Top Qs
Timeline
Obrolan
Perspektif
Partai untuk Kebebasan
partai politik di Belanda Dari Wikipedia, ensiklopedia bebas
Remove ads
Partai untuk Kebebasan (bahasa Belanda: Partij voor de Vrijheid, PVV) adalah partai politik populis sayap kanan dan sayap kanan jauh di Belanda.[1][2] Geert Wilders merupakan pendiri, pemimpin partai, dan satu-satunya anggota terdaftar partai ini.[3]
Partai ini didirikan pada tahun 2006 sebagai penerus partai Geert Wilders yang hanya terdiri dari satu orang di Dewan Perwakilan Rakyat. Partai ini berhasil memperoleh 9 kursi dalam pemilu tahun 2006, sehingga menjadikannya partai terbesar kelima di parlemen. Dalam pemilu tahun 2010, partai ini memenangkan 24 kursi dan menjadi partai terbesar ketiga. Pada saat itu PVV menyatakan kesediaannya untuk mendukung pemerintahan minoritas yang dipimpin oleh Perdana Menteri Mark Rutte tanpa mendapat jabatan menteri di kabinet. Namun, PVV mencabut dukungannya pada April 2012 akibat perselisihan pendapat mengenai pemotongan anggaran.[4] Partai ini kemudian menjadi partai terbesar ketiga dalam pemilu Parlemen Eropa di Belanda pada tahun 2014 dan memperoleh 26 kursi.[5][6] Selanjutnya, dalam pemilu tahun 2017, partai ini mendapat 20 kursi dan menjadi partai terbesar kedua di DPR. Kemudian dalam pemilu 2023, partai ini menjadi yang terbesar di DPR. Setelah pemilu, PVV pertama kali masuk pemerintahan sebagai bagian dari kabinet Schoof.
Isu utama PVV adalah migrasi dan kritik terhadap Islam. Partai ini pernah mengusulkan larangan Al-Qur'an dan penutupan semua masjid di Belanda.[7][8] PVV juga dikenal sebagai partai Eroskeptik[3][9] dan sebelumnya mendukung keluarnya Belanda dari Uni Eropa hingga tahun 2024.[10]
Remove ads
Sejarah
Ringkasan
Perspektif
Pendirian dan perkembangan

Asal-usul partai ini bermula dari keluarnya Geert Wilders dari Partai Rakyat untuk Kebebasan dan Demokrasi (VVD) pada September 2004. Penyebab utamanya adalah penentangan Wilders terhadap kemungkinan bergabungnya Turki ke Uni Eropa, meskipun secara lebih luas, pandangannya semakin radikal. Setelah keluar, ia tetap berada di parlemen sebagai fraksi satu orang, Groep Wilders.[11]
Wilders kemudian bekerja sama dengan Bart Jan Spruyt dari Yayasan Edmund Burke untuk mendirikan partai konservatif.[12] Mereka merilis manifesto berjudul "Deklarasi Kemerdekaan", yang sebagian besar ditulis oleh Spruyt. Awalnya, mereka berencana meluncurkannya bersama politisi Daftar Pim Fortuyn, tetapi Wilders memutuskan untuk tidak melanjutkan kolaborasi tersebut.[13] Spruyt akhirnya meninggalkan partai pada Agustus 2006 karena merasa Wilders lebih fokus pada isu Islam dan imigrasi daripada membangun partai konservatif.[14]
Meski awalnya kurang populer dalam survei, peran utama Wilders dalam kampanye menentang Konstitusi Eropa—yang ditolak oleh 62% pemilih Belanda—meningkatkan dukungan untuknya. Menjelang pemilu 2006, Wilders mendirikan Partai untuk Kebebasan (PVV) dengan fokus kampanye pada anti-Islam, memperingatkan tentang "tsunami Islamisasi".[15] Meski survei rendah, PVV memenangkan 9 kursi.
Pada 2007, Wilders mengumumkan film kontroversialnya, Fitna, yang dikhawatirkan memicu reaksi seperti krisis kartun Nabi Muhammad 2005. Meski pemerintah Belanda dan Uni Eropa berusaha mencegahnya, film itu akhirnya dirilis pada 2008 tanpa memicu kerusuhan besar. Fitna kemudian menjadi bagian dari persidangan ujaran kebencian terhadap Wilders, tetapi ia dibebaskan.
