Top Qs
Timeline
Obrolan
Perspektif
Jalur kereta api Merakurak–Babat
jalur kereta api di Indonesia Dari Wikipedia, ensiklopedia bebas
Remove ads
Jalur kereta api Merakurak–Babat adalah salah satu jalur kereta api nonaktif yang berada di Jawa Timur; termasuk dalam Wilayah Aset VIII Surabaya. Jalur ini dibangun oleh Nederlandsch-Indische Spoorweg Maatschappij, difungsikan untuk menghubungkan Babat di Kabupaten Lamongan dengan Kabupaten Tuban.
Remove ads
Sejarah
Ringkasan
Perspektif

Sejarah jalur ini bermula pada tahun 1915, SJS merencanakan untuk membuka jalur rel dengan rute Lasem–Pamotan–Jatirogo–Bojonegoro, Jenu–Tuban–Babat, dan Ngidon–Rengel–Ponco. Sementara itu, di wilayah selatan belum dibuka jalur kereta api karena masih mengandalkan transportasi air yang relatif murah melalui Sungai Bengawan Solo. Usulan membangun jalur kereta api Lasem–Pamotan–Jatirogo–Bojonegoro dan pengembangan pelabuhan Leran (Lasem) oleh Gongrijp (seorang pakar ekonomi sekaligus residen Rembang) telah menimbulkan perdebatan panjang di Parlemen Belanda. Di satu sisi, Gongrijp ingin memajukan perekonomian Rembang dengan membangun sarana transportasi yang memadai untuk mendukung kegiatan ekonomi rakyat di pedalaman dan industri perkebunan; di sisi lain, usulan itu ditolak karena Rembang dipandang sebagai daerah terbelakang yang tidak banyak menghasilkan barang-barang perdagangan. Pembangunan jalur kereta api dengan biaya yang mahal dianggap tidak akan menguntungkan secara ekonomis.
Aspek ekonomi selalu menjadi pertimbangan utama dalam membuka jaringan rel kereta api yang dilakukan oleh perusahaan kereta api. Pada 1917 NIS mewacanakan untuk membangun rel kereta api yang menghubungkan Bojonegoro–Jatirogo karena dianggap nantinya menguntungkan. Sebaliknya, SJS yang membangun jalur Pamotan-Jatirogo justru malah menghentikan pekerjaannya karena secara ekonomi dianggap tidak menguntungkan dan membatalkan rencana untuk membangun jaringan rel di utara Bengawan Solo yang selanjutnya dikerjakan oleh maskapai NIS.
Di kawasan hutan jati Karesidenan Rembang, sampai dasawarsa kedua abad ke-20 luas jaringan kereta api yang diusahakan oleh perusahaan partikulir NIS dan SJS tetap tidak berubah. Penyambungan jalur cabang yang menghubungkan Bojonegoro–Bojonegoro–Jatirogo dan Babat–Tuban–Merakurak, yang semula akan dikerjakan oleh NIS belum dapat dikerjakan. Salah satu kesulitan yang dihadapi adalah medan kawasan hutan jati yang berbukit dan berkapur. Di samping itu juga meskipun bantalan rel kereta api (kayu jati) mudah diperoleh, bahan material lainnya untuk memadatkan jalan kereta api sulit didapat dan juga karena kondisi tanah yang cukup labil karena sering terjadi pergerakan tanah. Hal inilah yang menyebabkan jalur utara Bengawan Solo sulit dikembangkan. Pembangunan sarana transportasi semakin sulit dilakukan ketika terjadi krisis ekonomi tahun 1929 dan pemerintah melakukan politik penghematan (bezuinigings-politiek) di berbagai bidang termasuk dalam pembangunan prasarana jalan di Karesidenan Rembang. Sehingga rencana penyambungan jalur cabang Bojonegoro–Jatirogo dengan Babat–Tuban–Merakurak via utara (Merakurak-Jenu terus ke barat sampai Jatirogo) dan via selatan (Ngidon-Rengel-Ponco) gagal dikerjakan.
