Top Qs
Timeline
Obrolan
Perspektif

Swedia-Norwegia

Uni Kerajaan Swedia-Norwegia Dari Wikipedia, ensiklopedia bebas

Swedia-Norwegia
Remove ads

Kerajaan Swedia-Norwegia ialah istilah yang kadang-kadang, tetapi secara keliru, digunakan untuk merujuk pada Kerajaan Swedia dan Norwegia antara tahun 1814 dan 1905, saat bersatu di bawah 1 monarki dalam personal union, menyusul Konvensi Moss, pada tanggal 14 Agustus, dan revisi konstitusi Norwegia 4 November. Pada hari yang sama, parlemen Norwegia mengangkat Karl XIII raja Norwegia.

Fakta Singkat Kerajaan Bersatu Swedia-Norwegia, Status ...
Thumb
Bendera persatuan Swedia 1844-1905

UU Persatuan, yang diberikan persetujuan kerajaan pada tanggal 6 Agustus 1815, diwujudkan secara berbeda di kedua negara. Di Norwegia merupakan bagian hukum konstitusi yang dikenal sebagai "Rigsakten", dan di Swedia merupakan seperangkat ketentuan di bawah hukum reguler dan dikenal sebagai "Riksakten". Kongres Wina, yang mengatur sejumlah perubahan wilayah di Eropa pasca-Napoleon, tak keberatan terhadap persatuan mashkota Norwegia dan Swedia.

Swedia dan Norwegia sebelumnya telah bersatu di bawah mahkota yang sama dalam 2 kejadian, dari tahun 1319 sampai 1343, dan secara singkat dari tahun 1449 sampai 1450 dalam penentangan terhadap Christian dari Oldenburg yang oleh orang-orang Denmark diangkat sebagai raja Persatuan Kalmar.

Menyusul bertambahnya ketidakpuasan dengan persatuan di Norwegia, parlemen dengan suara bulat menyatakan pembubarannya pada tanggal 7 Juni 1905. Aksi unilateral ini mengalami ancaman perang Swedia. Plebisit 13 Agustus memperkuat ketetapan parlemen oleh mayoritas 368.208 ke 184. Perundingan di Karlstad menimbulkan persetujuan dengan Swedia pada 23 September dan demobilisasi bersama. Kedua parlemen itu mencabut UU Persatuan 16 Oktober, dan raja terguling Oscar II dari Swedia meninggalkan tuntutannya pada tahta Norwegia dan mengakui Norwegia sebagai kerajaan merdeka pada tanggal 26 Oktober. Parlemen Norwegia menawari tahta yang kosong pada Pangeran Carl dari Denmark, yang menerima setelah plebisit lain telah memperkuat monarki. Ia tiba di Norwegia pada tanggal 25 November 1905, mengambil nama Haakon VII.

Remove ads

Latar Belakang

Ringkasan
Perspektif

Swedia dan Norwegia sebelumnya telah bersatu dibawah satu monarki pada dua peristiwa, yaitu dari tahun 1319 hingga 1343 dibawah Magnus Eriksson dan pada 1449 hingga 1450 dibawah Karl Knutsson yang menentang kelompok Kristian I dari Oldenburg yang terpilih sebagai raja Uni Kalmar oleh Denmark. Selama berabad-abad setelahnya Norwegia tetap bersatu dengan Denmark dalam perserikatan, yang secara simbolis dianggap sebagai satu kerajaan tetapi pada kenyataannya statusnya dikurangi menjadi sebuah provinsi belaka yang diperintah oleh raja-raja Denmark dari ibu kota mereka, Kopenhagen. Setelah pembentukan absolutisme pada tahun 1660, bentuk pemerintahan yang lebih tersentralisasi didirikan, tetapi Norwegia mempertahankan beberapa lembaga terpisah, termasuk hukum, tentara, dan mata uangnya sendiri. Kerajaan-kerajaan bersatu tersebut disebut sebagai Denmark-Norwegia oleh para sejarawan selanjutnya.

Swedia keluar dari Uni Kalmar pada 1523 atas perintah Raja Gustav Vasa dan pada pertengahan abad ke-17, Swedia meningkatkan statusnya sebagai kekuatan utama di wilayah Skandinavia setelah intervensi Raja Gustav II Adolf dalam Perang Tiga Puluh Tahun. Perang ambisius tersebut dilancarkan oleh Raja Karl XII yang menyebabkan Swedia kehilangan statusnya sebagai kekuatan utama paska Perang Besar di Utara.

Setelah dibubarkannya Uni Kalmar, Swedia dan Denmark–Norwegia masih tetap menjadi musuh dan sering berperang satu sama lain yang menyebabkan Denmark dan Norwegia banyak menyerahkan wilayah-wilayah penting mereka kepada Swedia. Swedia juga menginvasi Norwegia pada 1567, 1664, 1658 dan 1716 untuk merebut Norwegia dari Denmark dan menganeksasi Norwegia untuk membentuk sebuah serikat. Perang dan invasi yang berulang-ulang terjadi menyebabkan kebencia rakyat Norwegia terhadap Swedia.

Pada abad ke-18, Norwegia menikmati periode kejayaan dan meningkatkan statusnya sebagai bagian penting dari Uni. Industri dengan pertumbuhan besar seperti ekspor papan kayu dengan Britania Raya sebagai pasar utama. Pemilik usaha penggergajian kayu dan balok di wilayah Christiania membentuk sebuah kelompok elit dengan dukungan pengaruh ekonomi yang kuat, mulai melihat pemerintah pusat yang berkedudukan di Kopenhagen sebagai sebuah penghalang aspirasi rakyat Norwegia. Meningkatnya kepercayaan diri mereka membuat mereka mempertanyakan kebijakan yang lebih mengutamakan kepentingan Denmark daripada kepentingan Norwegia, sambil menolak tuntutan utama Norwegia untuk pembentukan lembaga nasional yang penting, seperti bank dan universitas. Beberapa anggota "aristokrat kayu" dengan demikian melihat Swedia sebagai mitra yang lebih alami, dan menjalin kontak komersial dan politik dengan Swedia. Sekitar tahun 1800, banyak orang Norwegia terkemuka secara diam-diam mendukung pemisahan diri dari Denmark, tanpa secara aktif mengambil langkah-langkah untuk mempromosikan pemisahan diri Norwegia dari Denmark. Pemimpin mereka yang tidak dideklarasikan adalah Count Herman Wedel-Jarlsberg.