Dalam pemilu lokal 2010, PVV hanya ikut serta di Den Haag dan Almere karena kurangnya kandidat. Mereka menjadi partai terbesar di Almere (22%) dan kedua terbesar di Den Haag (17%)**, tetapi gagal bergabung dengan pemerintahan kota karena menuntut larangan jilbab untuk pegawai negeri.[15]
Koalisi Pemerintah (2010–2012)
Pada pemilu Juni 2010, PVV meningkat dari 9 menjadi 24 kursi dan mendukung koalisi minoritas VVD-CDA tanpa masuk kabinet.[15] Namun, pada 2012, PVV meluncurkan situs laporan imigran Eropa Timur yang memicu kecaman dari Uni Eropa karena dianggap rasis.
Beberapa anggota PVV, termasuk Hero Brinkman, mengundurkan diri pada 2012 karena mengkritik kepemimpinan otoriter Wilders dan kurangnya demokrasi internal.[16]
Oposisi (2012–2023)
Partai untuk Kebebasan (PVV) mengalami fluktuasi elektoral yang signifikan dalam dekade terakhir. Pada pemilu 2012, partai ini mengalami kemunduran dengan kehilangan 9 kursi, menyisakan 15 kursi parlemen.[17] Kontroversi besar terjadi pada 2014 ketika Geert Wilders memprovokasi massa dengan retorika anti-Maroko, yang berujung pada pengunduran diri beberapa anggota penting dan proses hukum terhadap Wilders meski tanpa hukuman.
Di kancah Eropa, PVV mempertahankan pengaruhnya dengan empat kursi Parlemen Eropa pada 2014 dan turut mendirikan aliansi sayap kanan Eropa Bangsa-Bangsa dan Kebebasan (ENL). Namun, momentumnya terhentik saat krisis migran 2015 tidak berhasil dikonversi menjadi kemenangan elektoral pada 2017, meskipun berhasil menambah 5 kursi menjadi total 20 kursi.[18]
Partai terbesar di parlemen (2023–sekarang)
Tahun 2019 menjadi titik nadir bagi PVV dengan kekalahan besar di pemilu provinsi dan Eropa, di mana banyak basis pemilihnya beralih ke partai baru Forum untuk Demokrasi (FVD).[19] Situasi ini berubah dramatis pasca keruntuhan kabinet Rutte IV tahun 2023. PVV bangkit sebagai pemenang pemilu November 2023[20] dengan hasil terbaik sepanjang sejarah partai, didorong oleh isu migrasi dan perubahan citra Wilders yang lebih moderat.[21]
Kesuksesan ini berlanjut dengan pembentukan pemerintahan koalisi bersama NSC, BBB, dan VVD pada Mei 2024, meski dengan kompromi besar seperti penunjukan perdana menteri dari luar partai. Namun, pemerintahan ini hanya bertahan singkat. PVV memutuskan keluar dari kabinet pada Juni 2025 setelah gagal mendorong perubahan kebijakan suaka yang lebih ketat, mengakhiri episode terbaru dalam sejarah partai yang penuh gejolak ini.[22]
Remove ads
Ideologi
Ringkasan
Perspektif

PVV secara umum dianggap sebagai partai sayap kanan jauh.[23][24] Lebih spesifik, partai ini dikategorikan sebagai kanan radikal dan populis sayap kanan.[24] Media dan akademisi Belanda biasanya menghindari istilah "ekstrem kanan" (extreemrechts), terutama karena partai ini tidak ingin menghapus demokrasi dan tidak menganjurkan kekerasan.[24][25]
PVV menggabungkan politik sayap kanannya dengan beberapa posisi sosial yang cenderung kiri,[26] sehingga menyulitkan penempatan partai ini dalam spektrum kiri-kanan tradisional.[27] Dalam isu-isu tertentu seperti layanan kesehatan, jaminan sosial, hak LGBT, dan perawatan lansia, PVV bisa dilihat memiliki kecenderungan kiri dan sosial demokrat, meskipun secara selektif.[28]
Para pengamat mencatat bahwa Geert Wilders menghindari penempatan partainya dalam spektrum politik tradisional. Namun, berbagai analisis mendeskripsikan ideologi PVV sebagai perpaduan unsur-unsur liberalisme, liberalisme nasional, liberalisme konservatif, nasionalisme Belanda, dan populisme nasional.[29][30][31] Wilders sendiri mengidentifikasi dirinya sebagai liberal sayap kanan dan awalnya enggan berkolaborasi dengan partai-partai sayap jauh-kanan di Eropa. Beberapa analis mencatat kesamaan PVV dalam beberapa aspek dengan partai Daftar Pim Fortuyn yang menggabungkan nasionalisme dengan prinsip-prinsip liberal.[32][33][34]
Sejarawan politik Koen Vossen mengidentifikasi empat pilar ideologi PVV: anti-Islam,[35] populisme, nasionalisme, dan penegakan hukum & ketertiban.[36]
Isu sosial
Islam
