Top Qs
Timeline
Obrolan
Perspektif

Bahasa Sunda

bahasa yang dituturkan di Indonesia Dari Wikipedia, ensiklopedia bebas

Bahasa Sunda
Remove ads

Bahasa Sunda (aksara Sunda: ᮘᮞ ᮞᮥᮔ᮪ᮓ, Pegon: باسا سوندا, translit. Basa Sunda) adalah sebuah bahasa dari cabang Melayu-Polinesia dalam rumpun bahasa Austronesia. Bahasa ini umumnya dituturkan oleh penduduk bersuku Sunda.

Fakta Singkat BPS: 0086 6 Basa Sundaᮘᮞ ᮞᮥᮔ᮪ᮓ • باسا سوندا, Pengucapan ...

Bahasa Sunda juga dituturkan oleh diaspora Sunda di beberapa wilayah lain di Indonesia dan di luar Indonesia. Bahasa ini memiliki penutur setidaknya 42 juta orang pada tahun 2016.

Remove ads

Dialek

Thumb
Peta linguistik dialek bahasa Sunda

Dialek (basa wewengkon) bahasa Sunda mempunyai beberapa ragam. Para pakar bahasa biasanya membedakan enam dialek yang berbeda.[7] Dialek-dialek ini adalah:

Remove ads

Sejarah dan penyebaran

Bahasa Sunda terutama dipertuturkan di sebelah barat pulau Jawa, di daerah yang dijuluki Tatar Sunda (Pasundan). Bahasa Sunda juga dipertuturkan di bagian barat Jawa Tengah, khususnya di sebagian selatan Kabupaten Brebes dan sebagian barat Cilacap, dikarenakan beberapa kecamatan di wilayah ini dahulunya berada di bawah kekuasaan Kerajaan Galuh.

Seiring transmigrasi dan imigrasi yang dilakukan etnis Sunda, penutur bahasa ini telah menyebar sampai ke luar pulau Jawa. Misalkan di Lampung, Sumatera Selatan, Jambi, Riau, Kalimantan Barat dan Sulawesi Tenggara di mana penduduk etnis Sunda dengan jumlah signifikan menetap di wilayah tersebut.

Remove ads

Fonologi

Terdapat tujuh fonem vokal dalam bahasa Sunda: /a/, /ɛ/ é, /i/, /ɨ/ eu, /ə/ e, /u/ dan /ɔ/ o.[8]

Informasi lebih lanjut Depan, Madya ...
Informasi lebih lanjut Dwibibir, Gigi ...

Sistem penulisan

Ringkasan
Perspektif

Aksara Sunda (Kaganga)

Mulanya bahasa Sunda ditulis dengan aksara Sunda. Aksara Sunda merupakan salah satu aksara berumpun Brahmi yang diturunkan dari aksara Pallawa lewat aksara Kawi.

Bukti-bukti tertulis mengenai evolusi aksara ini muncul di beberapa prasasti yang ditemukan dari abad ke-10 hingga abad ke-15 M pada masa keemasan Kerajaan Pajajaran. Prasasti yang diyakini merupakan kunci evolusi aksara Sunda adalah Prasasti Batutulis, Prasasti Astana Gede, dan Prasasti Kebantenan.[9][10]

Dahulu aksara ini dituliskan di permukaan batu. Pada abad ke-15 hingga ke-16, aksara Sunda kuno mulai berevolusi jauh dari aksara Kawi dan mudah dikenali perubahannya.

Aksara ini kemudian lebih banyak ditulis di atas daun lontar. Aksara tersebut digunakan dalam penulisan naskah Bujangga Manik, Carita Parahyangan dan Carita Waruga Guru.[11] Naskah ini kelak dijadikan sebagai rujukan bagi pengembangan aksara Sunda yang kemudian, aksara Sunda baku.

