Top Qs
Timeline
Obrolan
Perspektif
Budai
Dari Wikipedia, ensiklopedia bebas
Remove ads
Budai (Hanzi: 布袋; Pinyin: Bùdài), atau Hotei dalam bahasa Jepang,[2] Bố Đại dalam bahasa Vietnam, adalah julukan yang diberikan kepada biksu Tiongkok kuno Qieci (Hanzi: 契此; Pinyin: qiècǐ) yang hidup pada masa Dinasti Liang akhir.[2] Budai sering diidentifikasi dan dipuja sebagai nirmanakaya dari Maitreya atau Buddha Masa Depan dalam tradisi Mahayana khususnya Buddhisme Zen.
Nama “Budai” secara harfiah berarti “kantong kain”,[3] dan merujuk pada kantong yang biasanya digambarkan dibawa olehnya saat ia berjalan-jalan tanpa tujuan. Sifatnya yang ceria, kepribadian yang humoris, dan gaya hidup yang eksentrik membedakannya dari kebanyakan guru atau tokoh Buddha. Ia hampir selalu digambarkan sedang tersenyum atau tertawa, sehingga ia dijuluki “Buddha Tertawa” (笑佛).[4][5] Budai secara tradisional digambarkan sebagai sosok gemuk dengan perut besar, sehingga seringkali dijadikan sebagai simbol kemakmuran atau pengampunan. Karena hal tersebut, ia juga disebut sebagai “Buddha Gemuk”, terutama di dunia Barat, di mana ia sering disalahartikan sebagai Sang Buddha , Siddhartha Gautama.[6]
Remove ads
Hagiografi
Ringkasan
Perspektif
Budai memiliki asal-usul yang berpusat pada pemujaan kultus dan legenda lokal.[7] Budai adalah seorang biksu Zen yang eksentrik yang hidup di Tiongkok selama masa Dinasti Liang Akhir (907-923 CE). Ia secara tradisional digambarkan sebagai seorang biksu gemuk dan botak yang mengenakan jubah sederhana. Ia membawa barang-barangnya yang sedikit dalam sebuah kantong kain, miskin namun bahagia.[8] Ia dengan antusias selalu menghibur anak-anak yang mengikutinya dan dikenal karena sering mengelus perut besarnya dengan gembira. Sosoknya muncul di banyak tradisi Tiongkok sebagai simbol kebahagiaan dan kelimpahan. Budai menarik perhatian penduduk sekitarnya karena ia mampu meramalkan nasib orang dan bahkan pola cuaca.[9] Biksu pengembara ini sering tidur di mana saja ia berkelana, cerita legenda mengatakan bahwa arena kekuatan mistisnya dapat menangkis dinginnya salju dan tubuhnya tidak akan terpengaruh.
Sosoknya menjadi tokoh populer dalam tradisi Buddha, terutama dalam Buddhisme Mahayana dan budaya Asia Timur. Legenda mengatakan bahwa biksu ini sering berkelana membawa kantong kain pada permulaan abad ke-10. Umat Buddhisme Mahayana umumnya meyakini Budai sebagai emanisasi Maitreya karena saat meninggal dia menulis syair:[10]
Maitreya, Maitreya yang asli. Manusia selalu mengharapkan kedatangannya. Dia selalu menjelma dalam berbagai bentuk, namun saat dia datang menjelma sebagai manusia, tidak ada yang mengenalnya.
Jenazah yang diduga milik Budai telah diawetkan dan dipamerkan di bagian timur Gedung Besar di Kuil Yuelin, Distrik Fenghua, Zhejiang.[11]
Remove ads
Tradisi Menyangkut Budai
Ringkasan
Perspektif
Cerita Rakyat


Budai selalu dikagumi atas kebahagiaan, rasa puas dan kebijaksanaannya. Salah satu kepercayaan populer yang berkembang di tengah-tengah masyarakat adalah bahwa memegang perut Budai akan membawa kekayaan, keberuntungan dan kemakmuran.
Di Jepang, Hotei merupakan salah satu dari "Tujuh Dewa Keberuntungan" (Shichi Fukujin).[12]
Buddhisme
Beberapa tradisi Buddhis menganggap dia adalah seorang calon Buddha atau bodhisattva, sering mengasosiakannya dengan Maitreya (Buddha yang akan datang).[12][13] Dalam tradisi Mahayana, Maitreya dipercaya mewujudkan “tubuh emanasi” (nirmanakaya) di bumi untuk membantu makhluk hidup dan mengajarkan Dharma.[14] Budai dianggap adalah perwujudan Maitreya di Tiongkok.
Zen
Catatan teks utama tentang kehidupan Budai terdapat dalam kumpulan biografi biksu Buddha Chan yang dikenal sebagai The Transmission of the Lamp.[15] Walaupun dianggap sebagai titisan dari Maitreya dan tercatat dalam teks tapi Budai tidak dimasukkan ke dalam garis silsilah patriark Chan.
Cerita utama tentang Budai di dalam Zen (Chán) terdapat dalam kōan pendek.[16] Di dalam koan tersebut, Budai diceritakan sedang mengembara memberikan permen kepada anak-anak miskin, hanya meminta satu koin kepada para biksu atau umat yang lewat. Suatu hari seorang biksu berjalan padanya dan bertanya, "Apa artinya Zen?" Budai menjatuhkan tasnya. "Bagaimana seseorang bisa menyadari Zen?". Budai kemudian mengambil tasnya dan kembali berjalan.[16]
I Kuan Tao
Patung Budai merupakan figur utama dalam altar-altar I Kuan Tao, di mana dia selalu diasosiasikan dengan nama Sanskerta Maitreya.[17] Menurut I Kuan Tao, Budai merupakan simbol dari kedermawanan dan lapang dada. Perut besar dari Budai melambangkan sifat hati yang terbuka yang dapat menoleransi segala hal.[17]
Remove ads
Figur Serupa
Arahat Angida
Angida adalah salah satu dari delapan belas Arahat pertama dalam agama Buddha. Menurut legenda, Angida adalah seorang penangkap ular berbakat yang bertujuan menangkap ular-ular berbisa sehingga mereka tidak akan mematuk orang-orang yang lewat. Angida akan mengambil racun dari ular tersebut dan kemudian melepaskannya. Atas kebaikannya, dia mencapai bodhi.
Seni Cina menggambarkan Angida sebagai Budai, gendut, tertawa dan membawa sebuah tas. Di Nepal, dia disebut jua hasne buddha ("Buddha Tertawa").[butuh rujukan]
Phra Sangkajai / Phra Sangkachai
Di Thailand, Budai juga terkadang sulit dibedakan dengan seorang biksu terkenal di sana yang bernama Phra Sangkajai atau Sangkachai (bahasa Thai: พระสังกัจจายน์). Menurut legenda diceritakan bahwa dia sangat tampan sehingga pada suatu ketika seorang pria hendak memintanya menjadi istri. Untuk menghindari kejadian serupa, dia mengubah dirinya menjadi seorang biksu gendut. Legenda lainnya mengatakan bahwa dia sangat menawan sehingga para dewa dan manusia sering membandingkannya dengan Buddha Gautama. Dia menganggap hal ini tidak pantas, lantas mengubah dirinya menjadi gendut.
Referensi
Pranala luar
Wikiwand - on
Seamless Wikipedia browsing. On steroids.
Remove ads