Top Qs
Timeline
Obrolan
Perspektif
Konflik perbatasan Kamboja–Thailand 2025
serangkaian pertempuran bersenjata antara Kamboja dan Thailand Dari Wikipedia, ensiklopedia bebas
Remove ads
Konflik perbatasan Kamboja–Thailand 2025 adalah situasi ketegangan yang terjadi antara Kamboja dan Thailand setelah bentrokan singkat di perbatasan yang berkembang menjadi konflik bersenjata yang dimulai pada 24 Juli.[12][13]
![]() | Artikel ini membahas suatu peristiwa terkini. Informasi pada halaman ini dapat berubah setiap saat seiring dengan perkembangan peristiwa dan laporan berita awal mungkin tidak dapat diandalkan. Pembaruan terakhir untuk artikel ini mungkin tidak mencerminkan informasi terkini. Silakan hapus templat ini apabila sudah lebih dari satu bulan (Juli 2025) |
Sengketa ini berakar dari perjanjian Prancis-Siam tahun 1907 antara Kerajaan Siam (kini Thailand) dan Republik Prancis Ketiga, yang saat itu menguasai Indochina Prancis (termasuk wilayah Kamboja saat ini). Setelah Kamboja meraih kemerdekaan, Candi Preah Vihear yang disengketakan diberikan kepada Kamboja oleh Mahkamah Internasional (ICJ) pada tahun 1962, namun candi tersebut beserta wilayah perbatasan lain yang dipersengketakan tetap menjadi sumber pertikaian. Sentimen nasionalis di kedua negara telah memperburuk ketegangan. Antara tahun 2008 dan 2011, bentrokan di antara keduanya telah menimbulkan korban jiwa di kedua pihak.
Perdana Menteri Kamboja, Hun Manet, menanggapi insiden tersebut dengan mengajukan permintaan keputusan dari Mahkamah Internasional (ICJ), menyatakan bahwa ia tidak ingin terjadi konflik dengan Thailand.[14] Phumtham Wechayachai, penjabat Perdana Menteri Thailand, mengatakan bahwa kedua belah pihak tidak menginginkan eskalasi konflik dan bahwa masalah tersebut telah diselesaikan.[15] Pada 13 Februari, tentara Thailand mencegah wisatawan asal Kamboja menyanyikan lagu kebangsaan Kamboja di kuil Prasat Ta Muen Thom yang disengketakan.[16][17] Pada 28 Mei, tentara Kamboja dan Thailand sempat saling tembak, yang mengakibatkan tewasnya seorang prajurit Kamboja. Upaya untuk meredakan ketegangan tidak berhasil, dan ketegangan yang terus berlanjut menyebabkan penutupan pos-pos pemeriksaan perbatasan. Diskusi antara militer Kamboja dan Thailand dilakukan pada 29 Mei.
Pada 23 Juli, seorang tentara Thailand menginjak ranjau darat di distrik Nam Yuen, Provinsi Ubon Ratchathani, yang mengakibatkan ia kehilangan satu kaki. Keesokan harinya, konflik bersenjata langsung pecah antara kedua negara, dengan Kamboja dan Thailand sama-sama mengklaim telah bertindak untuk membela diri.