Aksara Sunda Kuno memiliki sintaksis penulisan yang lebih kompleks, seperti adanya pasangan (hanya semua huruf pasangannya sama dengan huruf utama), huruf leu dan reu, dan jumlah guratan yang lebih banyak daripada aksara Sunda baku. Aksara Sunda baku mulai diperkenalkan pada dekade 1990-an untuk menggantikan peran Cacarakan. Saat ini, seluruh pembelajaran bahasa Sunda menggunakan aksara Sunda baku dan alfabet Latin.[12]

Alfabet Bahasa Sunda

Kolonialisasi di Nusantara menyebabkan aksara Sunda kuno menjadi terancam. Bersama dengan keluarnya ultimatum dari VOC pada tanggal 3 November 1705, aksara Sunda kuno dan Rikasara Cirebon punah. Setiap orang yang menulis dokumen-dokumen resmi hanya diperbolehkan menulis aksara Jawa yang dimodifikasi, abjad Pegon, dan alfabet Latin untuk menuliskan bahasa Sunda. Alfabet Latin sendiri mulai diintensifkan untuk mentranskripsi karya-karya yang ditulis menggunakan aksara Sunda Kuno dan Pegon pada abad ke-19 hingga ke-20.

Salah satu tokoh yang berjasa dalam transkripsi aksara Cacarakan dan Sunda ke Latin adalah seorang keturunan Bugis-Sunda bernama Daeng Kanduruan Ardiwinata (1866–1947) yang menulis buku berjudul Palanggéran Nuliskeun Aksara Sunda ku Aksara Walanda (terbitan Commissie voor de Volkslectuur tahun 1912) yang berisi aturan transkripsi bahasa Sunda menggunakan alfabet Latin serta Élmuning Basa Sunda (edisi I 1916 dan II 1917) yang berisi peraturan tata bahasa Sunda modern.[13][14][15]

Cacarakan

Cacarakan adalah aksara Jawa termodifikasi yang digunakan untuk menuliskan bahasa Sunda, dan telah dipakai selama 300 tahun setelah keluarnya ultimatum dari VOC pada tanggal 3 November 1705 yang mewajibkan penggunaan aksara Jawa, abjad Pegon, dan alfabet Latin untuk menuliskan bahasa Sunda. Kini, hanya sebagian kecil daerah di Jawa Barat yang menggunakan Cacarakan untuk menulis bahasa Sunda.[15][16]

Abjad Pegon Sunda

Abjad Pegon yang bersaudara dengan abjad Jawi (Arab-Melayu) digunakan untuk menulis bahasa Sunda, menggunakan huruf-huruf Arab standar dan huruf-huruf rekaan baru yang tidak ada dalam huruf Arab asli. Huruf-huruf itu juga tidak bisa dipahami oleh orang Arab jika mereka tak menguasai bahasa Sunda dengan huruf tersebut. Hadir bersamaan dengan Islam di Tatar Sunda, abjad Pegon menjadi materi yang masih diajarkan di sebagian kecil pesantren.[17]

Aksara lain

Selain itu, ada beberapa aksara lain yang sempat digunakan dalam menuliskan bahasa Sunda terutama bahasa Sunda Kuno, contohnya adalah aksara Buda dan aksara Kawi, penggunaannya sempat tercatat dalam prasasti dan naskah-naskah kuno.

Remove ads

Tingkat tutur

Bahasa Sunda, terutama dialek Priangan mempunyai tingkat tutur yang mencakup aturan penggunaan ragam bahasa yang didasarkan kepada tingkat keakraban antara pembicara dan lawan bicara. Dalam bahasa Sunda, tingkat tutur seperti ini dikenal sebagai undak-usuk atau sekarang lebih dikenali sebagai tatakrama basa. Berdasarkan ragam bahasanya, dapat dibedakan menjadi hormat dan loma. Sementara kosakata yang digunakan bisa dibedakan menjadi lemes pisan, lemes, lemes enteng, sedeng, panengah, dan loma.

Remove ads

Catatan kaki

Pranala luar

Loading related searches...

Wikiwand - on

Seamless Wikipedia browsing. On steroids.

Remove ads