Loading AI tools
seperangkat keyakinan, praktik, dan tradisi untuk suatu kelompok atau komunitas Dari Wikipedia, ensiklopedia bebas
Agama atau religi adalah sistem yang mengatur kepercayaan serta peribadatan kepada Tuhan (atau sejenisnya) serta tata kaidah yang berhubungan dengan adat istiadat dan pandangan dunia yang menghubungkan manusia dengan tatanan kehidupan, pelaksanaan agama bisa dipengaruhi oleh adat istiadat daerah setempat. Pada zaman sejarah adat menjadi alat untuk menyampaikan ajaran-ajaran agama[1]. Sementara agama susah untuk didefinisikan, sebuah model standar dari agama, digunakan dalam perkuliahan religious studies, diajukan oleh Clifford Geertz, yang dengan sederhana menyebutnya sebagai sebuah "sistem kultural".[2][3] Sebuah kritikan untuk model Geertz oleh Talal Asad mengategorikan agama sebagai "sebuah kategori antropologikal." [4] Banyak agama memiliki mitologi, simbol, dan sejarah suci yang dimaksudkan untuk menjelaskan makna, tujuan hidup dan asal-usul kehidupan atau alam semesta. Dari keyakinan mereka tentang kosmos dan sifat manusia, orang-orang memperoleh moralitas, etika, hukum adat, atau gaya hidup yang disukai. Menurut beberapa perkiraan, ada sekitar 4.200 agama di dunia.[5]
Banyak agama yang mungkin telah mengorganisir perilaku, kependetaan, mendefinisikan tentang apa yang merupakan kepatuhan atau keanggotaan, tempat-tempat suci, dan kitab suci. Praktik agama juga dapat mencakup ritual, khotbah, peringatan atau pemujaan terhadap tuhan, dewa atau dewi, pengorbanan, festival, pesta, trans, inisiasi, cara penguburan, pernikahan, meditasi, doa, musik, seni, tari, atau aspek lain dari kebudayaan manusia. Agama juga mungkin mengandung mitologi.[6]
Kata agama kadang-kadang digunakan bergantian dengan iman, sistem kepercayaan, atau kadang-kadang mengatur tugas.[7] Namun, menurut ahli sosiologi Émile Durkheim, agama berbeda dari keyakinan pribadi karena merupakan "sesuatu yang nyata sosial".[8] Émile Durkheim juga mengatakan bahwa agama adalah suatu sistem yang terpadu yang terdiri atas kepercayaan dan praktik yang berhubungan dengan hal yang suci. Sebuah jajak pendapat global 2012 melaporkan bahwa 59% dari populasi dunia mengidentifikasi diri sebagai beragama, dan 36% tidak beragama, termasuk 13% yang ateis, dengan penurunan 9% pada keyakinan agama dari tahun 2005.[9] Rata-rata, perempuan lebih religius daripada laki-laki.[10] Beberapa orang mengikuti beberapa agama atau beberapa prinsip-prinsip agama pada saat yang sama, terlepas dari apakah atau tidak prinsip-prinsip agama mereka mengikuti cara tradisional yang memungkinkan untuk terjadi unsur sinkretisme.[11][12][13]
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, agama adalah pengatur (sistem) yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan keyakinan serta pengabdian kepada Sang Pencipta Yang Mahakuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya. Kata "agama" berasal dari bahasa Sanskerta, āgama (आगम) yang berarti "Cara Hidup".[14] Kata lain untuk menyatakan konsep ini adalah religi yang berasal dari bahasa Latin religio dan berakar pada kata kerja re-ligare yang berarti "mengikat kembali". Maksudnya dengan berreligi, seseorang mengikat dirinya kepada Tuhan.
