sesama.

Remove ads

Dimasa Muhammad

Ringkasan
Perspektif
Thumb
Utsman Di masa Muhammad

Awal pindahnya ke agama Islam

Sekembalinya dari perjalanan bisnis ke Suriah pada tahun 611, Utsman mengetahui tentang misi yang dinyatakan Muhammad. Setelah berdiskusi dengan temannya, Abu Bakar , Utsman memutuskan untuk masuk Islam, dan Abu Bakar membawanya kepada Nabi Muhammad untuk menyatakan imannya. Utsman menjadi salah satu orang yang paling awal masuk Islam, mengikuti Ali , Zaid , Abu Bakar dan beberapa lainnya. Masuknya ia ke dalam agama Islam membuat marah sukunya, Bani Umayyah, yang sangat menentang ajaran Muhammad.[5]

Hijrah ke Habasyah

Utsman dan istrinya, Ruqayyah, bermigrasi ke Habasyah (Sekarang Etiopia) pada bulan April 615, bersama dengan sepuluh pria Muslim dan tiga wanita. Sejumlah Muslim bergabung dengan mereka kemudian. Karena Utsman sudah memiliki beberapa kontak bisnis di Habasyah, ia terus mempraktikkan profesinya sebagai pedagang dan ia terus berkembang.[5]

Pada saat seruan hijrah pertama oleh Muhammad ke Habasyah karena meningkatnya tekanan kaum Quraisy terhadap umat Islam, Utsman bersama istri dan kaum muslimin lainnya memenuhi seruan tersebut dan hijrah ke Habasyah hingga tekanan dari kaum Quraisy reda. Tak lama tinggal di Mekah, Utsman mengikuti Muhammad untuk hijrah ke Madinah. Pada peristiwa Hudaibiyah, Utsman dikirim oleh Rasullah untuk menemui Abu Sufyan di Mekkah. Utsman diperintahkan untuk menegaskan bahwa rombongan dari Madinah hanya akan beribadah di Ka'bah, lalu segera kembali ke Madinah, bukan untuk memerangi penduduk Mekah.

Setelah empat tahun, berita menyebar di kalangan Muslim di Habasyah bahwa orang-orang Quraisy di Mekah telah menerima Islam, dan penerimaan ini membujuk Utsman, Ruqayyah dan 39 Muslim lainnya untuk kembali. Namun, ketika mereka sampai di Mekah, mereka menemukan bahwa berita tentang penerimaan Quraisy terhadap Islam adalah salah. Namun demikian, Utsman dan Ruqayyah kembali menetap di Mekkah.[5]

Hijrah ke Madinah

Pada 622, Utsman dan istrinya, Ruqayyah, berada di antara kelompok ketiga Muslim untuk bermigrasi ke Madinah. Setelah sampai, Utsman tinggal bersama Abu Thalhah bin Tsabit sebelum pindah ke rumah yang ia beli beberapa waktu setelahnya. Utsman adalah salah satu pedagang terkaya di Mekkah, tanpa membutuhkan bantuan keuangan dari saudara-saudara Anshar , karena ia telah membawa kekayaan yang sangat besar yang telah ia kumpulkan dengannya ke Madinah. Sebagian besar Muslim Madinah adalah petani dengan sedikit minat dalam perdagangan, dan orang Yahudi telah melakukan sebagian besar perdagangan di kota. Utsman menyadari ada peluang komersial yang besar untuk mempromosikan perdagangan di kalangan umat Islam dan segera memantapkan dirinya sebagai pedagang di Madinah. Dengan kerja keras dan kejujuran, bisnisnya berkembang pesat, membuatnya menjadi salah satu orang terkaya di Madinah.

Kehidupan di Madinah

Ketika Ali menikahi Fatimah, Utsman membeli tameng Ali seharga lima ratus dirham. Empat ratus disisihkan sebagai mahar untuk pernikahan Fatimah, meninggalkan seratus untuk semua pengeluaran lainnya. Kemudian, Utsman mempersembahkan baju besi kembali ke Ali sebagai hadiah pernikahan.[5]

Ketika Utsman dilanda kesedihan karena ditinggalkan Ruqayyah yang telah menghadap Allah, selama beberapa waktu hidup seorang diri tanpa seorang pun istri untuk berbagi. Namun keadaan itu tidak berlangsung lama. Abu Hurairah menceritakan bahwa Nabi berkata, “Jibril telah datang kepadaku dan berkata, ‘Allah memerintahkan kepadamu untuk menikahkan Utsman kepada Ummi Kultsum atas mas kawin yang sama dengan Ruqayyah dan atas mas kawin yang sama (pula) dengan sahabatnya.”[8]

Saat para sahabat Nabi sedang berkumpul di depan sebuah sumur, Utsman datang lalu Nabi berkata,"Izinkan ia masuk, dan sampaikan kabar gembira bahwa ia ahli surga karena musibah yang menimpanya."[8] Utsman sosok pemalu. Aisyah berkata bahwa suatu hari Nabi sedang berbaring di rumah. Saat itu kaki beliau tersingkap. Tiba-tiba Abu Bakar datang meminta izin untuk bertemu. Nabi mengizinkannya, kemudian beliau berbincang-bincang dengan posisi tubuh cetap seperti itu. Selanjutnya, Umar datang, dan beliau tetap berbicara dalam keadaan seperti itu. Setelah itu, Utsman datang. Tiba-tiba Nabi duduk dan membenarkan pakaiannya. Utsman masuk dan ikut berbincang-bincang dengan mereka. Setelah keluar, Aisyah berkata kepada Nabi, “Ketika Abu Bakar masuk, engkau tidak membenarkan pakaianmu. Setelah itu Umar masuk, engkau bergeming. Tetapi ketika Utsman masuk, engkau duduk dan membenarkan pakaianmu.” Nabi menjawab,"Tidakkah aku malu pada orang yang malaikat pun malu kepadanya?!”[8]