Remove ads
Latar belakang
Ringkasan
Perspektif

Sengketa perbatasan antara Kamboja dan Thailand berakar pada ketidakjelasan garis demarkasi yang berasal dari Perjanjian Prancis-Siam tahun 1904, yang menetapkan beberapa batas wilayah antara Kerajaan Siam (sekarang Thailand) dan Indochina Prancis (sekarang Kamboja, Laos, dan Vietnam). Namun, setelah Kamboja meraih kemerdekaan, Mahkamah Internasional (ICJ) memutuskan pada tahun 1962 bahwa Kuil Preah Vihear berada di bawah kedaulatan Kamboja. Meski demikian, wilayah di sekitar kuil tetap disengketakan, yang menyebabkan ketegangan terus berlanjut—terutama pada periode 2008 hingga 2011, ketika bentrokan militer menyebabkan korban di kedua belah pihak. Sentimen nasionalis di kedua negara turut memperburuk konflik.[18]
Pada tahun 2011, ICJ menyerahkan penyelesaian sengketa tersebut kepada ASEAN, namun upaya mediasi gagal setelah Thailand mencabut izin yang sebelumnya diberikan kepada pengamat internasional.[19] Kamboja kembali mengajukan perkara ke ICJ, namun Thailand menolak yurisdiksi ICJ dalam menentukan garis batas, dengan alasan bahwa hal tersebut harus diputuskan secara bilateral. Putusan ICJ yang mendukung Kamboja pun tidak berdampak apa pun.[20][21]
Ketegangan di perbatasan kembali meningkat pada awal 2025. Pada 13 Februari, tentara Thailand melarang wisatawan asal Kamboja menyanyikan lagu kebangsaan mereka di Prasat Ta Muen Thom, situs yang disengketakan, yang semakin memperburuk situasi.[16][17]
Remove ads
Pendahuluan
Ringkasan
Perspektif
Pada 28 Mei, tentara Kamboja dan Thailand terlibat dalam baku tembak singkat selama 10 menit, yang mengakibatkan tewasnya satu tentara Kamboja, Letnan Dua Suon Roun.[22] Baku tembak tersebut terjadi di sepanjang perbatasan antara Provinsi Preah Vihear di Kamboja dan Provinsi Ubon Ratchathani di Thailand.[23] Kedua negara saling menuduh sebagai pihak yang memulai serangan.
Juru bicara militer Kamboja, Mao Phalla, mengklaim bahwa tentara Thailand adalah pihak pertama yang melepaskan tembakan ke arah pasukan Kamboja yang berada di dalam parit pertahanan yang telah lama digunakan. Sementara itu, juru bicara militer Thailand, Winthai Suvaree, menyatakan bahwa tentara Thailand sebelumnya telah mencoba meminta pasukan Kamboja agar mundur sebelum akhirnya tentara Kamboja melepaskan tembakan terlebih dahulu.[23][24]
Setelah bentrokan di Segitiga Zamrud, Perdana Menteri Kamboja Hun Manet menanggapi dengan mengumumkan dimulainya proses untuk mengajukan masalah tersebut ke Mahkamah Internasional (ICJ), sambil menegaskan bahwa ia tidak menginginkan konflik dengan Thailand.[14] Di pihak Thailand, Menteri Pertahanan Phumtham Wechayachai menyatakan bahwa kedua belah pihak tidak menginginkan eskalasi lebih lanjut dan menegaskan bahwa insiden tersebut telah diselesaikan.[15]
Pada 29 Mei, diadakan pertemuan antara Jenderal Phana Khlaeoplotthuk, Panglima Angkatan Darat Kerajaan Thailand, dan Jenderal Mao Sophan, Panglima Angkatan Darat Kerajaan Kamboja, untuk mengoordinasikan upaya meredakan ketegangan dan mencegah insiden serupa di masa depan. Pembicaraan bilateral untuk meredakan ketegangan berlangsung pada 5 Juni, tetapi gagal menghasilkan kesepakatan yang konkret. Phumtham mengklaim bahwa Kamboja menolak usulan-usulan dari pihak Thailand, dan pada 7 Juni, Thailand akan memperkuat kehadiran militernya di perbatasan. Terpisah pada hari yang sama, pihak militer Thailand mengklaim bahwa warga sipil Kamboja sering melakukan pelanggaran wilayah ke dalam wilayah Thailand dan bahwa “provokasi-provokasi ini, serta peningkatan kekuatan militer, menunjukkan niat yang jelas untuk menggunakan kekuatan”.[25] Pada 17 Juni, Kamboja mengumumkan bahwa mereka melarang impor buah-buahan dan sinetron dari Thailand.[26]