Kebijakan Swedia pada periode yang sama juga bertujuan mengolah informasi dan kontak di Norwegia dan meningkatkan rasa separatisme rakyat Norwegia. Raja Gustav III secara aktif mendekatkan diri kepada semua lapisan masyarakat di Norwegia yang mendukung sebuah Uni antara Swedia-Norwegia.

Upaya-upaya semacam itu di kedua sisi perbatasan menuju "pemulihan hubungan" jauh dari realistis sebelum Perang Napoleon menciptakan kondisi yang menyebabkan pergolakan politik besar di Skandinavia.

Remove ads

Dampak Perang Napoleon

Ringkasan
Perspektif

Swedia dan Denmark-Norwegia berusaha tetap netral selama Perang Napoleon meskipun banyak diundang untuk bergabung ke dalam aliansi-aliansi selama perang. Swedia dan Denmark-Norwegia kemudian bergabung dengan Rusia dan Prusia dalam sebuah Liga Netralitas Bersenjata pada 1800. Angkatan Bersenjata Denmark-Norwegia dipaksa untuk mundur dari liga tersebut setelah kemenangan Britania Raya dalam Pertempuran Kopenhagen namun masih tersangkut oleh sebuah kebijakan netralitas. Pada akhirnya Liga Netralitas Bersenjata akhirnya bubar pasca terbunuhnya Tsar Pavel I pada 1801.

Thumb
Jean Baptiste Bernadotte, Marsekal asal Prancis, Putra Mahkota Swedia pada 1810 dan Norwegia pada 1814, yang kemudian menjadi Raja Swedia-Norwegia pada 1818. Potret dilukis oleh Joseph Nicolas Jouy.

Denmark-Norwegia kemudian dipaksa untuk membentuk sebuah aliansi dengan Prancis setelah serangan kedua Inggris terhadap angkatan laut Dennmark dalam Pertempuran Kopenhagen Kedua. Tentara Denmark dipaksa menyerahkan diri setelah dibombardir begitu dahsyat. Karena Swedia pada waktu yang bersamaan telah memihak kepada Britania Raya, maka Denmark-Norwegia dipaksa oleh Napoleon untuk menyatakan perang kepada Swedia pada 29 Februari 1808.

Blokade laut yang dilakukan Inggris menyebabkan putusnya komunikasi antara Denmark dan Norwegia, maka sebuah pemerintahan sementara Norwegia dibentuk di Christiania dengan dipimpin oleh Jenderal Pangeran Carl August dari Augustenborg. Pemerintahan Sementara yang terbentuk ini adalah yang pertama kalinya di Norwegia setelah beberapa abad di bawah kekuasaan Denmark. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintahan sendiri dimungkinkan di Norwegia, dan kemudian dipandang sebagai ujian bagi kelangsungan kemerdekaan. Tantangan terbesar Carl August adalah mengamankan pasokan makanan selama blokade. Ketika Swedia menginvasi Norwegia pada musim semi tahun 1808, ia memimpin pasukan Norwegia Selatan dan memaksa pasukan Swedia yang jumlahnya lebih banyak untuk mundur ke belakang perbatasan setelah pertempuran Toverud dan Prestebakke. Keberhasilannya sebagai komandan militer dan sebagai pemimpin pemerintahan sementara membuatnya sangat populer di Norwegia. Selain itu, musuh-musuh Swedia-nya menyadari jasa dan popularitasnya, dan pada tahun 1809 memilihnya sebagai penerus takhta Swedia setelah Raja Gustav IV Adolf digulingkan dari kekuasaannya.

Salah satu faktor penyebab lemahnya serangan Swedia ke Norwegia karena pada waktu yang bersamaan Rusia menginvasi Finlandia pada 21 Februari 1808. Perang dua Front ini yang menyebabkan bencana di Swedia ditambah lagi dengan dicaploknya seluruh wilayah Finlandia oleh Rusia pasca ditandatanganinya Traktat Fredrikshamn pada 17 September 1809. Pangeran Carl August, pemimpin utama Norwegia yang telah dinaikkan jabatannya menjadi Wizurai Norwegia pada 1809 telah dipilih karena para pemberontak Swedia melihat bahwa popularitasnya yang besar di antara orang Norwegia dapat membuka jalan bagi penyatuan dengan Norwegia, sebagai kompensasi atas hilangnya Finlandia. Ia juga sangat dihormati karena ia menahan diri untuk tidak mengejar pasukan Swedia yang mundur sementara negara itu ditekan keras oleh Rusia dalam Perang Finlandia. Carl August terpilih sebagai Putra Mahkota Swedia pada tanggal 29 Desember 1809 dan meninggalkan Norwegia pada tanggal 7 Januari 1810. Setelah kematiannya yang tiba-tiba pada bulan Mei 1810, Swedia memilih sebagai penggantinya seorang jenderal musuh lainnya, marsekal Prancis Jean Baptiste Bernadotte, yang juga dipandang sebagai musuh yang gagah berani dan telah membuktikan kemampuannya sebagai komandan pasukan.