Salah satu bukti kedermawanan Utsman adalah ketika ia membeli sumur Rimah dan menghadiahkannya kepada kaum muslim. Sumur itu pada awalnya milik seorang Yahudi. Letaknya sangat strategis, berada di lintasan yang banyak dilalui kaum muslim. Mereka sangat membutuhkan air dari sumur itu, tetapi Yahudi itu menjual airnya dengan harga yang mahal. Utsman ingin membelinya, tetapi Yahudi itu tidak mau menjualnya.

Karena itu, Utsman berkata, “Jual saja separuhnya kepadaku! Sehari untukku dan sehari lagi untukmu!” Orang Yahudi itu pun menyetujuinya. Sejak itu Utsman memberi minum kepada kaum muslim secara cuma- cuma satu hari dan dihari berikut-nya sumur itu menjadi milik orang Yahudi. Karena kaum muslim mengambil air dari sumur itu hanya pada hari-hari milik Utsman, orang Yahudi itu tidak mendapat pemasukan. Akhirnya, ia menawarkan seluruh sumur itu kepada Utsman dengan harga yang lebih murah. Kemudian Utsman menyedekahkannya sumur itu untuk keperluan kaum muslim.[8]

Ketika Nabi hendak membuat Perjanjian Hudaibiyah dengan pemimpin Makkah, beliau memilih Utsman ibn Affan sebagai utusan kepada penduduk Makkah. Utsman datang untuk menyampaikan pesan bahwa kaum muslim datang bukan untuk berperang, melainkan untuk ziarah haji. Utsman punya banyak kerabat dan keluarga yang termasuk tokoh penting dan pemimpin Makkah. la juga masih bersaudara dengan pemimpin utama Makkah, Abu Sufyan.[8]

Remove ads

Khalifah Abu Bakar (632-634)

Ringkasan
Perspektif

Utsman memiliki hubungan yang sangat dekat dengan Abu Bakar, karena itu karena dia yang telah pindah ke Islam Utsman. Ketika Abu Bakar terpilih sebagai khalifah, Utsman adalah orang pertama setelah Umar menawarkan kesetiaannya. Selama Perang Ridda Utsman tetap di Madinah, bertindak sebagai penasihat Abu Bakar. Di ranjang kematiannya, Abu Bakar mendiktekan keinginannya kepada Utsman, mengatakan bahwa penggantinya adalah Umar.[5]

Pada masa Khalifah Abu Bakar juga, kaum muslim sempat mengalami paceklik dan kekeringan. Saat itu, penduduk di Madinah mendengar kabar bahwa satu kafilah dagang dari Syam telah tiba dengan seribu ekor unta membawa gandum dan aneka bahan makanan lain. Ternyata, kafilah dagang itu milik Utsman bin Affan. Para pedagang Madinah segera mengerubuti kafilah itu untuk membeli berbagai barang kebutuhan dengan harga yang tinggi.

Utsman berkata, “Tawarlah dengan harga yang lebih tinggi!” Maka, mereka pun menaikkan harganya menjadi dua kali lipat.

“Tidak mau, Beri aku harga yang lebih tinggi lagi!” Mereka pun menaikkan tawaran menjadi tiga kali lipat. “Tidak mau! Beri aku harga yang lebih dari itu.” Mereka bermusyawarah dan akhirnya menawarkan harga lima kali lipat. Namun, Utsman tetap menolaknya dan berkata, “Tidak! Beri aku harga yang lebih dari itu.” Mereka menjawab, “Kami para pedagang Madinah, tak seorang pun yang mampu membayarmu dengan harga lebih dari yang telah kami tawarkan.”

Utsman berkata, “Ketahuilah, Allah telah memberiku untuk setiap dirham sepuluh kali lipat keuntungan. Adakah di antara kalian yang sanggup memberi lebih?” Mereka menjawab, “Kami tak sanggup.” “Kalau begitu, harta ini semuanya kusedekahkan karena Allah.” Kemudian ia membagikan harta dagangannya itu kepada orang-orang yang tidak mampu. Pada saat itu, semua orang fakir di Madinah mendapatkan bagian yang membuat mereka hidup cukup.[8]

Pemilihan Utsman

Ringkasan
Perspektif

Setelah wafatnya Umar bin Khattab sebagai Khalifah kedua, diadakanlah musyawarah untuk memilih Khalifah selanjutnya. Ada enam orang kandidat khalifah yang diusulkan yaitu Ali bin Abi Thalib, Utsman bin Affan, Abdurrahman bin Auf, Sa`ad bin Abi Waqqas, Zubair bin Awwam dan Thalhah bin Ubaidillah. Setelah mereka berkumpul Abdurrahman ibn Auf berkata, “Pilihlah tiga orang di antara kalian.”[8]

Zubair berkata, “Aku memilih Ali.”

