Top Qs
Timeline
Obrolan
Perspektif

Pratiwi Sudarmono

ilmuwan dan ahli biologi asal Indonesia Dari Wikipedia, ensiklopedia bebas

Pratiwi Sudarmono
Remove ads

Pratiwi Pudjilestari Sudarmono (lahir 31 Juli 1952 ) adalah seorang astronaut pertama dan satu-satunya yang berasal dari Indonesia. Ia menjadi ilmuwan Indonesia yang terpilih dalam seleksi yang diadakan National Aeronautics and Space Administration (NASA) pada 1985 untuk melakukan misi STS-61-H.[2] Pratiwi ikut dalam penerbangan ruang angkasa dengan Challenger pada Juni 1986.[3] Misi tersebut rencananya akan membawa tiga satelit, termasuk satelit kebanggaan Indonesia, Palapa B-3 sebelum dibatalkan karena adanya sebuah insiden.[4]

Fakta Singkat Lahir, Status ...

Selain keterlibatannya dalam program keantariksaan, Pratiwi juga memiliki karier panjang di bidang mikrobiologi. Ia pernah menjabat sebagai Ketua Departemen Mikrobiologi Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia (1994–2000) dan diangkat sebagai Guru Besar Ilmu Mikrobiologi pada tahun 2008.[5]

Remove ads

Pendidikan

Pratiwi mengenyam pendidikan SD dan SMP di Bandung. Dia melanjutkan SMA di Jakarta dan menamatkan sekolahnya pada 1970.[6] Pada tahun 1977, Pratiwi meraih gelar master di bidang kedokteran dari Universitas Indonesia. Dia kemudian melanjutkan studi doktoral bidang biologi molekuler di Universitas Osaka, Jepang. Dia berhasil meraih gelar doktor pada 1984. Pada Tahun 2002, Pratiwi mengikuti Program Sarjana Fulbright New Century di Amerika Serikat.[7]

Remove ads

Karier

Ringkasan
Perspektif

Awal Karier

Setelah menyelesaikan pendidikannya, dr. Pratiwi memulai karier di bidang ilmiah sejak mendapatkan beasiswa dari World Health Organization (WHO) untuk meneliti biologi molekuler Salmonella typhi. Kemudian, pada tahun 1985 dia ikut menjadi bagian pada misi Wahana Antariksa NASA STS-61-H.[8]

Misi Wahana Antariksa STS-61-H

Pada tahun 1985, pemerintah Indonesia menjalin kerja sama dengan NASA (National Aeronautics and Space Administration), lembaga antariksa Amerika Serikat dalam rangka misi Wahana Antariksa atau Space Shuttle yang pelaksanaannya direncanakan pada 24 Juni 1986 dengan menggunakan pesawat ulang-alik Columbia. Pratiwi terpilih sebagai wakil Indonesia dalam misi tersebut setelah mengalahkan 207 kandidat dan berperan sebagai Spesialis Muatan.[9] Ia di jadwalkan berangkat bersama dengan astronaut Inggris pada Juni 1986 untuk mengawal peluncuran satelit Palapa B3 dan mengerjakan eksperimen ilmiah terkait daya tahan tubuh manusia dan kemungkinan untuk hidup berkoloni di luar angkasa. Namun pada tanggal 28 Februari 1986, pesawat ulang-alik Challenger milik Amerika Serikat, STS-51-L, meledak di udara dalam 73 detik setelah diluncurkan pada ketinggian 15 atau 16 kilometer. Insiden ini menyebabkan tujuh orang kru menjadi korban.[10]

Tragedi itu juga berdampak pada NASA dan misi-misi luar angkasa setelahnya. Termasuk agenda penerbangan Columbia yang akan membawa dr. Pratiwi menjalankan misi ke luar angkasa[6] dan mengangkut satelit Palapa B-3 milik Indonesia. Para astronaut dalam misi penerbangan itu pun batal berangkat. Satelit B-3 akhirnya diluncurkan dengan roket Delta, tanpa kehadiran astronaut dari Indonesia. Setelah itu tak pernah ada lagi rencana Indonesia mengirimkan astronaut ke luar angkasa.[11] Meskipun gagal berangkat ke luar angkasa, Pratiwi tetap berkarya di NASA sebagai peneliti dari tahun 1985 hingga 1987.[12]

Karier Akademik

Setelah kembali ke Indonesia, dr. Pratiwi kembali ke almamaternya dan menjadi staf pengajar dan peneliti di Laboratorium Mikrobiologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia. Ia menjabat sebagai Ketua Departemen Mikrobiologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia pada periode 1994–2000. Pada Februari 2008, ia diangkat sebagai Guru Besar dalam bidang Ilmu Mikrobiologi di fakultas yang sama.[6]

Sebelum pensiun pada Juli 2022, Pratiwi pernah menjabat sebagai Kepala Komisi Etik Penelitian dan Pengembangan Kedokteran yang bertanggung jawab langsung kepada Menteri Kesehatan. Selain itu, ia juga pernah menjadi Kepala Laboratorium Mikrobiologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Pada tahun 2020, saat pandemi COVID-19, Pratiwi turut berperan dalam menangani sampel COVID-19 di tengah keterbatasan perlengkapan PCR di Indonesia.[13]

Remove ads

Penelitian dan Penghargaan

Ringkasan
Perspektif

Sebagai akademisi, Prof. Pratiwi aktif melakukan penelitian dan menerbitkan hasil penelitiannya di jurnal nasional dan internasional selama rentang waktu tahun 1988 hingga tahun 2023. Pada tahun 1988, ia dan koleganya, yaitu FA Rubin, DJ Kopecko, RB Sack, A Yi, D Maurta, R Meza, MA Moechtar, DC Edman, dan SL Hoffman menulis artikel berjudul Evaluation of a DNA probe for identifying Salmonella typhi in Peruvian and Indonesian bacterial isolates yang diterbitkan di The Journal of infectious diseases.[14] Sementara penelitiannya di tahun 2023 berjudul Identification of an Oligostilbene, Vaticanol B, from Dryobalanops aromatica leaves as an antiviral compound against the Hepatitis C Virus dan diterbitkan di The Journal of infectious diseases. Artikel ini ditulis bersama koleganya yaitu Chie Aoki-Utsubo, Muhammad Hanafi, Destia Tri Armanti, Hiroyuki Fuchino, Nobuo Kawahara, Sri Hartati, Aty Widyawaruyanti, Masanori Kameoka, dan Hak Hotta.[15]

Atas kontribusinya dalam ilmu pengetahuan, pada tahun 2019 ia mendapat penghargaan GE Indonesia Recognition for inspiring Women in Science Technology Engineeeing & Mathematics (STEM) dari PT General Electric Indonesia (GE Indonesia).[16][17] Pada tahun yang sama juga, ia menjadi anggota juri L’Oreal-UNESCO Fellowship for Woman in Science (FWIS) yang diketuai oleh Endang Sukara, dengan anggota Herawati Sudoyo, Indrawati Gandjar, Fenny Martha Dwivany, Ariadne L. Juwono, Neni Sintawardani dan Agus Purwanto. Selain itu, pada 2021, bersama ia mendapatkan penghargaan[18] Pada tahun 2022, ia juga mendapat penghargaan sebagai Ikon Prestasi Pancasila dari Badan Pembinaan Ideologi Pancasila Republik Indonesia.[19]

Referensi

Loading related searches...

Wikiwand - on

Seamless Wikipedia browsing. On steroids.

Remove ads