Kompensasi Akibat Hilangnya Finlandia

Thumb
Raja Carl XIII (Carl II di Norwegia)

Tujuan utama dari kebijakan luar negeri Bernadotte akibat pencaplokan Norwegia oleh Putra Mahkota Carl Johan, dan ia mengejar tujuannya itu dengan menetapkan kembali klaim Swedia atas Finlandia dan bergabung dengan musuh-musuh Napoleon. Pada 1812, ia menandatangani Perjanjian Sankt Petersburg dengan Rusia untuk melawan Prancis dan Denmark-Norwegia. Kebijakan luar negerinya menyebabkan provokasi beberapa kritik diantara para politisi Swedia yang merasa bahwa tindakan tersebut sangat tidak bermoral karena mengganti kerugian Swedia dengan mengorbankan tetangganya yang lebih lemah dan bersahabat. Lebih dari itu, Britania Raya dan Rusia keukeuh bahwa tanggung jawab pertama Carl Johan adalah mendirikan koalisi anti-Napoleon. Britania Raya dengan keras menolak pengeluaran subsidi untuk penyerangan Norwegia sebelum musuh bersama dihancurkan. Carl menyatakan bahwa Britania Raya juga berjanji akan mendukung berdirinya Persatuan Norwegia-Swedia melalui Traktat Stockholm pada 3 Maret 1813. Beberapa minggu kemudian, Rusia memberikan jaminan yang sama dan di bulan April Prussia juga menjanjikan Norwegia hal yang sama jika Norwegia bergabung untuk melawan Napoleon. Diwaktu yang sama, Swedia bergabung dengan Koalisi Ke-6 dan mendeklarasikan perang melawan Prancis dan Denmark-Norwegia pada 24 Maret 1813.

Selama penyerbuannya ke Eropa, Carl Johan sukses memimpin tentara gabungan di Utara dalam mempertahankan Berlin, mengalahkan dua usaha terpisah Prancis untuk mengambil alih Berlin. Ia kemudian bergerak menuju Denmark untuk memaksa Raja Denmark menyerahkan Norwegia.

Remove ads

1814

Ringkasan
Perspektif

Perjanjian Kiel

Pada 7 Januari atas di ambang penyerbuan oleh pasukan Swedia, Rusia, dan Jerman di bawah komando putra mahkota terpilih Swedia, Raja Frederick VI dari Denmark (dan Norwegia) setuju untuk menyerahkan Norwegia kepada Raja Swedia sebagai langkah untuk mencegah pendudukan Jutland

Hal tersebut kemudian dituangkand dalam Perjanjian Kiel yang ditandatangani pada 14 Januari yang didalamnya mengatur tentang permintaan Denmark untuk tetap dapat mempertahankan wilayah Kepulauan Faroe, Islandia dan Greenland. Didalam pasal 4 perjanjian tersebut menyatakan bahwa Norwegia diberikan kepada Raja Swedia bukan diberikan kepada Kerajaan Swedia. Korespondensi rahasia dari pemerintah Inggris pada hari-hari sebelumnya telah memberikan tekanan kepada pihak-pihak yang berunding untuk mencapai kesepakatan guna menghindari invasi besar-besaran ke Denmark. Bernadotte mengirim surat kepada pemerintah Prusia, Austria, dan Inggris, mengucapkan terima kasih atas dukungan mereka, mengakui peran Rusia dalam merundingkan perdamaian, dan membayangkan stabilitas yang lebih baik di wilayah Nordik. Pada tanggal 18 Januari, raja Denmark mengeluarkan surat kepada rakyat Norwegia, yang membebaskan mereka dari kesetiaan mereka kepadanya.

Percobaan Kudeta oleh Pangeran Christian Frederik

Wizurai Norwegia, Pangeran Christian Frederik mencoba untuk menyatukan Norwegia dan jika memungkinkan akan kembali membentuk Uni dengan Denmark dengan memimpin sebuah pemberontakan. Raja Denmark telah diberitahu tentang rencena tersebut melalui sebuah surat rahasia pada Desember 1813 dan diperkirakan akan menyertai mereka. Namun ia terkendala dengan Traktat Kiel dan meminta Christian Frederik menyerahkan benteng perbatasan dan kembali ke Denmark. Christian Frederik mengabaikan perintah tersebut dan memerintahkan pasukannya untuk tetap mempertahankan benteng-benteng tersebut. Ia memutuskan untuk mengklaim tahta Norwegia sebagai pewaris yang sah dan merencanakan pembentukan pemerintahan independen dengan ia sebagai pemimpinnya. Pada 30 Januari ia berkonsultasi dengan beberapa tokoh-tokoh penasihat Norwegia dan menyatakan bahwa Raja Frederik tidak punya hak untuk mencabut tahtanya dan menegaskan bahwa ia adalah Raja Norwegia yang sah serta Norwegia punya hak untuk menentukan masa depan mereka sendiri, sehingga akan melanjutkan rencananya untuk membentuk sebuah gerakan kemerdekaan.

Pada 2 Februari, rakyat Norwegia mendapat berita bahwa negara mereka akan digabungkan dengan Kerajaan Swedia. Berita ini menyebabkan kemarahan diantara rakyat yang tidak menyukai hal tersebut dan secara antusias mendukung gagasan untuk memerdekakan Norwegia. Putra Mahkota Swedia Pangeran Bernadotte merespon hal tersebut dengan mengancam akan mengirimkan sejumlah besar tentara untuk menduduki Norwegia, dan untuk melaksanakan embargo biji-bijian, kecuali jika Norwegia secara sukarela mematuhi ketentuan Traktat Kiel. Dalam hal ini, Pangeran Bernadotte akan menyerukan konvensi konstitusional, namun dikarenakan Pangeran Bernadotte sendiri juga masih terlibat dalam perang di wilayah lainnya, hal ini memberikan kesempatan kepada rakyat Norwegia untuk melanjutkan rencana kemerdekaan mereka.