Remove ads
Konflik bersenjata
Ringkasan
Perspektif
Pada pagi hari tanggal 24 Juli 2025, tentara Thailand melaporkan bahwa pesawat nirawak Kamboja terbang di sekitar area depan Prasat Ta Muen Thom dan terlihat enam tentara Kamboja bersenjata mendekati kawat berduri di depan pangkalan militer Thailand. Angkatan Darat Kerajaan Thailand mengonfirmasi laporan bahwa pasukan Kamboja melepaskan tembakan ke arah pasukan Thailand sekitar 200 meter di sebelah timur Candi Ta Muen Thom.[27]
Pada hari yang sama, pihak Kamboja melaporkan bahwa militer Thailand telah melancarkan serangan bersenjata terhadap pasukan Kamboja dan secara paksa menutup akses publik ke Candi Ta Muen Thom.[28] Menurut juru bicara Kementerian Pertahanan Nasional Kamboja, “Pasukan Kamboja bertindak sepenuhnya dalam kerangka pertahanan diri, menanggapi serangan tak beralasan oleh pasukan Thailand yang melanggar integritas teritorial kami”.[29]
Pukul 09.40 pagi, militer Thailand mengklaim bahwa Kamboja menembakkan peluncur roket berpenggerak sendiri BM-21 ke arah Prasat Don Tuan, dekat kawasan pemukiman.[30] Pada pukul 09.50, Thailand menyatakan bahwa pasukan Kamboja mencoba memasuki wilayah Thailand di dekat Candi Ta Kwai, dan mereka membalas dengan tembakan artileri.[6] Pada pukul 10.58 pagi, enam jet tempur F-16 Angkatan Udara Kerajaan Thailand membombardir posisi-posisi Kamboja di Chong An Ma, Provinsi Ubon Ratchathani, dan mengklaim bahwa beberapa pangkalan militer Kamboja telah dihancurkan.[31][6] Kedutaan Besar Thailand di Phnom Penh pun meminta seluruh warga negara Thailand yang berada di Kamboja untuk segera meninggalkan negara tersebut.[32]
Sebuah pom bensin di Provinsi Sisaket terkena serangan roket BM-21 Grad dari Kamboja, mengakibatkan banyak korban sipil, termasuk setidaknya delapan orang tewas, salah satunya adalah anak laki-laki berusia 8 tahun.[33][34][35] Pada pukul 11.54 siang, tentara Kamboja menyerang rumah sakit Phnom Dongrak, menyebabkan beberapa orang terluka dan evakuasi total rumah sakit tersebut.[36]
Pukul 14.41, Angkatan Darat Kerajaan Thailand mengklaim telah berhasil menghancurkan dua tank milik Kamboja di Khao Sattasom.[37] Pukul 15.00, militer Thailand meluncurkan serangan darat dan udara dengan sandi “Operasi Yuttha Bodin,” sebagai tanggapan atas bentrokan yang terus berlangsung di sepanjang perbatasan. Operasi ini dipimpin oleh Jenderal Pana Klaewblaudtuk.[38][39]
Pada malam harinya, Hun Sen menyatakan bahwa Kamboja "tidak punya pilihan selain melawan balik" terhadap Thailand, dan menambahkan bahwa ia turut serta dalam komando militer melalui tautan video. Ia membantah laporan media Thailand bahwa dirinya bepergian ke luar negeri, dan menyalahkan militer Thailand karena memperburuk situasi, dengan mengklaim bahwa Thailand berencana menutup akses ke Candi Ta Muen Thom.[40][6] Pada malam yang sama, pemerintah provinsi Oddar Meanchey di Kamboja mengumumkan bahwa 5.000 warga telah dievakuasi dari wilayah konflik.[41]
