Top Qs
Timeline
Obrolan
Perspektif

Datu Sanggul

Tokoh asal Indonesia Dari Wikipedia, ensiklopedia bebas

Datu Sanggul
Remove ads

Datu Sanggul ('memiliki beberapa nama seperti Ahmad Sirajulhuda[1], Abdush Shamad,[1][2] Abdul Jalil[1], Fakhruddin[1], dan Samman[1]) adalah seorang ulama dan tokoh masyarakat, khususnya di wilayah Tatakan, Tapin Selatan, Tapin. Ia hidup sekitar abad ke-18 M, satu zaman dengan Maulana Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari atau Datu Kalampayan. Dia merupakan murid dari Datu Suban, salah satu ulama di daerah tersebut. [1][2]

Fakta Singkat Lahir, Meninggal ...

Datu Sanggul berasal dari Palembang (ada yang menyebutkan dia berasal dari Aceh[3]). Atas restu ibunya, dia berlayar dari Selat Bangka Belitung, lalu tiba Kota Banjarmasin hingga sampai di Kampung Muning (sekarang berada di daerah Tatakan, Kabupaten Tapin), tepatnya di Pantai Munggu Tayuh Tiwadak Gumpa pada 1750. Kemudian, dia berguru dengan Datu Suban, salah satu ulama setempat di daerah tersebut dan menetap di kampung tersebut hingga akhir hayatnya.[4][5]

Thumb
RSUD Datu Sanggul, Rantau

Ada beberapa versi pemberian gelar Datu Sanggul kepadanya. Versi pertama yaitu karena dia gemar manyanggul (menggulung) rambutnya yang panjang. Versi lain menyebutkan bahwa dia gemar manyanggul (menunggu) binatang buruan. Ada juga versi lain yang menyebutkan bahwa dia dinilai tekun dalam mentaati perintah gurunya di dalam khalwat khusus, dimana pada saat itu dia manyanggul (menunggu) turunnya ilmu dari Allah SWT. Terakhir, ada versi yang menyatakan bahwa dia manyanggul (menghadang) pasukan Belanda di perbatasan Kampung Muning, sehingga mereka lari karenanya.[4][6] Meski ada beberapa versi, nama Datu Sanggul digunakan sebagai nama rumah sakit pemerintah yang ada di Rantau Kabupaten Tapin, Kalimantan Selatan dengan nama "Rumah Sakit Umum Daerah Datu Sanggul".

Remove ads

Cerita Karamah dan Silsilah

Ringkasan
Perspektif

Datu Sanggul sering diceritakan oleh masyarakat Banjar bahwa dia dapat melaksanakan Salat Jumat di Masjidil Haram di Makkah, meski sebenarnya dia masih berada di daerahnya di Kampung Muning. Hal ini bermula saat itu dia sering tidak tampak menunaikan Salat Jumat di masjid di kampungnya untuk menunaikan Salat Jumat, sehingga dia harus membayar denda kepada kesultanan setiap hari Jumat sampai hanya tertinggal hanya kuantan dan landai (alat untuk memasak nasi dan sayuran) sebagai harta yang dimiliki Datu Sanggul, meski akhirnya harta tersebut dikembalikan karena orang-orang telah mengetahui keajaibannya.[6]

Ada suatu cerita bahwa ada seseorang yang mengajak Datu Sanggul untuk melaksanakan Salat Jumat bersama-sama di masjid kampungnya. Meski awalnya Datu Sanggul menolak, dia akhirnya mau ikut Salat Jumat bersama orang tersebut. Namun, ketika mereka berada di masjid, orang tersebut hanya beberapa orang yang salat di masjid tersebut dan selebihnya berbentuk hewan semua. Melihat hal itu, orang tersebut bertanya pada Datu Sanggul dan Datu Sanggul menjawab bahwa mereka pergi ke masjid bukan karena ingin beribadah kepada Allah, tetapi karena karena hanya ikut-ikutan orang banyak.[2]

Cerita lain mengatakan bahwa ketika dia ingin pergi ke masjid kampung, dia melompat ke dalam sungai sehingga orang yang ada di sekitar masjid berteriak dan menjadi gempar. Tiba-tiba, di tengah kegemparan masyarakat itu, Datu Sanggul muncul dari tengah sungai dan berjalan di atas air dengan tenangnya, lalu langsung memasuki masjid. Lebih mengherankan lagi, pakaian dia tidak basah sama sekali, kecuali anggota wudunya. Masyarakat semakin terkejut karena Datu Sanggul hanya berpantun sementara orang-orang mulai mengangkat takbiratul ihram. Lalu, setelah mengucapkan takbir, tubuhnya mengawang-awang hingga selesai orang mengerjakan salat Jum'at. Melihat kejadian tersebut, orang-orang yang berada di masjid menjadi keheranan. Setelah itu, Datu Sanggul menginjakkan kakiknya kembali di lantai dan mengatakan seperti berikut.

"Aku tadi salat di Makkah. Kebetulan, di sana ada selamatan dan aku meminta sedikit. Mari kita cicipi bersama walau sedikit", kata Datu Sanggul, dimana setelah itu, orang-orang di sana mencicipi nasi yang dibawa Datu Sanggul dari Makkah.[2]

Adapun pantun yang Datu Sanggul ucapkan saat salat Jumat tersebut berbunyi sebagai berikut.[2]

Remove ads

Pranala Luar

Loading related searches...

Wikiwand - on

Seamless Wikipedia browsing. On steroids.

Remove ads