Perkembangan Gerakan Kemerdekaan dibawah Ancaman Perang

Thumb
Christian Frederik, Putra Mahkota Denmark-Norwegia, Raja Norwegia dari Mei–Oktober 1814, dan Raja Denmark (menggunakan nama regnum sebagai Christian VIII) dari 1839–48. Potret oleh Johan Ludwig Lund 1813

Pada 10 Februari, Christian Frederik mengundang tokoh-tokoh termuka di Norwegia dalam sebuah pertemuan yang digelar di kediaman sahabatnya Carsten Anker di Eidsvoll untuk membahas situasi yang ada. Ia menginformasikan kepada para undangan tentang keinginannya untuk melawan hegemoni Swedia dan mengklaim mahkota Norwegia sebagai haknya. Namun dalam sesi sidang yang cukup tegang, penasihatnya meyakinkannnya bahwa penentuan kemerdekaan Norwegia lebih didasarkan atas prinsip mementukan nasib sendiri, dan ia seharusnya bertindak sebagai seorang wali pada saat itu terjadi. Christian Frederik kemudian kembali ke Christiania pada 19 Februari dan memproklamirkan dirinya sebagai Wali Negara Norwegia. Ia memerintahkan semua pihak dan golongan yang ada di Norwegia untuk menyatakan kesetiaan mereka kepadanya demi kemerdekaan Norwegia dan untuk memilih perwakilan rakyat dalam sebuah majelis konstitusional yang akan bersidang di Eidsvoll pada 10 April.

Swedia kemudian mengirim sebuah misi kepada Christian Frederik, memperingatkannya bahwa tindakan yang ia buat adalah sebuah bentuk pelanggaran terhadap Traktat Kiel dan menyebabkan Norwegia menjadi berperang dengan kekuatan sekutu. Konsekuensi selanjutnya menyebabkan Norwegia akan dilanda kelaparan dan kebangkrutan. Christian Frederik kemudian mengirimkan surat melalui jaringan pribadinya kepada semua negara-negara di Eropa untuk meyakinkan mereka bahwa ia tidak memimpin sebuah konspirasi untuk melanggar Traktat Kiel dan usaha-usahanya tersebut adalah sebuah refleksi dari keinginan Norwegia untuk menentukan nasibnya sendiri. Christian Frederik juga mencari dukungan dari Napoleon Bonaparte.

Perwakilan Swedia tiba di Christiania pada 24 Februari. Christian Frederik kemudian menolak sebuah proklamasi dari Raja Swedia dan justru malah membacakan isi proklamasi tersebut dihadapan semua rakyat Norwegia dan memproklamirkan dirinya sebagai seorang Wali Negara. Pemerintah Swedia kemudian menganggap tindakannya itu adalah sebuah hal yang ceroboh dan ilegal. Keesokan harinya, lonceng gereja di Christiania berdering selama sejam dan para warga Christiania berkumpul untuk menyatakan sumpah setia kepada Christian Frederik.

Carsten Anker kemudian diutus ke London untuk mencari pengakuan secara de jure dari Kerajaan Britania Raya dengan memberikan instruksi "Kebutuhan utama kami adalah perdamaian dengan Inggris. Jika, amit-amit, harapan kami akan dukungan Inggris digagalkan, Anda harus menjelaskan kepada menteri apa saja konsekuensi yang akan terjadi jika membiarkan orang-orang yang tidak berhak menderita. Kewajiban pertama kita adalah balas dendam paling berdarah terhadap Swedia dan teman-temannya; tetapi Anda tidak boleh kehilangan harapan bahwa Inggris akan menyadari ketidakadilan yang sedang dilakukan terhadap kita, dan menyuarakannya sampai saat-saat terakhir – seperti juga keinginan kita yang terus-menerus untuk perdamaian". Usaha Anker dalam mendapatkan dukungan Britania Raya ditolak mentah-mentah oleh Perdana Menteri Lord Liverpool, tetapi ia tetap teguh dalam misinya untuk meyakinkan kontak-kontaknya di antara bangsawan dan politikus Inggris tentang tujuan Norwegia. Ia berhasil memperkenalkan tujuan itu di Parlemen, di mana Earl Grey berbicara selama hampir tiga jam di House of Lords pada 10 Mei. Argumennya juga disuarakan di House of Commons – setelah berjuang untuk kebebasan di Eropa selama 22 tahun, Inggris tidak dapat terus mendukung Swedia dalam penaklukan paksa rakyat bebas yang saat itu berada di bawah kuk asing. Namun, Perjanjian antara Inggris dan Swedia tidak dapat diabaikan: Swedia telah membantu sekutu selama perang, dan janji harus ditepati. Anker tetap tinggal di London hingga musim gugur, dengan gigih mempertahankan upayanya untuk membangkitkan simpati dan dukungan bagi kepentingan Norwegia.

Pada awal Maret, Christian Frederik juga telah mengorganisasi kabinet dan lima departemen pemerintah, meskipun ia sendiri yang memegang semua wewenang pengambilan keputusan.

Count Wedel-Jarslberg, bangsawan paling termuka di Norwegia berada di Denmark untuk mengorganisir suplai makanan untuk para warga yang kelaparan disaat Pangeran Christian Frederik meningkatkan pemberontakannya. Pada perjalanannya pulang kembali ia bertemu dengan Count Hans Henrik von Essen, Gubernur Jenderal Norwegia. Ketika ia tiba pada bulan Maret, ia memperingatkan sang Wali-Raja bahwa ia sedang memainkan permainan yang berbahaya, karena ia dituduh berkolusi dengan Swedia. Pendapat publik kemudian meningkat tajam mengkritisi kebijakan Wali-Raja, yang memang dicurigai membawa Norwegia kembali kedalam kedaulatan Denmark.

