Top Qs
Timeline
Obrolan
Perspektif

Kristoforus Sindhunata

Dari Wikipedia, ensiklopedia bebas

Kristoforus Sindhunata
Remove ads

Kristoforus Sindhunata lahir dengan nama Ong Tjong Hay (20 Maret 1933  16 Agustus 2005 ) adalah seorang tokoh Tionghoa pembauran Indonesia. Ia belajar di Fakultas Hukum Universitas Indonesia, dan mengikuti pendidikan wajib militer ALRI pada tahun 1962 dan terakhir berpangkat mayor Angkatan Laut Republik Indonesia. Sindhunata aktif berorganisasi dan pernah menjadi Wakil Ketua PMKRI (Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia). Ia pun ikut mendirikan dan menjadi ketua Yayasan Trisakti. Ia meninggal dunia di Jakarta pada 16 Agustus 2005.

Fakta Singkat Anggota Dewan Pertimbangan Agung, Presiden ...
Remove ads

Asimilasi Tionghoa Indonesia

Ringkasan
Perspektif

Sindhunata adalah salah satu tokoh kunci dalam sejarah “masalah” Tionghoa di Indonesia. Jabatan paling menonjol sepanjang kariernya adalah keterlibatannya sebagai ketua Lembaga Pengkajian Kesatuan Bangsa (LPKB), sebuah organisasi politik yang didukung oleh pihak militer dan didirikan pada era Sukarno pada tahun 1960-an. LPKB merupakan organisasi penting dalam gerakan asimilasi. Gerakan asimilasi terdiri atas para aktivis Tionghoa Indonesia yang mengupayakan integrasi sosial dan politik sepenuhnya etnis Tionghoa ke dalam masyarakat Indonesia, yang menurut mereka paling efektif dicapai dengan meninggalkan seluruh aspek kehidupan budaya Tionghoa.

Pada masa Orde Baru di bawah pemerintahan Suharto, Sindhunata juga memimpin Badan Komunikasi Penghayatan Kesatuan Bangsa (BAKOM PKB), sebuah lembaga yang selain mempromosikan asimilasi juga bertugas menjembatani kesenjangan komunikasi antara pemerintah pusat dan komunitas Tionghoa Indonesia. Kedua organisasi tersebut didukung oleh rezim Orde Baru dan terutama berfokus pada urusan masyarakat Tionghoa Indonesia. Sebagai moderator “kebijakan asimilasi” untuk warga Tionghoa Indonesia, nama Sindhunata cukup dikenal baik di kalangan pejabat pemerintah maupun para aktivis politik Tionghoa Indonesia. Namun, pada awal abad ke-21, namanya nyaris lenyap dari ingatan publik.

Dalam aktivitasnya, Sindhunata mengatakan, "pembauran keturunan Tionghoa di Indonesia harus dipercepat, agar tidak ada lagi hal-hal yang eksplosif dalam masyarakat." Salah satu upaya pembauran yang paling tepat dan cepat, menurut Sindhunata, adalah melalui perkawinan, "karena selain saling mencintai, prosesnya wajar dan alami." Sindhunata pun melihat kesempatan menjadi militer sebagai proses untuk menanamkan semangat nasionalisme yang paling kuat. "Bila setiap keturunan Cina diberi kesempatan mengalami dinas militer," katanya, "proses pembauran akan lebih lancar."

Pada Seminar Angkatan Darat ke-2 di Lembang, Jawa Barat, tahun 1966 yang membahas masalah keturunan Tionghoa di Indonesia, Sindhunata diminta memilih dari dua istilah, "Cina" atau Tionghoa, ia menganjurkan penggunaan istilah "Cina". Ia juga mengaku bahwa ia bersama kelompoknya, para penganjur asimilasi di Indonesia, adalah "konseptor Inpres 14/1967 yang melarang kebudayaan, adat-istiadat dan tradisi Tionghoa diselenggarakan di tempat terbuka, hal ini membuat tradisi masyarakat Tionghoa Indonesia hilang di beberapa generasi, dan penggunaan istilah 'Cina' terkonotasi menjadi frasa ejekan.

Remove ads

Politik

Sindhunata yang aktif dalam perpolitikan Indonesia pernah menjadi anggota Majelis Pertimbangan Partai (MPP) Partai Amanat Nasional, namun pada Januari 2001 ia bersama 15 orang pengurus DPP PAN mengundurkan diri karena merasa partai itu tidak sejalan dengan reformasi yang dicetuskan rakyat Indonesia pada 1998.

Sindhunata aktif dalam mengembangkan hubungan persahabatan antar-negara dan pada tahun 1983, sebagai wakil ketua Perhimpunan Indonesia-Prancis ia dianugerahi medali kehormatan Prancis Chevalier de l'Ordre National du Merite, oleh pemerintah Prancis.[1]

Remove ads

Referensi

Pranala luar

Loading related searches...

Wikiwand - on

Seamless Wikipedia browsing. On steroids.

Remove ads