Thalhah berkata, “Aku memilih Utsman.”

Sa‘ad berkata, “Aku memilih Abdurrahman ibn Auf.”

Abdurrahman bin Auf berkata kepada Ali dan Utsman, “Aku akan memilih salah seorang di antara kalian yang sanggup memikul tanggung jawab ini. Jadi, sampaikanlah pendapat kalian mengenai hal ini.”

Karena keduanya tak memberikan jawaban, Abdurrahman bin Auf berkata, “Apa kalian hendak memikulkan tanggung jawab ini kepadaku? Bukankah yang paling berhak memikulnya adalah yang terbaik di antara kalian?”

Mereka berdua berkata, “Benar. Ibn Auf berpaling kepada para sahabat yang hadir meminta pandangan mereka. Kemudian ia berkata kepada Ali, “Jika kau tidak mail kubaiat, sampaikan pandanganmu.”

Ali berkata, “Aku memilih Utsman bin Affan.”

Lalu Ibn Auf berpaling kepada Utsman dan berkata, “Jika kau tidak mau kubaiat, sampaikan pandanganmu.”

Utsman berkata, “Aku memilih Ali ibn Abi Thalib.”

Musyawarah tidak mencapai kata sepakat karena dua sahabat terpilih sama-sama tidak mau mengajukan dirinya untuk dibaiat. Selama masa penetapan itu Abdurrahman ibn Auf berkeliling meminta pendapat para sahabat terkemuka. Selanjutnya Abdurrahman bin Auf, Sa’ad bin Abi Waqqas, Zubair bin Awwam, dan Thalhah bin Ubaidillah mengundurkan diri hingga hanya Utsman dan Ali yang tertinggal. Suara masyarakat pada saat itu cenderung memilih Utsman menjadi khalifah ketiga.

Pagi itu, Rabu terakhir bulan Zulhijjah 23 H., kaum muslimin berjamaah di Masjid Nabi dipimpin oleh Suhaib. Enam anggota dewan syura telah berkumpul semua, begitu pula wakil kaum Muhajirin, Anshar, dan para pemimpin pasukan. Usai berjamaah dan semua orang telah duduk tenang, Abdurrahman bin Auf mengucapkan syahadat dan berkata,"Amma ba‘d. Wahai Ali, aku telah berkeliling menghimpun pendapat berbagai kalangan dan ternyata mereka memilih Utsman. Aku berharap engkau menerima ketetapan ini.”[8]

Maka diangkatlah Utsman yang berumur 70 tahun menjadi khalifah ketiga dan yang tertua, serta yang pertama dipilih dari beberapa calon. Peristiwa ini terjadi pada bulan Muharram 23 H. Utsman menjadi khalifah di saat pemerintah Islam telah betul-betul mapan dan terstruktur.[9]

Utsman adalah seorang saudagar kaya yang menggunakan kekayaannya untuk mendukung Islam namun tidak pernah sebelum kekhalifahannya menunjukkan kualitas kepemimpinan atau benar-benar memimpin pasukan. Tetapi meskipun demikian, menurut Wilferd Madelung, ia dipilih oleh para pemilih sebagai satu-satunya calon kontra yang kuat untuk Ali karena ia sendiri dapat sampai batas tertentu menyaingi hubungan kekerabatan dekat dengan Ali.

Remove ads

Kekhalifahan

Ringkasan
Perspektif

Administrasi ekonomi dan sosial

Thumb
Koin Utsman

Utsman adalah seorang pengusaha cerdas dan seorang pedagang yang sukses dari masa mudanya, yang berkontribusi besar pada Kekhalifahan Rasyidin. Umar telah menetapkan tunjangan orang-orang dan dengan asumsi kantor, Utsman meningkatkannya sekitar 25%. Umar telah menempatkan larangan penjualan tanah dan pembelian lahan pertanian di wilayah yang ditaklukkan. Utsman mencabut pembatasan ini, mengingat fakta bahwa perdagangan tidak bisa berkembang. Utsman juga mengizinkan orang untuk menarik pinjaman dari perbendaharaan publik. Di bawah Umar, telah ditetapkan sebagai kebijakan bahwa tanah di wilayah yang ditaklukkan tidak boleh didistribusikan di antara para petempur, tetapi tetap menjadi milik dari pemilik sebelumnya. Tentara merasa tidak puas dengan keputusan ini, tetapi Umar menekan oposisi dengan tangan yang kuat. Utsman mengikuti kebijakan yang dibuat oleh Umar dan ada lebih banyak penaklukan, dan pendapatan dari tanah meningkat secara signifikan.

Thumb
Mushaf Utsman

Umar, pendahulu Utsman, sangat ketat dalam penggunaan uang dari perbendaharaan publik. Terlepas dari tunjangan kecil yang telah disetujui untuknya, Umar tidak mengambil uang dari perbendaharaan. Dia tidak menerima hadiah apa pun, dia juga tidak mengizinkan anggota keluarganya untuk menerima hadiah apa pun dari setiap kuartal. Selama waktu Utsman, ada beberapa relaksasi dalam ketegasan seperti itu. Utsman tidak menarik tunjangan apa pun dari perbendaharaan untuk keperluan pribadinya, juga tidak menerima gaji, ia adalah orang kaya dengan sumber daya yang cukup, tetapi tidak seperti Umar, Utsman menerima hadiah dan mengizinkan anggota keluarganya untuk menerima hadiah dari orang tertentu. Utsman secara jujur menyatakan bahwa ia memiliki hak untuk memanfaatkan dana publik sesuai dengan penilaian terbaiknya, dan tidak ada yang mengkritiknya untuk itu. Reformasi ekonomi yang diperkenalkan oleh Utsman telah mencapai efek yang jauh, Muslim maupun non-Muslim dari Kekhalifahan Rasyidin menikmati kehidupan yang sejahtera secara ekonomi selama masa pemerintahannya.