Partai PVV menjalankan kampanye dengan agenda kontra-jihad yang kuat,[37] di mana pandangan mereka terhadap Islam sebagian besar terinspirasi oleh karya-karya seperti The Force of Reason karya Oriana Fallaci, Eurabia karya Bat Ye'or, serta berbagai tulisan Hans Jansen.[38] PVV telah mengajukan berbagai proposal spesifik terkait Islam di Belanda, termasuk pelarangan Al-Quran, penutupan sekolah-sekolah Islam, serta pembubaran semua masjid di negara tersebut. Partai ini juga mengusulkan untuk memberlakukan larangan imigrasi dari negara-negara Islam, menghentikan subsidi untuk media dan organisasi Islam, melarang penggunaan jilbab di gedung-gedung publik, menghapus pelajaran Al-Quran dari sekolah, dan menerapkan pajak khusus untuk kerudung.[10]
Kewarganegaraan ganda
PVV berupaya memberlakukan larangan bagi warga Belanda dengan kewarganegaraan ganda untuk menggunakan hak pilih, bertugas di militer,[39] dan menduduki jabatan politik,[40] dengan aalasan bahwa pemegang kewarganegaraan ganda berpotensi memiliki loyalitas yang minim. Ketika berstatus sebagai oposisi, PVV kerap mengajukan mosi tidak percaya terhadap menteri kabinet yang memiliki kewarganegaraan ganda, seperti Ahmed Aboutaleb dan Nebahat Albayrak (keduanya pada tahun 2007). Namun sikap ini berubah ketika partai tersebut menjadi bagian dari koalisi pemerintahan, terlihat dari tidak diajukannya mosi serupa terhadap Marlies Veldhuijzen van Zanten pada tahun 2010.[41]
Aborsi dan hak-hak LGBTQ
Partai PVV memanfaatkan sikap liberalnya dalam isu-isu seperti aborsi dan hak-hak LGBTQ untuk mencitrakan diri sebagai "pembela perempuan dan komunitas gay dalam menghadapi kemajuan Islam yang 'intoleran dan kolot'".[42] Berbeda dengan partai-populis Eropa lainnya, PVV secara umum menunjukkan sikap yang lebih moderat dan liberal secara sosial terhadap hak-hak LGBTQ dan pernikahan sesama jenis.
PVV bersikap kritis terhadap pendidikan LGBTQ di sekolah-sekolah.[43] Pada tahun 2023, PVV menolak menandatangani Perjanjian Pelangi (Regenboogakkoord) yang mewajibkan partai-partai politik memerangi diskriminasi berdasarkan orientasi seksual, gender, dan warna kulit melalui berbagai langkah seperti: pemberian hukuman lebih berat untuk kejahatan kekerasan, penyediaan lebih banyak detektif untuk menyelidiki kasus diskriminasi, serta perlindungan yang lebih aman bagi pengungsi LGBTQ. Perjanjian ini juga mendorong sekolah-sekolah untuk lebih memperhatikan pendidikan LGBTQ serta menghapus deklarasi identitas dimana orang tua atau siswa harus menyatakan pandangan dunia mereka dan mengambil jarak dari homoseksualitas.[44]
Kebijakan luar negeri

Kebijakan luar negeri PVV didasarkan pada penolakan terhadap Islam dan oposisi terhadap integrasi Eropa.[45] Awalnya, PVV mendukung Perang Melawan Teror, namun sekitar tahun 2016 beralih ke posisi non-intervensi dengan argumen bahwa Belanda tidak bertanggung jawab atas "reruntuhan dunia Islam".[46] Menurut PVV, Angkatan Bersenjata Belanda seharusnya fokus pada keamanan dalam negeri.[47] PVV juga menentang bantuan pembangunan dengan alasan bantuan tersebut tidak efektif.[48]
Uni Eropa
PVV secara konsisten menganut paham Eroskeptisisme keras dan memperjuangkan keluarnya Belanda dari Uni Eropa (Nexit). PVV berargumen bahwa UE tidak memberikan manfaat finansial bagi pembayar pajak Belanda, telah terlalu banyak mengikis kedaulatan pengambilan keputusan domestik dan demokrasi negara-negara anggotanya, serta membuat Belanda kehilangan kendali atas perbatasannya.[49] PVV juga mengadvokasikan keluarnya Belanda dari zona euro dan reintroduksi mata uang gulden Belanda. PVV bahkan mengusulkan alternatif mata uang baru bernama "neuro" yang akan berfungsi sebagai mata uang paralel untuk perdagangan dengan negara-negara Eropa Utara.[50] PVV juga menginginkan kesepakatan opt-out dari kebijakan suaka bersama UE, mirip dengan yang dimiliki Denmark.[51]
Namun setelah Pemilihan Parlemen Eropa 2024, PVV menyatakan akan menghentikan sementara dukungannya untuk Nexit guna menyesuaikan diri dengan mitra koalisinya selama proses pembentukan kabinet 2023-2024. Wilders menyatakan bahwa sebagai gantinya, ia akan menggunakan posisinya dalam pemerintahan untuk secara bertahap melemahkan kekuatan UE dari dalam.[52]
Rusia
Pada awalnya, PVV dan Wilders cenderung membuat pernyataan yang agak mendukung Rusia dalam konteks sebagai sekutu melawan terorisme Islam dan imigrasi. PVV pernah menganjurkan kebijakan netral terkait Perang Rusia-Ukraina 2014 dan menentang keanggotaan Ukraina di UE.