Pada 9 Maret, misi Swedia ke Kopenhagen meminta Christian Frederik untuk dicabut dari hak suksesi kerajaan Denmark dan kekuatan Eropa akan berperang dengan Denmark jika ia menarik kedekatan dirinya dari pergerakan kemerdekaan Norwegia. Niels Rosenkrantz, Menteri Luar Negeri Denmark menjawab permintaan Swedia dengan menegaskan bahwa pemerintahan Denmark tidak boleh mendukung kemerdekaan Denmar, namun mereka tidak dapat mengosongkan pos perbatasan yang tidak mereka pegang, sedangkan permintaan unutk mencabut Christian Frederik dari suksesi kerajaan Denmark tidak disebutkan. Pasukan Swedia kemudian bergerak ke sepanjang perbatasan dan muncul rumor akan terjadi invasi. Dalam beberapa surat yang ditujukan kepada von Essen, panglima tentara Swedia di perbatasan Norwegia, Bernadotte menyatakan bahwa Christian Frederik adalah seorang pembangkang dan memerintahkan semua pejabat Denmark untuk pulang kembali ke Denmark, jika tidak dilakukan maka pejabat-pejabat tersebut akan dianggap sebagai pembangkang. Wali-Raja kemudian melawan tindakan tersebut dengan menyita semua kapal angkatan laut yang berlabuh di Norwegia dan menangkap semua perwira kapal yang berencana akan berlayar ke Denmark.

Pada 1 April, Raja Frederik VI mengirim surat kepada Christian Frederik yang memintanya untuk menyerah dan menghentikan semua usahanya serta memintanya untuk kembali ke Denmark. Kemungkinan penghilangan hak suksesi juga disebutkan di dalam surat tersebut. Christian Frederik menolak permintaan tersebut dan menyebutkan bahwa hak Norwegia untuk menentukan nasib sendiri sebagaimana kemungkinan untuk menyatukan Norwegia dan Denmark pada masa yang akan datang. Beberapa hari kemudian Christian Frederik diperingatkan dalam sebuah pertemuan dengan menteri luar negeri Denmark, dengan menitikberatkan bahwa akan memicu spekulasi bahwa tindakan sang pangeran tersebut dimotivasi oleh keingingan Denmark atas Norwegia.

Walaupun para kekuatan Eropa menolak untuk mengakui pergerakan kemerdekaan Norwegia, muncul tanda-tanda pada awal April bahwa mereka tidak akan memihak kepada Swedia dalam semua konfrontasi yang akan terjadi. Seiring dengan semakin dekatnya konvensi konstitusi, gerakan kemerdekaan semakin menguat

Konvensi Konstitusional

Thumb
Oscar Wergeland: Majelis Konstituen Norwegia, 1814

Pada 10 April, para delegasi mengadakan rapat di Eidsvoll. Konvensi ini dilakukan untuk memilih para pejabat pengurusnya dihadapan Pangeran Christian Frederik pada 11 April dan persidangan akan dilaksanakan pada besoknya. Dua partai kemudian dibentuk yaitu : Partai Indepeden yang lebih dikenal sebagai "Partai Denmark" atau "Partai Pangeran" dan Partai Persatuan yang juga dikenal sebagai "Partai Swedia". Para delegasi dengan sebulat suara menyetujui bahwa kemerdekaan adalah hal yang paling tepat untuk Norwegia, namun terdapat ketidaksetujuan dalam pengusulan pelaksanaan tindakan apa yang akan dilakukan untuk kemerdekaan itu.

Partai Independen yang merupakan delegasi mayoritas dalam konvensi itu menyatakan bahwa mandat harus dibatasi untuk sekadar memformalkan kemerdekaan Norwegia berdasarkan atas sumpah setia para rakyat yang telah dilakukan sebelumnya. Dengan Christian Frederik yang bertindak sebagai Wali-Raja, hubungan dengan Denmark dapat dibahas dalam konteks kemerdekaan Norwegia.

Sementara itu Partai Persatuan yang merupakan delegasi minoritas percaya bahwa seharusnya Norwegia berhak untuk mendapatkan lebih dari sekadar status kemerdekaan dalam ikatan uni dengan Swedia dibandingkan sebagai bagian dari Kerajaan Denmark. Selain itu mereka juga menyatakan seharusnya Majelis Konvensi tetap melanjutkan pekerjaannya setelah konstitusi telah ditetapkan.

Mencari Dukungan Legitimasi di Dalam dan Luar Negeri

Thumb
Putra Mahkota Swedia Pangeran Carl Johan (Bernadotte), yang dengan tegas menentang kemerdekaan Norwegia, hanya menawarkan persyaratan persatuan yang menguntungkan

Pada 22 Mei, Raja Swedia-Norwegia yang baru memasuki Christiania. Senjata-senjata yang ditempatkan di Benteng Akershus menembakkan tembakan penghormatan dan upacara perayaan kemenangan dilakukan di Katedral Oslo. Meskipun dirayakan dengan begitu meriah, pemerintah Swedia-Norwegia yang baru dibentuk masih merasa khawatir dengan iklim internasional dan pemerintah memutuskan untuk mengirim dua utusan dari Majelis Konstitusional untuk bergabung dengan Carsten Anker di Inggris untuk memuluskan urusan Norwegia. Majelis Negara untuk pertama kalinya bersidang dan memutuskan membentuk Mahkamah Agung pertama.