Ekspansi militer

Thumb
Wilayah Kekuasaan Utsman bin Affan

Selama pemerintahannya, gaya militer Utsman lebih bersifat otonom karena ia mendelegasikan begitu banyak wewenang militer kepada orang-orang yang dipercayanya seperti Abdullah bin Amir, Mu'awiyah dan Abdullah bin Sa'ad, tidak seperti masa jabatan Umar di mana militer ekspansi pada umumnya terpusat pada otoritas Umar. Konsekuensinya, ekspansi yang lebih independen ini memungkinkan ekspansi yang lebih menyeluruh sampai Sindh, Pakistan, yang tidak tersentuh selama masa pemerintahan Umar.

Muawiyah ditunjuk sebagai gubernur Suriah oleh Umar pada tahun 639 untuk menghentikan Bizantium dari laut selama Perang Arab-Bizantium. Penunjukan ini terjadi setelah kakak laki-lakinya Yazid bin Abu Sufyan (gubernur Suriah) meninggal dalam wabah, bersama dengan Abu Ubaidah bin al-Jarrah, gubernur di hadapannya dan 25.000 orang lainnya. Pada masa kekuasaan Utsman tahun 649 M, Muawiyah diizinkan untuk mendirikan angkatan laut, diawaki oleh orang-orang Kristen Monofisit, Koptik, dan para pelaut Kristen Suriah dan Pasukan Suriah. Hal ini mengakibatkan kekalahan angkatan laut Bizantium pada Pertempuran Dzatus Shawari pada tahun 655 M.[9]

Pada tahun 31 H atau sekitar 651 M, Khalifah Utsman mengirim Abdullah bin Zubair dan Abdullah bin Sa'ad untuk memimpin ekspedisi ke Maghreb di mana ia bertemu tentara Gregory Sang Patrician, Pemimpin wilayah Afrika Utara dan kerabat Heraklius yang mencatat angka antara 120.000 sampai 200.000 tentara. Meskipun perkiraan lain dicatat, pasukan Gregory diperkirakan sekitar 20.000. Pasukan musuh bentrok di Sabuthilag (secara bergantian disebut Sufetula), yang menjadi nama pertempuran ini.[9] Catatan dari al-Bidayah wal Nihayah menyatakan bahwa pasukan Abdullah dikepung oleh pasukan Gregory dengan cara melingkar dan situasinya sangat mengerikan bagi tentara Muslim karena mereka terancam dihancurkan. Namun, Abdullah bin Zubair melihat Gregory di kereta dan segera dia meminta Abdullah bin Sa'ad untuk memimpin detasemen kecil untuk mencegatnya. Pencegatan berhasil, dan Gregory dibunuh oleh pasukan Zubair. Akibatnya, moral tentara Bizantium mulai runtuh dan segera mereka dikalahkan.[9]

Beberapa sumber Muslim seperti Muhammad bin Jarir al-Tabari, mengklaim bahwa setelah penaklukan Afrika utara selesai, Abdullah bin Sa'ad melanjutkan penaklukan ke Spanyol. Spanyol pertama kali diserang sekitar enam puluh tahun kemudian setelah kekhalifahan Utsman. Sejarawan Muslim terkemuka lainnya seperti, Ibnu Katsir, juga mengutip narasi yang sama. Dalam deskripsi kampanye ini, di mana Afrika Utara ditaklukkan oleh Abdullah bin Sa'ad sementara dua jenderalnya, Abdullah bin Nafi bin Hushain, dan Abdullah bin Nafi bin Abdul Qais, ditugaskan untuk menyerbu daerah pesisir Spanyol dengan kekuatan Berber dari arah laut. Mereka berhasil menaklukkan daerah pesisir al-Andalus. Tidak diketahui di mana pasukan Muslim mendarat, perlawanan apa yang mereka temui, dan bagian Spanyol apa yang sebenarnya mereka taklukkan. Namun, jelas bahwa umat Islam menaklukkan beberapa bagian dari Spanyol selama kekhalifahan Utsman, mungkin membangun koloni di pantai selatan. Pada kesempatan ini, Utsman dilaporkan telah mengirim surat kepada pasukan penyerang:

Konstantinopel akan ditaklukkan dari sisi Al-Andalus . Jadi, jika Anda menaklukkannya, Anda akan mendapat kehormatan mengambil langkah pertama menuju penaklukan Konstantinopel. Anda akan mendapat imbalan Anda atas nama ini baik di dunia ini dan di akhirat.

Meskipun penggerebekan oleh Berber dan Muslim dilakukan terhadap Kerajaan Visigoth di Spanyol selama akhir abad ke-7, tidak ada bukti bahwa Spanyol diserang atau bahwa bagian dari itu ditaklukkan atau diselesaikan oleh Muslim sebelum kampanye 711 M oleh Thariq bin Ziyad.