Menurut filolog Max Müller, akar kata bahasa Inggris "religion", yang dalam bahasa Latin religio, awalnya digunakan untuk yang berarti hanya "takut akan Tuhan atau dewa-dewa, merenungkan hati-hati tentang hal-hal ilahi, kesalehan" (kemudian selanjutnya Cicero menurunkan menjadi berarti "ketekunan").[15][16] Max Müller menandai banyak budaya lain di seluruh dunia, termasuk Mesir, Persia, dan India, sebagai bagian yang memiliki struktur kekuasaan yang sama pada saat ini dalam sejarah. Apa yang disebut agama kuno hari ini, mereka akan hanya disebut sebagai "hukum".[17]
Banyak bahasa memiliki kata-kata yang dapat diterjemahkan sebagai "agama", tetapi mereka mungkin menggunakannya dalam cara yang sangat berbeda, dan beberapa tidak memiliki kata untuk mengungkapkan agama sama sekali. Sebagai contoh, dharma kata Sanskerta, kadang-kadang diterjemahkan sebagai "agama", juga berarti hukum. Di seluruh Asia Selatan klasik, studi hukum terdiri dari konsep-konsep seperti penebusan dosa melalui kesalehan dan upacara serta tradisi praktis. Jepang pada awalnya memiliki serikat serupa antara "hukum kekaisaran" dan universal atau "hukum Buddha", tetapi ini kemudian menjadi sumber independen dari kekuasaan.[18][19]
Tidak ada kata yang setara dan tepat dari "agama" dalam bahasa Ibrani, dan Yudaisme tidak membedakan secara jelas antara identitas keagamaan nasional, ras, atau etnis.[20] Salah satu konsep pusat adalah "halakha", kadang-kadang diterjemahkan sebagai "hukum",yang memandu praktik keagamaan dan keyakinan dan banyak aspek kehidupan sehari-hari.
Penggunaan istilah-istilah lain, seperti ketaatan kepada Allah atau Islam yang juga didasarkan pada sejarah tertentu dan kosakata.[21]
Definisi tentang agama di sini sedapat mungkin sederhana dan menyeluruh. Definisi ini diharapkan tidak terlalu sempit maupun terlalu longgar, tetapi dapat dikenakan kepada agama-agama yang selama ini dikenal melalui penyebutan nama-nama agama itu. Agama merupakan suatu lembaga atau institusi yang mengatur kehidupan rohani manusia. Untuk itu, terhadap apa yang dikenal sebagai agama-agama, perlu dicari titik persamaannya dan titik perbedaannya.
Manusia memiliki kemampuan terbatas, kesadaran dan pengakuan akan keterbatasannya menjadikan keyakinan bahwa ada sesuatu yang luar biasa di luar dirinya. Sesuatu yang luar biasa itu tentu berasal dari sumber yang luar biasa juga. Dan sumber yang luar biasa itu ada bermacam-macam sesuai dengan bahasa manusianya sendiri. Misal Tuhan, Dewa, God, Syang-ti, Kami-Sama dan lain-lain atau hanya menyebut sifat-Nya saja seperti Yang Maha Kuasa, Ingkang Murbeng Dumadi, De Weldadige, dan lain-lain.
Keyakinan ini membawa manusia untuk mencari kedekatan diri kepada Tuhan dengan cara menghambakan diri, yaitu menerima segala kepastian yang menimpa diri dan sekitarnya dan yakin berasal dari Tuhan; dan menaati segenap ketetapan, aturan, hukum, dan lain-lain yang diyakini berasal dari Tuhan.
Dengan demikian, agama adalah penghambaan manusia kepada Tuhannya. Dalam pengertian agama terdapat tiga unsur, yaitu manusia, penghambaan, dan Tuhan. Maka suatu paham atau ajaran yang mengandung ketiga unsur pokok pengertian tersebut dapat disebut agama.
Lebih luasnya lagi, agama juga bisa diartikan sebagai jalan hidup, yakni bahwa seluruh aktivitas lahir dan batin pemeluknya diatur oleh agama yang dianutnya. Bagaimana kita makan, bagaimana kita bergaul, bagaimana kita beribadah, dan sebagainya ditentukan oleh aturan/tata cara agama.