Namun sikap ini berubah setelah peristiwa penembakan Malaysia Airlines MH17, di mana manifesto PVV menuntut pelaku diadili.[53] Pasca invasi Rusia ke Ukraina 2022, PVV mendukung resolusi parlemen Belanda yang mengutuk invasi tersebut dan menyerukan penghentian agresi Rusia. Meski dikenal dengan kebijakan imigrasinya yang ketat, partai ini menyatakan Belanda harus memberikan perlindungan sementara bagi pengungsi Ukraina yang mereka anggap sebagai pengungsi perang yang sah.[53] Dalam perkembangan terakhir, PVV mulai mengkritik besarnya dukungan militer Belanda untuk Ukraina[54][55] dan lebih mengedepankan solusi diplomatik untuk mengakhiri konflik ini.[56]
Konflik Israel-Palestina
PVV mendukung solusi satu negara dalam konflik Israel-Palestina, dengan pandangan bahwa Yordania adalah "satu-satunya negara Palestina yang akan pernah ada".[57] Pada tahun 2010, Geert Wilders menyatakan dukungannya untuk partai Yisrael Beiteinu dan melakukan pembicaraan dengan pemimpinnya, Avigdor Lieberman.[58] Wilders memiliki hubungan erat dengan Israel, ia pernah tinggal selama 6 bulan di sebuah moshav di Tepi Barat saat berusia 17 tahun.[59] Secara konsisten, PVV mendukung pengakuan Yerusalem sebagai ibu kota Israel dan pernah mengusulkan pemindahan kedutaan Belanda ke kota tersebut.[60] Pasca perang Gaza, pernyataan Wilders yang menganjurkan relokasi warga Palestina ke Yordania menuai kecaman dari negara-negara Arab.[61]
Kebijakan hukum
PVV memperjuangkan kebijakan peradilan pidana yang lebih keras. Partai ini menyerukan penambahan jumlah polisi dan penerapan kebijakan toleransi nol terhadap kriminalitas. Dalam hal hukuman, PVV mengadvokasikan peningkatan masa hukuman, termasuk penerapan hukum tiga kali pelanggaran, serta kondisi penahanan yang lebih sederhana. Meskipun terinspirasi oleh tokoh-tokoh "law and order" Amerika seperti Rudy Giuliani dan Joe Arpaio, PVV tetap menentang hukuman mati dan hak kepemilikan senjata api.[62]
PVV bersikap kritis terhadap lembaga peradilan yang dianggap membatasi kedaulatan rakyat. Untuk membatasi kekuasaan hakim, PVV mengusulkan penerapan hukuman wajib dan pemilihan hakim secara langsung. PVV menolak apa yang mereka sebut sebagai "juridifikasi politik", dan sebagai gantinya menerapkan strategi "politisasi peradilan". Partai ini kerap mempertanyakan netralitas dan ketidakberpihakan politik lembaga peradilan, dengan menyebut hakim-hakim sebagai elit dan berhaluan kiri. Dalam upaya memperkuat kedaulatan nasional, PVV juga menentang berbagai perjanjian internasional, khususnya yang melibatkan pengadilan internasional seperti Mahkamah HAM Eropa, Mahkamah Hukum Uni Eropa, serta mekanisme arbitrase dalam Perjanjian Ekonomi dan Perdagangan Komprehensif (CETA).[63]
Remove ads
Pencapaian di pemilihan umum
Dewan Perwakilan Rakyat
Senat
Parlemen Eropa
Catatan kaki
Wikiwand - on
Seamless Wikipedia browsing. On steroids.
Remove ads