Angkatan Udara Kerajaan Thailand mengutuk tindakan Kamboja yang menyerang warga sipil, dan menyatakan siap mempertahankan rakyat dan kedaulatan dari pelanggaran HAM.[42] Mereka mengklaim telah melakukan sedikitnya dua serangan udara terhadap posisi Kamboja, salah satunya dikonfirmasi melalui rekaman video.[43] Sebuah video menunjukkan pesawat nirawak milik Angkatan Darat Kerajaan Thailand menjatuhkan granat ke beberapa tempat penyimpanan amunisi Kamboja sebelum terbakar dan jatuh.[44]
Di Thailand, sedikitnya satu tentara dan 14 warga sipil dipastikan tewas, sementara 14 tentara dan 32 warga sipil mengalami luka-luka. Di Kamboja, empat warga sipil terluka dan 4.000 orang telah dievakuasi. Satu orang tewas di Provinsi Oddar Meanchey.[45][46]
Angkatan Laut Kerajaan Thailand mengunggah pernyataan resmi secara daring yang menuduh Kamboja melanggar Konvensi Jenewa dan melakukan kejahatan perang karena “secara sengaja mengebom rumah sakit, pemukiman, dan situs bersejarah milik Thailand”.[47]
Remove ads
Negosiasi
Ringkasan
Perspektif
Pada 2 Juni, Hun Manet mengumumkan bahwa pemerintah Kamboja akan mengajukan gugatan ke ICJ, seraya menyatakan harapannya bahwa Thailand akan bersedia menyetujui penyelesaian sengketa melalui ICJ demi mencegah konfrontasi bersenjata.[25] Namun, Thailand tidak mengakui yurisdiksi ICJ. Phumtham, sebagai gantinya, menyatakan bahwa segala persoalan sebaiknya diselesaikan melalui negosiasi bilateral.[48]
Pada 24 Juli, setelah konflik bersenjata pecah, Hun Manet mengumumkan bahwa ia telah mengirim surat kepada Presiden Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa, meminta pertemuan darurat guna menghentikan "agresi Thailand terhadap kedaulatan Kamboja".[49]
Pada 25 Juli, Kementerian Luar Negeri Thailand mengeluarkan pernyataan bahwa tindakan Kamboja merupakan pelanggaran hukum internasional dan telah berulang sejak insiden ketika tentara Thailand menginjak ranjau darat pada 16 dan 23 Juli. Pemerintah Thailand mendesak Kamboja untuk bertanggung jawab atas insiden tersebut dan segera menghentikan serangan terhadap sasaran militer maupun sipil, serta menghentikan pelanggaran atas kedaulatan Thailand. Tindakan Kamboja dinilai melanggar beberapa Konvensi Jenewa dan merupakan perbuatan tidak manusiawi terhadap warga sipil yang tak bersalah.[50][51]
Remove ads
Reaksi internasional
Australia Seorang juru bicara Departemen Luar Negeri dan Perdagangan Australia menyatakan bahwa pemerintah Australia "sangat prihatin" terhadap laporan pertempuran di sepanjang perbatasan Thailand-Kamboja, termasuk pengeboman di kawasan permukiman. "Kami menginginkan deeskalasi dan perlindungan terhadap warga sipil".[52]
Tiongkok Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok, Guo Jiakun, menyatakan keprihatinannya atas perkembangan situasi dan berharap kedua pihak dapat menyelesaikan permasalahan secara tepat melalui dialog dan konsultasi.[53]
Prancis Pemerintah Prancis menyatakan keprihatinan mendalam atas bentrokan bersenjata antara Thailand dan Kamboja serta menyampaikan belasungkawa kepada mereka yang tewas dalam konflik tersebut. Prancis juga mendesak kedua negara untuk segera menghentikan pertempuran dan menyelesaikan perbedaan mereka secara damai sesuai dengan hukum internasional.[54]
India Kedutaan Besar India di Bangkok mengeluarkan imbauan perjalanan, menganjurkan warganya untuk mendapatkan informasi dan menghindari tempat-tempat tertentu di dekat perbatasan Thailand-Kamboja.[55]