Abdullah bin Saad juga melanjutkan kesuksesannya dalam pertempuran Angkatan Laut Khalifah pertama melawan Kekaisaran Bizantium dalam Pertempuran di Mestan yang digambarkan sebagai konflik pertama yang menentukan Islam di kedalaman laut di lepas pantai.

Khalifah Rasyidin pada puncaknya di bawah Utsman (654)

Daerah timur dari wilayah Islam, Ahnaf bin Qais, kepala Bani Tamim dan seorang komandan veteran telah menaklukkan Shustar. Kemudian Ahnaf meluncurkan serangkaian ekspansi militer lebih lanjut yang sukses dengan menghancurkan lebih lanjut kekuatan Yazdegerd III dekat Sungai Oxus di Turkmenistan dan kemudian menghancurkan koalisi militer loyalis kekaisaran Sasaniyah serta kerajaan Hephthalite dalam pengepungan Herat . Kemudian gubernur Basra, Abdullah bin Amir juga memimpin berbagai kampanye yang sukses terhadap penduduk yang memberontak di daerah Fars, Kerman, Sistan, Khorasan sampai pembukaan daerah penaklukan baru di Transoxiana dan Afghanistan.[9]

Pada tahun berikutnya 652 M, terjemahan catatan dari Futh Al-Buldan dari Baladzuri menulis bahwa Balochistan ditaklukkan kembali selama kampanye melawan pemberontakan di Kermān, di bawah komando Mujasyi bin Mas'ud. Ini pertama kalinya bahwa Balochistan barat langsung di bawah Hukum Kekhalifahan dengan membayar hasil pertanian.

Kampanye militer di bawah kekuasaan Utsman pada umumnya berhasil, kecuali beberapa kampanye di wilayah Nubia (di Nil bagian bawah/Ethiopia).[9]

Penentangan publik terhadap kebijakan Utsman

Alasan oposisi

Situasi menjadi tegang dan administrasi Utsman harus menyelidiki asal-usul dan perluasan propaganda anti-pemerintah dan tujuan-tujuannya. Beberapa waktu sekitar 654, Utsman memanggil semua gubernur dari 12 provinsinya ke Madinah untuk membahas masalah itu. Dalam Dewan Gubernur ini, Utsman mengarahkan para gubernur agar mereka mengadopsi semua saran yang mereka sarankan, sesuai dengan keadaan setempat. Kemudian, di Majlis al Shurah (dewan kementerian), disarankan kepada Utsman bahwa agen yang dapat dipercaya harus dikirim ke berbagai provinsi untuk menyelidiki masalah ini dan melaporkan tentang sumber-sumber desas-desus tersebut. Utsman kemudian mengirim agen-agennya ke provinsi-provinsi utama, Muhammad bin Maslamah dikirim ke Kufah; Usama bin Zayd dikirim ke Basrah; Ammar bin Yasir dikirim ke Mesir, sementara; Abdullah bin Umar dikirim ke Suriah. Para utusan yang telah dikirim ke Kufah, Basrah dan Suriah menyerahkan laporan mereka kepada Utsman, bahwa semuanya baik-baik saja di Kufah, Basrah dan Suriah. Orang-orang puas dengan administrasi, dan mereka tidak memiliki keluhan yang sah terhadapnya. Beberapa individu di berbagai lokasi memiliki beberapa keluhan pribadi karakter minor, dengan mana orang-orang pada umumnya tidak peduli. Ammar bin Yasir, utusan ke Mesir, bagaimanapun, tidak kembali ke Madinah. Para pemberontak meneruskan propaganda mereka demi mendukung Khalifah Ali. Ammar bin Yasir telah berafiliasi dengan Ali; dia meninggalkan Utsman, dan malah bergabung dengan oposisi di Mesir. Abdullah bin Saad, gubernur Mesir, melaporkan tentang kegiatan oposisi di Mesir. Dia ingin mengambil tindakan terhadap Muhammad bin Abu Bakar ( anak angkat Ali ), Muhammad bin Abu Hudzaifah ( anak angkat Utsman ) dan Ammar bin Yasir.

Upaya Utsman untuk menenangkan para pembangkang

Pada tahun 655, Utsman mengarahkan orang-orang yang memiliki keluhan terhadap administrasi untuk berkumpul di Mekah untuk Haji. Dia berjanji kepada mereka bahwa semua keluhan mereka yang sah akan diperbaiki. Dia mengarahkan para gubernur dan Amil ke seluruh kekaisaran untuk datang ke Mekah pada saat haji. Menanggapi panggilan Utsman, oposisi datang dalam delegasi besar dari berbagai kota untuk menyampaikan keluhan mereka sebelum pertemuan.