Pada 5 Juni, Utusan Britania Raya, John Philip Morier tiba di Christiania dalam sebuah kunjungan yang tak resmi. Morier menerima kebaikan dari salah satu menterinya Christian Frederik dan setuju untuk berjumpa dengan sang raja secara informal dan ia menekankan bahwa tindakannya yang dapat ditafsirkan sebagai pengakuan kemerdekaan bagi Norwegia. Dirumorkan bahwa Morier menginginkan Bernadotte didepak dan diasingkan ke Pulau Bornholm di Denmark. Sang raja kemudian meminta Britania Raya untuk menjadi mediator antara Norwegia dan Swedia, Namun Morier tidak pernah menyimpang dari posisi resmi pemerintah Inggris yang menolak Norwegia merdeka. Ia menyatakan bahwa Norwegia harus tunduk pada persatuan Swedia, dan juga agar posisi pemerintahnya dimuat di semua surat kabar Norwegia. Pada 10 Juni, tentara Norwegia dimobilisasi dan senjata serta amunisi didistribusikan.

Pada 16 Juni, Carsten Anker menulis surat kepada Christian Frederik mengenai hasil diskusi yang ia lakukan dengan diplomat dari Prussia. Christian Frederik mengetahui bahwa Prusia dan Austria mulai melemah dalam memberikan dukungannya terhadap klaim Swedia atas Norwegia, bahwa Tsar Aleksandr I dari Rusia (sepupu jauh Christian Frederik) lebih menyukai persatuan Swedia-Norwegia tetapi tanpa Bernadotte sebagai raja, dan bahwa Britania Raya sedang mencari solusi yang akan menjauhkan Norwegia dari lingkup pengaruh Rusia.

Menjelang perang

Pada 26 Juni, para utusan dari Rusia, Prusia, Austria dan Britania Raya tiba di Vänersborg, Swedia dengan tujuan untuk membujuk Christian Frederik agar mau tunduk dengan regulasi-regulasi yang tertuang dalam Traktat Kiel. Para utusan tersebut kemudian diberitahu oleh von Essen bahwa ada sekitar 65 ribu pasukan Swedia yang siap untuk menginvasi Norwegia. Pada 30 Juni para utusan tersebut tiba di Christiania. Dalam pertemuannya dengan dewan negara Norwegia pada esok harinya, utusan dari Rusia Orlov mengajukan pilihan kepada mereka yang hadir: Norwegia dapat tunduk pada kerajaan Swedia atau menghadapi perang dengan negara Eropa lainnya. Sementara itu Christian Frederik berpendapat bahwa para penduduk Norwegia punya hak untuk menentukan nasib mereka sendiri. Utusan dari Austria, Augus Ernst Steigentesch berkata " Rakyat ? Apakah para rakyat akan mengatakan hal yang berlawanan dari para pemimpin mereka ? Hal itu akan menempatkan dunia di atas kepala mereka ".

Seiring berjalannya waktu negosiasi, Christian Frederik menawarkan diri untuk melepaskan tahtanya dan kembali ke Denmark, sembari memberi orang-orang Norwegia untuk memutuskan nasib mereka melalui sesi sidang luar biasa dalam Storting. Namun ia menolak untuk menyerahkan benteng-benteng perbatasan Norwegia kepada pasukan Swedia. Utusan-utusan dari Rusia, Prusia, Austria dan Britania Raya menolak usulan Christian Frederik agar konstitusi Norwegia dijadikan dasar negosiasi mengenai persatuan dengan Swedia, namun ia berjanji akan menyampaikan usulan tersebut kepada raja Swedia untuk dipertimbangkan.

Pada 20 Juli, Bernadotte kemudian mengirimkan surat kepada Christian Frederik yang berisi tuduhannya atas intrik dan petualangan nekatnya. Dua hari kemudian ia bertemu dengan para utusan yang masih berada di Norwegia. Mereka menguatkannya untuk mempertimbangkan usulan Christian Frederik untuk membentuk sebuah uni dengan Swedia. Ia mengulangi ultimatumnya bahwa Christian Frederik harus melepaskan semua hak atas takhta dan meninggalkan pos-pos perbatasan atau menghadapi perang. Pada 27 Juli, pasukan Swedia mengambil alih Kepulauan Hvaler, yang secara efektif menempatkan Swedia dalam perang dengan Norwegia. Keesokan harinya, Christian Frederik menolak ultimatum Swedia tersebut, dengan mengatakan bahwa menyerah akan dianggap sebagai pengkhianatan terhadap rakyat. Pada 29 Juli, pasukan Swedia menginvasi Norwegia.

Perang dengan dua pemenang

Pasukan Swedia mendapatkan perlawanan kecil sepanjang perjalanan mereka masuk ke dalam Norwegia ketika melewati benteng Fredriksten. Perlawanan pertama berlangsung singkat dan diakhiri dengan kemenangan bagi pasukan Swedia. Pada 4 Agustus kota Fredrikstad berhasil ditaklukkan Christian Frederik memutuskan mundur ke sungai Glomma. Pasukan Swedia berusaha untuk menggagalkan upaya mundur pasukan Christian Frederik namun gagal dalam Pertempuran Langnes dan menjadi kemenangan bagi pasukan Norwegia. Serangan Swedia dari Timur dilawan oleh Norwegia di dekat Kongsvinger.

Pada 3 Agustus Christian Frederik mengumumkan arah politiknya dalam sebuah pertemuan kabinet di Moss. Pada 7 Agustus, utusan dari Bernadotte tiba di markas besar pasukan Norwegia di Spydeberg dengan menawarkan sebuah gencatan senjata dengan janji akan membentuk sebuah uni dengan menghargai Konstitusi Norwegia. Keesokan harinya, Christian Frederik menyetujui syarat gencatan senjata dan mengizinkan pasukan Swedia tetap berada di Timur Glomma. Namun pertempuran kembali pecah di Glomma dan menyebabkan adanya korban jiwa, tapi pasukan Norwegia memutuskan untuk mundur. Negosiasi damai dengan utusan Swedia dimulai pada 10 Agustus Pada 14 Agustus Konvensi Moss dirumuskan: sebuah perjanjian gencatan senjata yang didasarkan atas tujuan damai.