Indonesia Kedutaan Besar Indonesia di Bangkok dan Phnom Penh mengimbau warga negara Indonesia untuk berhati-hati dan waspada di daerah konflik.[56] Kementerian Luar Negeri menyerukan agar kedua negara menyelesaikan permasalahan mereka secara damai sesuai dengan Perjanjian Persahabatan dan Kerja Sama serta Piagam ASEAN.[57]
Jepang Menteri Luar Negeri Takeshi Iwaya mengatakan bahwa pihaknya tengah berupaya mendorong Kamboja dan Thailand untuk menurunkan ketegangan, dan menekankan bahwa hubungan yang baik antara kedua negara sangat penting bagi perdamaian dan stabilitas kawasan.[53]
Laos Kementerian Luar Negeri menyatakan kekhawatiran serius terhadap situasi di perbatasan Kamboja-Thailand. Laos mendesak kedua pihak untuk berhati-hati dan mencari solusi damai atas konflik yang terjadi.[58]
Malaysia Perdana Menteri Anwar Ibrahim menyatakan keprihatinannya atas situasi yang berkembang dan menyampaikan kesediaannya untuk berbicara dengan kedua belah pihak guna mencari jalan menuju deskalasi dan negosiasi damai.[53]
Selandia Baru Kementerian Luar Negeri dan Perdagangan menyatakan keprihatinan atas bentrokan yang terjadi melalui pembaruan imbauan perjalanan. Selandia Baru juga mendorong moderasi, diplomasi, dan komunikasi, serta menyatakan dukungannya terhadap upaya ASEAN untuk meredakan situasi.[59]
Filipina Departemen Luar Negeri menekankan “pentingnya menjaga jalur komunikasi yang terbuka dan memastikan de-eskalasi situasi”. Diharapkan kedua negara dapat menangani permasalahan ini sesuai dengan hukum internasional dan prinsip penyelesaian sengketa secara damai.[60]
Rusia Juru bicara Kementerian Luar Negeri Maria Zakharova menyatakan bahwa Rusia prihatin atas eskalasi konflik dan mendesak kedua pihak untuk menunjukkan sikap menahan diri.[61]
Singapura Kementerian Luar Negeri menyampaikan keprihatinan serius atas bentrokan yang terjadi, mendesak kedua negara untuk bersikap hati-hati, menghentikan permusuhan, meredakan ketegangan melalui jalur diplomatik, dan melindungi keselamatan seluruh warga sipil.[62]
Korea Selatan Kementerian Luar Negeri menyerukan penyelesaian damai atas sengketa perbatasan antara kedua negara. Seorang juru bicara mengatakan, “Pemerintah menyampaikan keprihatinan mendalam dan belasungkawa kepada korban jiwa serta keluarga mereka akibat insiden ini”.[63]
Britania Raya Menteri Muda Urusan Indo-Pasifik Catherine West menyatakan keprihatinannya atas korban sipil dan mendesak kedua pihak untuk menahan diri serta mencari dialog damai.[64]
Amerika Serikat Kedutaan Besar AS di Bangkok dan Phnom Penh mengimbau warga negara AS yang tinggal atau bepergian di dekat perbatasan Thailand-Kamboja agar mengikuti arahan dari aparat keamanan setempat.[65][66] Kemudian, juru bicara Departemen Luar Negeri AS, Thomas Pigott, menyatakan bahwa AS menuntut penghentian permusuhan dan mendesak agar sengketa diselesaikan secara damai.[67]
Vietnam Kementerian Luar Negeri menyerukan kedua negara untuk menahan diri semaksimal mungkin, menghindari penggunaan kekerasan dan eskalasi lebih lanjut, serta menyelesaikan perbedaan melalui cara damai sesuai dengan hukum internasional dan solidaritas kawasan.[68]
Uni Eropa Juru bicara urusan luar negeri Anouar El Anouni menyampaikan keprihatinan atas nama blok tersebut dan menyerukan de-eskalasi dari kedua belah pihak serta penyelesaian konflik melalui dialog damai.[69]
Remove ads
Referensi
Wikiwand - on
Seamless Wikipedia browsing. On steroids.
Remove ads