S.A. Reitsma menyebutkan bahwa jalur kereta api ini merupakan bagian dari program kerja NIS agar masyarakat Tuban dapat menikmati moda kereta api. Oleh karenanya, setelah sukses dengan jalur kereta api Gundih–Surabaya Pasarturi, dibangunlah jalur-jalur cabangnya, yaitu dari Bojonegoro menuju Jatirogo dan Babat menuju Merak-Oerak (Merakurak). Jalur Merakurak–Babat panjangnya 46 km dan diresmikan pada tanggal 1 Agustus 1920.[1][2][3]
Penutupan
Dalam riwayatnya, jalur kereta api ini tercatat pernah dinonaktifkan tiga kali, yakni pada tahun 1935,[4][5] 1942,[6][7] dan 1990.
Pada 1 November 1935, Segmen Merakurak–Tuban telah resmi ditutup. NIS menganggap bahwa Segmen Merakurak–Tuban ini tidak pernah menghasilkan keuntungan.[4][5] Meskipun demikian, NIS masih menaruh harapan untuk dapat membuka dan mengoperasikan segmen ini lagi di kemudian hari.[8] Kemudian pada masa pendudukan Jepang tepatnya pada September 1942, Segmen Tuban–Plumpang dibongkar oleh para pekerja Romusha.[7]
Sementara itu, hal berbeda justru terkuak dari sebuah surat untuk angkutan barang yang dikirimkan ke Stasiun Surabaya Pasarturi pada tahun 1944 dan bercap stempel Stasiun Tuban.[9] Dari surat tersebut dapat diketahui bahwasanya aktivitas di Stasiun Tuban di masa pendudukan Jepang masih tetap ada sekalipun jalur kereta apinya telah dibongkar sebelumnya.
Selanjutnya tertulis dalam buku Sejarah Perkeretaapian Indonesia Jilid 2, disebutkan bahwa dimasa awal kemerdekaan Indonesia, Djawatan Kereta Api Republik Indonesia (DKARI) mewacanakan untuk mereaktivasi sejumlah jalur kereta api di Pulau Jawa yang dibongkar Jepang. Salah satu jalur kereta api yang direaktivasi adalah Jalur kereta api Merakurak–Babat segmen Plumpang–Tuban sepanjang 22 km. Reaktivasi tersebut diselesaikan tahun 1945-1946. Bahkan, dalam pelaksanannya seluruh biaya reaktivasi ditanggung oleh rakyat setempat.[10]
Hingga era Perusahaan Negara Kereta Api (PNKA), lintas Tuban–Babat tetap beroperasi normal. Namun pada era PJKA, tepatnya pada 5 Desember 1990 lintas ini kembali dinonaktifkan.
Remove ads
Reaktivasi
Berdasarkan Perpres No. 80 Tahun 2019, jalur kereta api ini akan diaktifkan kembali guna mendukung pemerataan dan percepatan pembangunan di sekitar wilayah Gerbangkertosusila (Gresik, Bangkalan, Mojokerto, Surabaya, Sidoarjo, dan Lamongan).[11] Selain itu, rencana reaktivasi jalur ini juga tercantum dalam Rencana Induk Perkeretaapian Nasional tahun 2018.[12]
Lebih lanjut, Kementerian Investasi/BKPM telah menjembatani dilakukannya penandatanganan nota kesepahaman antara PT Kereta Api Indonesia dengan perusahaan Indonesia-Rusia PT Pertamina Rosneft Pengolahan dan Petrokimia pada 30 Agustus 2021 untuk mengkaji pengembangan kembali jalur ini dengan tujuan menunjang kilang minyak Grass Root Refinery (GRR) Tuban.[13][14]
Remove ads
Jalur terhubung
Lintas aktif
Lintas nonaktif
Layanan kereta api
Tidak ada layanan yang dijalankan di jalur ini.
Daftar stasiun
Ringkasan
Perspektif
Percabangan menuju Pabrik Kapur Tuban
Remove ads
Galeri
- Halte Panyuran setelah menjadi warung makan dan masih mempertahankan pilar kayu jati.
- Salah satu bekas jembatan yang masih tersisa di Petak Tuban-Merakurak
- Bekas jembatan kereta api untuk segmen Kepet–Murosemo di Desa Gesing, Semanding, Tuban.
- Bekas jembatan kereta api yang berlokasi di Kelurahan Panyuran, Palang, Tuban.
- Jembatan kereta api Cincim dari bawah jembatan di sisi utara.
- Patok NIS yang masih tersisa di lintas Tuban–Merakurak
Remove ads
Referensi
Wikiwand - on
Seamless Wikipedia browsing. On steroids.
Remove ads