Christian Frederik berhasil membuang kalimat yang menyatakan Norwegia mengakui Traktat Kiel dan Swedia menerima itu bahwa hal itu tidak dapat dianggap sebagai dasar bagi persatuan di masa depan antara kedua negara. Memahami keuntungan untuk mencegah biaya peperangan dan membiarkan Norwegia membentuk sebuah uni sukarelawa dibandingkan Norwegia dianeksasi sebagai wilayah takluk, Bernadotte menawarkan syarat damai lagi. Ia berjanji untuk mengakui konstitusi Norwegia, dengan amandemen akan dibuat jika itu dibutuhkan sebagai syarat untuk mendirikan Uni diantara Swedia dan Norwegia. Christian Frederik kemudian akan mengadakan sebuah sesi sidang luar biasa Storting pada bulan September atau Oktober. Ia juga akan mengalihkan kekuasaannya kepada para utusan terpilih dari rakyat Norwegia yang akan melakukan perundingan terkait persyaratan membentuk uni dengan Swedia dan melepaskan tahtanya serta meninggalkan Norwegia.

Gencatan senjata yang tidak gampang

Berita tersebut menghantam para rakyat Norwegia dan memunculkan reaksi kemarahan atas kepengecutan dan pengkhianatan para pemimpin militer, putus asa terkait harapan untuk memerdekakan Norwegia dan kebingungan tentang pilihan bangsa. Christian Frederik mengkonfirmasi kembali keinginannya untuk meninggalkan tahtanya karena alasan kesehatan, meninggalkan kekuasaannya dengan persetujuan Dewan Negara dalam sebuah protokol rahasia di Moss. Dalam sebuah surat tertanggal 28 Agustus, Christian Frederick memerintahkan Dewan Negara untuk menerima perintah dari penguasa tertinggi, secara implisit merujuk kepada Raja Swedia. Dua hari kemudian, Raja Swedia memproklamirkan dirinya menjadi Raja Swedia-Norwegia.

Pada 3 September, Britania Raya mengumumkan blokade laut atas Norwegia resmi dicabut. Layanan pos antara Swedia dan Norwegia kembali dilanjutkan. Jenderal-jenderal Swedia yang mengokupasi wilayah perbatasan Norwegia, Magnus Fredrik Ferdinand Björnstjerna mengancam akan kembali melakukan tindakan yang diperlukan jika para rakyat Norwegia tidak tunduk pada gencatan senjata dan menolak uni dengan Swedia. Christian Frederik dikabarkan mengalami depresi berat dan berbagai pihak disalahkan atas kekalahan di medan perang.

Pada akhir September, terjadi perselisihan antara otoritas Swedia dan dewan negara Norwegia mengenai pembagian gandum kepada kaum miskin di Christiania. Gandum tersebut dimaksudkan sebagai hadiah dari raja "Norwegia" kepada rakyat barunya, tetapi dewan Norwegia justru mengambil prinsip untuk menghindari kesan bahwa Norwegia memiliki raja baru hingga transisi diresmikan. Björnstjerna mengirimkan beberapa surat yang mengancam akan melanjutkan permusuhan.

Memenuhi syarat Konvensi Moss

Pada awal Oktober, rakyat Norwegia kembali menolak kiriman jagung dari Bernadotte dan para pedagang Norwegia lebih memilih meminjam uang untuk membeli makanan dan kebutuhan lainnya dari Denmark. Namun begitu, pada awal Oktober juga telah disetujui secara umum bahwa membentuk sebuah Uni dengan Swedia adalah hal yang tidak bisa dihindari. Pada 7 Oktober, sebuah sesi sidang luar biasa diadakan di Storting. Para utusan dari wilayah yang diduduki Swedia baru akan diterima dalam sidang jika mereka menyerahkan jaminan untuk tidak patuh kepada otoritas Swedia. Pada 10 Oktober, Christian Frederik turun tahta berdasarkan perjanjian Moss dan segera bertolak menuju Denmark. Kekuasaan eksektif untuk sementara diambil alih oleh Storting hingga amandemen Konstitusi yang dibutuhkan bisa diberlakukan.

Sehari menjelang habisnya masa gencatan senjata, Storting memutuskan sebanyak 72 dari 77 utusan setuju untuk bergabung dengan Swedia dalam sebuah uni. Keputusan tersebut kemudian dikesampingkan sambil menunggu amandemen konstitusi yang diperlukan. Pada hari-hari berikutnya, Storting mengeluarkan beberapa resolusi untuk menegaskan kedaulatan sebanyak mungkin di dalam persatuan tersebut. Pada 1 November, mereka memberikan suara 52 berbanding 25 suara bahwa Norwegia tidak akan menunjuk konsulnya sendiri, sebuah keputusan yang nantinya akan berdampak serius. Storting mengadopsi amandemen konstitusi yang diperlukan untuk memungkinkan persatuan tersebut pada 4 November dan dengan suara bulat memilih Karl XIII sebagai Raja Norwegia, alih-alih mengakuinya sebagai Raja.

Remove ads

Uni

Ringkasan
Perspektif
Thumb
Peta wilayah Swedia-Norwegia, 1847, oleh Peter Andreas Munch

Raja Karl XIII tidak pernah menginjakkan kakinya di Norwegia, namun putra mahkota Karl Johann tiba di Cristiania pada 18 November 1814. Dalam sidang Storting, Karl Johan menerima pemilihan ayahnya sebagai Raja Norwegia dan bersumpah untuk menjunjung tinggi konstitusi yang telah ditetapkan. Dalam pidatonya, Karl Johan menekankan bahwa Uni Swedia-Norwegia adalah sebuah liga dimana raja masuk kedalam sanubari rakyat Norwegia dan ia telah dipilih untuk memangku kewajiban yang besar pada dirinya, mereka yang mengekspresikan kecintaan rakyat dan bukan merupakan hak istimewa yang diperoleh melalui perjanjian-perjanjian resmi. Penolakannya terhadap Traktat kiel sebagai dasar hukum untuk Uni didukung oleh Riksdag dalam preambule Konstitusi Uni Swedia-Norwegia yang ditetapkan pada 15 Agustus 1815. Sebagai bentuk untuk memahami jenis uni yang dibuat, sangat penting untuk memahami peristiwa-peristiwa sejarah yang menjadi paramater didirikannya Uni Swedia-Norwegia. Hal ini menunjukkan dengan jelas bahwa Swedia, dibantu oleh negara-negara besar, memaksa Norwegia untuk bergabung dengan Uni. Di sisi lain, Norwegia, dibantu oleh negara-negara yang sama, pada dasarnya mendikte ketentuan-ketentuan Uni.

