Kesultanan Cirebon

From Wikipedia, the free encyclopedia

Kesultanan Cirebon
Remove ads

Kesultanan Cirebon ialah salah satu kesultanan tertua di Jawa Barat, kerajaan ini terletak di Kota Cirebon, Provinsi Jawa Barat, Indonesia.

Fakta Segera ꦏꦱꦸꦭ꧀ꦠꦤꦤ꧀ꦕꦶꦫꦼꦧꦺꦴꦤ꧀كسولتانان چيربَون, Ibu negara ...
Remove ads

Asal Mula

Pada masa Pangeran Cakrabuwana

Cirebon pada mulanya adalah sebuah kampung kecil yang pertama kali didirikan oleh Ki Gedeng Tapa, yang kemudian berkembang menjadi sebuah perkampungan ramai dan dinamakan Caruban (Bahasa Sunda: campuran), karena berbagai macam suku bangsa banyak yang menetaap di tempat ini dan lama kelamaan kampung tersebut berubah menjadi sebuah kerajaan yang bernama Kerajaan Cirebon, Kerajaan Cirebon dipimpin oleh Pangeran Cakrabuwana yang merupakan keturunan dari Prabu Siliwangi dan Subang Larang (putri Ki Gedeng Tapa). Pangeran Cakrabuwana memiliki 2 orang saudara kandung, yaitu Nyai Rara Santang dan Raden Kian Santang.

Pangeran Walangsungsang akhirnya mendirikan sebuah pedukuhan di daerah Kebon Pesisir, membangun Kuta Kosod (susunan tembok bata merah tanpa spasi), mendirikan Dalem Agung Pakungwati, dan membentuk pemerintahan di Cirebon pada tahun 1430 M.

Pada masa Sunan Gunung Jati

pada tahun 1470, Sunan Gunung Jati tiba di Cirebon dan menetap di sana. Kabar kedatangan Sunan Gunung Jati kemudian diketahui oleh Pangeran Cakrabuwana, sehingga pada tahun 1482 Pangeran Cakrabuwana menyerahkan tahtanya kepada Sunan Gunung Jati dengan gelar Ingkang Sinuhun Kanjeng Susuhunan Jati Purba Panetep Panatagama Awlya Allah Kutubid Jaman Khalifatur Rasulullah[8], yang sekaligus merubah Cirebon menjadi Kesultanan. Alasan Pangeran Cakrabuwana menyerahkan jabatannya kepada Sunan Gunung Jati adalah karena Sunan Gunung Jati lebih cakap dalam urusan agama dan pemerintahan. Pada masa pemerintahan Sunan Gunung Jati, Islam berkembang pesat di Cirebon.

Sunan Gunung Jati, melalui lembaga Wali Sanga, selalu mendekati kakeknya, yakni Jaya Dewata (Prabu Silih Wangi), agar bersedia memeluk agama Islam, seperti halnya neneknya Nyai Subang Larang, yang telah menjadi seorang muslim sejak lama sebelum menikah dengan Prabu Silih Wangi. Namun, upaya tersebut tidak membuahkan hasil. Pada tahun 1482, saat kekuasaan kerajaan Galuh dan Sunda sudah kembali bersatu di bawah kepemimpinan Prabu Silih Wangi, seperti yang tercatat dalam naskah Purwaka Caruban Nagari karya Pangeran Arya Carbon.

Dwa Dasi Sukla Pakca Cetra Masa Sahasra Patangatus Papat Ikang Sakakala.
(bertepatan dengan 12 Shafar 887 Hijriah)

Pada 12 Shafar 887 Hijriah atau pada 2 April 1482 Masihi, Sunan Gunung Jati mengeluarkan maklumat kepada Prabu Silih Wangi, Raja Pakuan Pajajaran, yang menyatakan bahawa Cirebon tidak akan lagi mengirimkan upeti. Para pembesar di wilayah Cirebon (disebut "gegeden" dalam bahasa Cirebon) juga mengikuti maklumat tersebut.

Pada masa Fatahillah

Sunan Gunung Jati meninggal dunia pada tahun 1568. Kesultanan Cirebon kemudian dipimpin oleh Fatahillah. Sebelumnya, Fatahillah adalah Panglima Perang Kesultanan Demak dari tahun 1524 hingga 1527. Setelah itu, Fatahillah menjabat sebagai Depati Jayakarta selama 30 tahun. Pada tahun 1552, Fatahillah pindah ke Cirebon. Setelah Sunan Gunung Jati meninggal, Fatahillah ditunjuk sebagai Sultan Cirebon berikutnya. Fatahillah memerintah Cirebon selama hanya 2 tahun, dari tahun 1568 hingga 1570.

Setelah masa Fatahillah

Setelah masa Fatahillah, Cirebon dipimpin oleh sultan-sultan berikutnya.

  • Panembahan Ratu I (Pangeran Mas Zainul Arifin) (bertakhta dari 1570 - 1649), bergelar Sultan Cirebon III ia merupakan anak dari Pangeran Sedang Kamuning (Pangeran Adipati Anom Carbon I). Permaisurinya adalah putri Sultan Adiwijaya dari Pajang.
  • Panembahan Ratu II (Panembahan Girilaya) (bertakhta dari 1649 - 1666), bergelar Sultan Cirebon IV ia merupakan anak Pangeran Sedang Gayam (Pangeran Adipati Anom Carbon II).

Panembahan Ratu II meninggal dunia pada tahun 1677, menyebabkan terjadi kekosongan kekuasaan selama 16 tahun. Pada masa ini, Cirebon berada di bawah pengaruh Mataram dan Banten. Pada tahun 1678, Kesultanan Cirebon terbagi menjadi dua kerajaan, yaitu Kasepuhan dan Kanoman. Karena adanya perebutan kekuasaan antara kakak beradik, maka kerajaan baru tersebut diberi nama Kasepuhan (yang tua) dan Kanoman (yang muda).

Setelah pembagian Kesultanan Cirebon, Kasepuhan dipimpin oleh anak pertama Panembahan Ratu II yang bernama Pangeran Syamsudin Martawijaya, yang kemudian dinobatkan sebagai Sultan Sepuh I, sementara Kanoman dipimpin oleh adiknya yang bernama Pangeran Muhammad Badrudin Kartawijaya, yang kemudian dinobatkan sebagai Sultan Anom I.[9]

Remove ads

Rujukan

Loading related searches...

Wikiwand - on

Seamless Wikipedia browsing. On steroids.

Remove ads