Para pemberontak menyadari bahwa orang-orang di Mekah mendukung pembelaan yang ditawarkan oleh Utsman dan tidak berminat untuk mendengarkan mereka. Itu adalah kemenangan psikologis yang besar bagi Utsman. Dikatakan, menurut catatan Sunni Muslim, bahwa sebelum kembali ke Suriah dari haji, gubernur Muawiyah , sepupu Utsman, menyarankan bahwa Utsman harus datang bersamanya ke Suriah karena suasana di sana damai. Utsman menolak tawarannya, mengatakan bahwa dia tidak ingin meninggalkan kota Muhammad (mengacu pada Madinah). Muawiyah kemudian menyarankan agar dia diizinkan mengirim pasukan yang kuat dari Suriah ke Madinah untuk menjaga Utsman terhadap kemungkinan upaya pemberontak untuk mencelakainya. Utsman juga menolaknya, mengatakan bahwa pasukan Suriah di Madinah akan menjadi hasutan untuk perang saudara , dan dia tidak bisa menjadi pihak yang bergerak seperti itu. Muawiyah berkata, "Pergilah bersamaku ke Syam sebelum kamu diserang oleh orang yang tidak senang kepadamu, karena penduduk Syam sangatlah taat." Utsman menjawab, "Aku tidak akan menjual kedekatanku dengan Rasululah dengan apa pun, meski urat leherku putus."

Mu'awiyah lalu berkata, "Kalau begitu aku akan mengirim tentara kepadamu." Utsman menjawab, "Aku malu bertetangga dengan Rasulullah iika aku dikawal tentara-tentaramu untuk menenangkan mereka." Mu'awiyah berkata lagi, "wahai Amirul Mukminin, demi Allah engkau akan diperdaya dan diperangi." Utsman menjawab, "Cukuplah Allah menjadi wakilku."[5]

Remove ads

Pemberontakan bersenjata terhadap Utsman

Ringkasan
Perspektif

Politik Mesir memainkan peran utama dalam perang propaganda melawan kekhalifahan, sehingga Utsman memanggil Abdullah bin Saad, gubernur Mesir, ke Madinah untuk berkonsultasi dengannya mengenai tindakan yang harus diadopsi. Abdullah bin Saad datang ke Madinah, meninggalkan urusan Mesir kepada wakilnya, dan dalam ketidakhadirannya, Muhammad bin Abi Hudhaifa melakukan kudeta dan mengambil alih kekuasaan. Saat mendengar pemberontakan di Mesir, Abdullah bergegas kembali, tetapi Utsman tidak dalam posisi untuk menawarkan bantuan militer kepadanya dan, karenanya, Abdullah bin Saad gagal merebut kembali kekuasaannya karena Kekuatan Islamnya yang besar datang dari Timur.

Pemberontak di Madinah

Dari Mesir, sebuah kontingen sekitar 1.000 orang dikirim ke Madinah, dengan instruksi untuk membunuh Utsman dan menggulingkan pemerintah. Kontingen serupa berbaris dari Kufah dan Basra ke Madinah. Mereka mengirim wakil mereka ke Madinah untuk menghubungi para pemimpin opini publik. Perwakilan dari kontingen dari Mesir menunggu Ali, dan menawarinya Khilafah sebagai pengganti Utsman, yang ditolak oleh Ali. Perwakilan dari kontingen dari Kufa menunggu di Al-Zubair, sementara perwakilan dari kontingen dari Basra menunggu di Talhah , dan menawarkan mereka kesetiaan mereka sebagai khalifah berikutnya, yang juga ditolak oleh Thalah dan Zubair bahkan menasihati mereka untuk pulang.[5] Dalam mengajukan alternatif kepada Utsman sebagai Khalifah, para pemberontak menetralisir sebagian besar opini publik di Madinah dan faksi Utsman tidak bisa lagi menawarkan front persatuan. Utsman mendapat dukungan aktif dari Bani Umayyah, dan beberapa orang lain di Madinah. Marwan bin Hakam, sekretaris Utsman, menciptakan kekisruhan semakin besar karena tanpa sepengetahuan Utsman, berikirim surat kepada Gubernur Mesir dan Kufah untuk menangkap para pemberontak dengan surat berstempel atas nama Utsman, hal inilah yang membuat pemberontak semakin marah.[9]

Pengepungan Utsman

Tahap awal pengepungan rumah Utsman tidak parah, tetapi ketika hari-hari berlalu, para pemberontak meningkatkan tekanan mereka terhadap Utsman. Dengan kepergian para peziarah dari Madinah ke Mekah, tangan para pemberontak semakin diperkuat, dan sebagai konsekuensinya krisis semakin diperdalam. Para pemberontak memahami bahwa setelah Haji, umat Islam berkumpul di Mekah dari semua bagian dunia Muslim mungkin berbaris ke Madinah untuk membebaskan Utsman. Karena itu mereka memutuskan untuk mengambil tindakan terhadap Utsman sebelum ziarah berakhir. Selama pengepungan, Utsman ditanya oleh para pendukungnya, yang kalah jumlah dengan para pemberontak, untuk membiarkan mereka berperang melawan pemberontak dan mengusir mereka. Utsman mencegah mereka dalam upaya untuk menghindari pertumpahan darah Muslim oleh Muslim. Sayangnya bagi Utsman, kekerasan masih terjadi. Gerbang-gerbang rumah Utsman ditutup dan dijaga oleh prajurit yang terkenal, Abdullah bin al-Zubair. Putra-putra Ali, Hasan bin Ali, dan Husain bin Ali , juga menjadi salah satu penjaga.