Beberapa ahli mengklasifikasikan agama baik sebagai agama universal yang mencari penerimaan di seluruh dunia dan secara aktif mencari anggota baru, atau agama etnis yang diidentifikasi dengan kelompok etnis tertentu dan tidak mencari orang baru untuk bertobat pada agamanya.[24] Yang lain-lain menolak perbedaan, menunjukkan bahwa semua praktik agama, apa pun asal filosofis mereka, adalah etnis karena mereka berasal dari suatu budaya tertentu.[25][26][27]
Pada abad ke-19 dan ke-20, praktik akademik perbandingan agama membagi keyakinan agama ke dalam kategori yang didefinisikan secara filosofis disebut "agama-agama dunia". Namun, beberapa sarjana baru-baru ini telah menyatakan bahwa tidak semua jenis agama yang harus dipisahkan oleh filosofi yang saling eksklusif, dan selanjutnya bahwa kegunaan menganggap praktik ke filsafat tertentu, atau bahkan menyebut praktik keagamaan tertentu, ketimbang budaya, politik, atau sosial di alam, yang terbatas.[28][29][30] Keadaan saat studi psikologis tentang sifat religiusitas menunjukkan bahwa lebih baik untuk merujuk kepada agama sebagai sebagian besar fenomena invarian yang harus dibedakan dari norma-norma budaya (yaitu "agama").[31]
Beberapa akademisi mempelajari subjek telah membagi agama menjadi tiga kategori:
Karena agama tetap diakui dalam pemikiran Barat sebagai dorongan universal, banyak praktisi agama bertujuan untuk bersatu dalam dialog antaragama, kerja sama, dan perdamaian agama. Dialog utama yang pertama adalah Parlemen Agama-agama Dunia pada 1893 Chicago World Fair, yang tetap penting bahkan saat ini baik dalam menegaskan "nilai-nilai universal" dan pengakuan keanekaragaman praktik antar budaya yang berbeda. Abad ke-20 terutama telah bermanfaat dalam penggunaan dialog antar agama sebagai cara untuk memecahkan konflik etnis, politik, atau bahkan agama, dengan rekonsiliasi Kristen-Yahudi mewakili reverse lengkap dalam sikap banyak komunitas Yesus terhadap orang Yahudi.
Inisiatif antaragama terbaru termasuk "A Common Word", diluncurkan pada tahun 2007 dan difokuskan pada membawa para pemimpin Muslim dan Kristen bersama-sama bersatu,[33] yang "C1 World Dialogue",[34] yang "Common Ground" inisiatif antara Islam dan Buddhisme,[35] dan PBB disponsori "World Interfaith Harmony Week".[36][37]
Berdasarkan cara beragamanya:
Menurut Leight, Keller dan Calhoun, agama terdiri dari beberapa unsur pokok:
Enam agama besar yang paling banyak dianut di Indonesia, yaitu: agama Islam, Kristen (Protestan) dan Katolik, Hindu, Buddha , dan Khonghucu. Sebelumnya, pemerintah Indonesia pernah melarang pemeluk Konghucu melaksanakan agamanya secara terbuka. Namun, melalui Keppress No. 6/2000, Presiden Abdurrahman Wahid mencabut larangan tersebut. Ada juga penganut agama Yahudi, Saintologi, Raelianisme dan lain-lainnya, meskipun jumlahnya termasuk sedikit.
Menurut Penetapan Presiden (Penpres) No.1/PNPS/1965 junto Undang-undang No.5/1969 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan Penodaan agama dalam penjelasannya pasal demi pasal dijelaskan bahwa Agama-agama yang dianut oleh sebagian besar penduduk Indonesia adalah: Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, dan Konghucu. Meskipun demikian bukan berarti agama-agama dan kepercayaan lain tidak boleh tumbuh dan berkembang di Indonesia. Bahkan pemerintah berkewajiban mendorong dan membantu perkembangan agama-agama tersebut.