Benih-benih perselisihan tentu saja melekat dalam asosiasi konstitusional dua pihak yang didasarkan pada perhitungan yang saling bertentangan tersebut. Swedia memandang uni yang dibentuk sebagai sebuah realisasi ide yang telah lama dikembangkan selama beratus-ratus tahun, salah satunya diperkuat dengan lepasnya wilayah Finlandia dari Swedia. Sehingga diharapkan dengan waktu tersebut, Norwegia akan menerima sebuah hubungan yang semakin dekat. Sementara itu, Norwegia justru meminta agar semuanya mematuhi ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan dan walau diiringi dengan perasaan iri tetap menjaga konsistensi ketaatan mereka terhadap segala perincian yang menegaskan kesetaraan antara Norwegia dan Swedia[3].

Sebuah hal penting dari Uni Swedia-Norwegia adalah Norwegia memiliki konstitusi yang lebih demokratis dibandingkan dengan Swedia. Konstitusi Norwegia 1814 lebih ketat mengatur prinsip pemisahan kekuasaan antara eksekutif, legislatif dan yudikatif. Norwegia telah memodifikasi majelis legislatif satu kamar mereka dengan tambahan kewenangan yang lebih jika dibandingkan dengan negara-negara lainnya di Eropa pada masa itu. Hal yang berbeda justru terjadi di Swedia, Monarki Swedia adalah seorang yang mendekati-diktator, Instrumen Pemerintahan 1809 menyatakan dengan tegas bahwa "Raja sendirilah yang memegang pemerintahan". Lebih banyak warga negara (laki-laki) di Norwegia (sekitar 40%) memiliki hak untuk memilih dibandingkan di Swedia yang memiliki strata sosial lebih tinggi. Selama periode awal Uni Swedia-Norwegia, sebuah kelas pengaruh dari pegawai sipil mendominasi politik di Norwegia, meskipun mereka hanya berjumlah sedikit dan dapat dengan mudah kehilangan cengkeramannya jika para elektor baru memilih untuk memanfaatkan keunggulan jumlah mereka dengan memilih anggota dari lapisan sosial bawah. Untuk mempertahankan hegemoni ini, para pegawai sipil membentuk sebuah aliansi dengan para petani kaya. Sebuah kebijakan yang dibuat untuk kepentingan pertanian dan pedesaan berhasil mengamankan kesetiaan dari para petani. Tapi dengan adanya ketentuan dari konstitusi yang menyatakan bahwa dua per tiga anggota parlemen dipilih dari wilayah pedesaan, banyak petani yang terpilih menjadi anggota parlemen, yang oleh karenanya bisa menjadi sumber keretakan dalam aliansi tersebut. Peraturan yang mendorong partisipasi rakyat dalam pemerintahan lokal memuncak dengan dikenalkannya pemerintahan mandiri untuk tingkat lokal pada 1837 dengan didasarkan pada Formannskapsdistrikt Desa 373, yang dibuat dengan berdasar kepada wilayah kekuasaan Gereja Norwegia. Keikutsertaan rakyat dalam pemerintahan memberikan pengalaman pemerintahan dan adminstrasi yang lebih kepada rakyat dan mereka akhirnya akan mempromosikan tujuan mereka sendiri, seringkali dalam pertentangan dengan golongan pegawai negeri sipil[4].

Peningkatan demokratisasi di Norwegia pada akhirnya semakin mendorong terpisahnya sistem politik di Norwegia dan Swedia, mempersulit hubungan kerja sama antara Norwegia dan Swedia yang pada akhirnya berujung pada Pembubaran Uni Swedia-Norwegia pada 1905. Sebagai contoh, Raja memiliki kekuasaan veto absolut di Swedia, namun di Norwegia kekuasaanya terbatas pada hak untuk menangguhkan. Carl John menginginkan agar Storting memberikannya hak veto absolut namun ditolak. Walaupun konstitusi menyatakan bahwa kekuasaan eksekutif berada di tangan raja, dalam praktiknya hal itu justru malah meningkatkan hak dari Statsråd (Dewan Negara). Momen penting dari proses ini terjadi pada 1884, ketika Norwegia menjadi negara kerajaan di Skandinavia yang pertama kali menerapkan sistem parlementer. Setelah 1884, Raja Norwegia tidak lagi dapat secara mutlak menunjuk pemerintahan sepenuhnya atas pilihannya sendiri atau tetap menjabat meskipun bertentangan dengan keinginan Storting. Malah, raja hanya dapat menunjuk anggota partai atau koalisi partai yang punya dukungan mayoritas di Storting. Dewan Negara juga harus dapat menjawab pertanyaan dari Storting, sehingga mosi tidak percaya yang gagal akan menyebabkan pemerintah mengundurkan diri. Sebagai perbandingan, pemerintahan parlementer baru terbentuk di Swedia pada tahun 1905—tepat sebelum berakhirnya uni.

Remove ads

Daftar raja persatuan

Daftar Referensi

Lihat pula

Loading related searches...

Wikiwand - on

Seamless Wikipedia browsing. On steroids.

Remove ads