Remove ads

Kematian

Ringkasan
Perspektif

Pembunuhan

Orang-orang Mesir yang mengepung Utsman berlumlah enam ratus orang yang dipimpin oleh Kinanah bin Bisyr, Ibnu Udais Al Balwi, dan Amru bin Al Hamq. Sedangkan orang-orang yang datang dari Kufah berjumlah dua ratus orang, yang dipimpin oleh Al Asytar An-Nakha'i, dan orang-orang yang datang dari Bashrah berjumlah seratus orang, yang dipimpin oleh Hukaim bin Jabalah.[5]

Utsman kepada orang-orang,"Aku bermimpi melihat Rasulullah pada suatu malam, beliau bersabda, 'Berbukalah bersama kami besok'". Besoknya Utsman berpuasa dan beliau terbunuh pada hari itu.[5]

Pada tanggal 17 Juni 656, Muhammad bin Abu Bakar yang merupakan putra dari Abu Bakar dan saudara seayahnya Aisyah, datang bersama 13 orang ke kediaman Utsman di waktu Ashar.[5] Saat itu Utsman sedang membaca mushaf al-Quran surat al-Baqarah ayat 137. Muhammad meraih jenggotnya Utsman dan berkata, "Muawiyah tidak menjadi penolong buatmu, begitupula Ibnu Amir dan suratmu." Utsman berkata, "Lepaskan jenggotku, wahai anak saudaraku! Lepaskan jenggotku!". Muhammad pun melepas jenggotnya, lalu pemberontak lain datang membawa panah yang mempunyai ujung besi, bernama Ruman bin Sudan,[10] dan dia pun menikamkannya ke kepala Utsman. Mereka pun mengerubungi Utsman dan membunuhnya.[11]

Para sahabat berduka dan mendoakan ampunan untuk Utsman. Saad bin Abi Waqqash yang dikenal doanya dikabulkan Allah berkata,"Ya Allah buatlah mereka (pelaku pembunuhan Utsman) menyesal dan siksalah mereka." Para Tabi'in menyaksikan para pelaku pembunuhan itu kelak mati terbunuh atau menjadi gila.[10]

Pemakaman

Thumb
Makam Utsman bin Affan di Baqi, Madinah

Setelah jenazah Utsman sudah ada di rumah selama tiga hari, Na'ilah binti al-Farafishah, istri Utsman, mendekati beberapa pendukungnya untuk membantu penguburannya, tetapi hanya sekitar selusin orang yang menjawab. Ini termasuk Marwan, Zaid bin Tsabit, Huwaitib bin al-Farah, Jubair bin Muth'im, Abu Jahm bin Hudzaifah, Hakim bin Hizam, Niyar bin Mukarram, Ka'ab bin Malik, Zubair, Thalhah dan Ali.[10] Tubuh diangkat saat senja, dan karena blokade, tidak ada peti mati yang bisa diperoleh. Tubuh tidak dicuci, karena dalam Islam menyatakan bahwa tubuh para syahid tidak seharusnya dicuci sebelum dimakamkan. Dengan demikian, Utsman dibawa ke pemakaman dengan pakaian yang beliau kenakan pada saat wafatnya.

Tubuhnya dikuburkan oleh Hasan, Husain, Ali dan lainnya, namun; beberapa orang menyangkal bahwa Ali menghadiri pemakaman Utsman. Naila mengikuti pemakaman dengan lampu, tetapi untuk menjaga kerahasiaan lampu itu harus dipadamkan. Naila ditemani oleh beberapa wanita termasuk putri Utsman, Aisyah.

Jenazah Utsman dibawa ke Jannat al-Baqi. Tampaknya bahwa beberapa orang berkumpul di sana, dan mereka menolak penguburan Utsman di kuburan kaum Muslim. Para pendukung Utsman bersikeras bahwa tubuh harus dimakamkan di Jannat al-Baqi. Mereka kemudian menguburkannya di kuburan orang Yahudi di belakang Jannat al-Baqi. Beberapa dekade kemudian, Muawiyah menghancurkan tembok yang memisahkan dua kuburan dan menggabungkan pemakaman Yahudi ke pemakaman Muslim untuk memastikan bahwa makamnya kini berada di dalam pemakaman Muslim.[10]

Doa pemakaman dipimpin oleh Jabir bin Muta'am, dan jenazah itu diturunkan ke dalam kubur tanpa banyak upacara. Setelah dimakamkan, Naila janda Utsman dan Aisyah putrinya ingin berbicara, tetapi mereka disarankan untuk tetap diam karena bahaya yang mungkin dari para pembuat rusuh. Para pemberontak kelak bergabung ke dalam barisan Ali sehingga Aisyah dan Muawiyah menuntut qishash (hukuman mati) yang menyebabkan terjadinya Pertempuran Jamal dan Pertempuran Shifin.[10]

Remove ads

Penyebab pemberontakan

Ringkasan
Perspektif

Alasan sebenarnya untuk gerakan anti-Utsman diperdebatkan di kalangan muslim Syiah dan muslim Sunni. Menurut sumber-sumber Sunni, tidak seperti pendahulunya, Umar, yang mempertahankan disiplin dengan tangan yang keras, Utsman kurang teliti terhadap kekuasaan yang ia pegang dan lebih fokus pada kemakmuran ekonomi. Di bawah Utsman, orang-orang menjadi lebih makmur secara ekonomi dan di bidang politik mereka datang untuk menikmati kebebasan yang lebih besar. Tidak ada lembaga yang dirancang untuk menyalurkan kegiatan politik, dan, dengan tidak adanya institusi semacam itu, kecemburuan dan persaingan kesukuan pra-Islam, yang telah ditekan di bawah khalifah sebelumnya, meletus sekali lagi. Dalam pandangan kebijakan lunak yang diadopsi oleh Utsman, orang-orang mengambil keuntungan dari kebebasan seperti itu, yang akhirnya memuncak dalam pembunuhan Utsman.

Menurut Wilferd Madelung , selama pemerintahan Utsman, "keluhan terhadap tindakannya yang sewenang-wenang itu substansial menurut standar waktunya. Sumber-sumber sejarah menyebutkan catatan panjang tentang kesalahan yang dituduhkan padanya ... Hanya kematiannya yang kejam yang datang untuk membebaskannya. dalam ideologi Sunni dari ahath dan membuatnya menjadi martir dan Khalifah Ketiga yang Dipandu. " Menurut Keaney Heather, Utsman, sebagai seorang khalifah, hanya mengandalkan kemauannya sendiri dalam memilih kabinetnya, yang menyebabkan keputusan yang memunculkan resistensi dalam komunitas Muslim. Memang, gaya pemerintahannya membuat Utsman salah satu tokoh paling kontroversial dalam sejarah Islam.

Perlawanan terhadap Utsman berawal karena dia lebih menyukai anggota keluarga daripada yang lain dalam memilih gubernurnya, dengan alasan bahwa dengan melakukan ini, dia akan dapat memberikan pengaruh lebih pada bagaimana kekhalifahan itu dijalankan dan akibatnya memperbaiki sistem kapitalis yang dia usahakan untuk didirikan. Kebalikannya ternyata benar dan orang yang ditunjuknya lebih memiliki kendali atas bagaimana dia menjalankan bisnis daripada yang semula ia rencanakan. Mereka melangkah lebih jauh untuk memaksakan otoritarianisme atas provinsi-provinsi mereka. Memang, banyak surat kaleng yang ditulis kepada teman-teman terkemuka Muhammad, mengeluh tentang dugaan tirani gubernur yang ditunjuk Uthman. Selain itu, surat-surat dikirim ke para pemimpin opini publik di berbagai provinsi terkait pelecehan kekuasaan yang dilaporkan oleh keluarga Utsman. Ini berkontribusi pada kerusuhan di kekaisaran dan akhirnya Utsman harus menyelidiki masalah ini dalam upaya untuk memastikan keaslian gosip tersebut. Wilferd Madelung mendiskreditkan dugaan peran Abdullah bin Saba dalam pemberontakan melawan Utsman dan mengamati bahwa beberapa jika ada sejarawan modern akan menerima legenda Sayf tentang Ibnu Saba.

Remove ads

Keluarga

Ringkasan
Perspektif

Orangtua

Ayah — 'Affan bin Abi Al-'Ash (عفان بن أبي العاص) bin Umayyah bin Abdu-Syam.

IbuArwa binti Kuraiz (أروى بنت كريز). Dia berasal dari Bani Abdu Syams. Dia ikut hijrah dan menjadi Muslimah. Arwa meninggal pada masa kekhalifahan putranya.[12]

Pasangan dan anak

  • Ummu 'Amr
    • 'Amr
  • Asma binti Abu Jahal dari Bani Makhzum
    • Al-Mughirah
  • Ruqayyah (601/3–624). Putri kedua Muhammad dan Khadijah binti Khuwailid.
    • 'Abdullah. Meninggal saat berusia enam tahun.
  • Ummu Kultsum (604–630). Putri ketiga Muhammad dan Khadijah binti Khuwailid. Menikah dengan 'Utsman setelah Ruqayyah meninggal.
  • Zainab binti Hayyan. Berasal dari Bani Hawazin. Menjadi budak-selir 'Utsman setelah tertangkap dalam Perang Hunain, tetapi kemudian dibebaskan kembali dan dikembalikan ke keluarganya.
  • Fakhitah binti Ghazwan. Saudari 'Utbah bin Ghazwan.
    • 'Abdullah
  • Ummul Banin binti Uyainah. Berasal dari Bani Fazarah yang merupakan salah satu kelompok suku Arab utara.
    • 'Utbah
  • putri dari Khalid bin Asid dari Bani Umayyah
  • Fatimah binti Al-Walid. Berasal dari Bani Makhzum.
    • Walid
    • Said
    • Ummu Said
    • Ummu 'Utsman
  • Ummu Najm binti Jandad Al-Azdi
    • 'Amr
    • Khalid
    • Aban
    • 'Umar
    • Maryam
  • Ramlah binti Syaibah. Berasal dari Bani Abdu Syams.
  • Bunana
  • Na'ilah binti Al-Farafishah. Berasal dari keluarga Islam di Kufah dan diislamkan oleh 'Aisyah Ummul Mu'minin. Menikah dengan 'Utsman pada 649.[13] Saat pihak pemberontak 'Utsman berusaha membunuh 'Utsman, Na-ilah yang berusaha melindungi suaminya tertebas pedang yang menjadikan jari tangannya terputus. Sepeninggal 'Utsman, Mu'awiyah bin Abu Sufyan mengajukan lamaran padanya dua kali, tetapi ditolak.
    • 'Anbasah
    • Maryam
    • Ummu Banin
  • seorang budak-selir
    • Ummu Banin

Lihat pula

Referensi

Pranala luar

Loading related searches...

Wikiwand - on

Seamless Wikipedia browsing. On steroids.

Remove ads