Tidak ada istilah agama yang diakui dan tidak diakui atau agama resmi dan tidak resmi di Indonesia, kesalahan persepsi ini terjadi karena adanya SK (Surat Keputusan) Menteri Dalam Negeri pada tahun 1974 tentang pengisian kolom agama pada KTP yang hanya menyatakan kelima agama tersebut. SK tersebut kemudian dianulir pada masa Presiden Abdurrahman Wahid karena dianggap bertentangan dengan Pasal 29 Undang-undang Dasar 1945 tentang Kebebasan beragama dan Hak Asasi Manusia.
Selain itu, pada masa pemerintahan Orde Baru juga dikenal Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa, yang ditujukan kepada sebagian orang yang percaya akan keberadaan Tuhan, tetapi bukan pemeluk salah satu dari agama mayoritas.
Daftar gerakan-gerakan keagamaan yang masih aktif yang diberikan di sini merupakan upaya untuk meringkas pengaruh regional dan filosofis yang paling penting pada masyarakat lokal, tetapi tidak berarti keterangan lengkap dari setiap umat beragama, juga tidak menjelaskan elemen yang paling penting dari religiusitas individu.
Kelima kelompok agama terbesar menurut jumlah penduduk dunia, diperkirakan mencapai 5 miliar orang, yaitu Kristen, Islam, Budha, Hindu (dengan angka relatif untuk Buddha dan Hindu tergantung pada sejauh mana sinkretisme) dan agama tradisional rakyat Cina.
Agama dan kepercayaan yang dicantumkan di bawah ini merupakan agama dan kepercayaan dengan jumlah pemeluk yang signifikan di seluruh dunia. Beberapa komunitas di berbagai belahan dunia juga memeluk berbagai aliran kepercayaan yang dianggap sebagai golongan minoritas dan belum dipaparkan. Beberapa agama dan kepercayaan dengan jumlah pemeluk yang besar antara lain:
Agama/kepercayaan | Jumlah pemeluk | Keterangan |
---|---|---|
Kekristenan | 2,000 - 2,200 miliar[38] | |
Islam | 1,570 - 1,650 miliar[39][40][41] | |
Non-Adherent (Sekuler/Ateis/Tidak Beragama/Agnostik) | 1,1 miliar[42] | |
Hinduisme | 828 juta - 1 miliar[43] | beberapa aliran kepercayaan seperti Ayyavazhi dan Kaharingan diakui sebagai bagian dari Hinduisme[43] |
Buddhisme | 450 juta - 1 miliar[44][45][46] | |
Kepercayaan tradisional (di Afrika, Amerika, Asia) | 400 - 500 juta[nb 1] | |
Kepercayaan tradisional Tionghoa | 400 - 500 juta[47][nb 1] | termasuk Taoisme dan Khonghucu |
Sikhisme | 23 juta[48] | |
Yudaisme (agama Yahudi) | 14 juta[44] | |
Jainisme | 8 - 12 juta | beberapa komunitas Jaina dianggap suatu sekte Hinduisme[nb 2] |
Baha'i | 7,6 - 7,9 juta[49][50] | |
Shinto | 27 - 65 juta | banyak orang Jepang yang memeluk agama Shinto dan Buddha sekaligus[51] |
Cao Dai | 1 - 3 juta[52] | |
Spiritisme | 2,5 juta[53] | |
Tenrikyo | 2 juta[54] | |
Neopaganisme | 1 juta[55] | meliputi Druidisme[nb 3] Wicca, Magick, Asatru, Agama Asli Suku Indian, dll. |
Gerakan Rastafari | 700 ribu[56] | |
Unitarian Universalisme | 630 ribu[57] | |
Zoroastrianisme (Majusi) | 145 - 210 ribu[58] |
Agama-agama abrahamik adalah agama monoteisme yang percaya bahwa ajaran mereka turunan dari Abraham.
Agama Iran mencakup agama-agama kuno yang akarnya mendahului Islamisasi di Iran Besar. Saat ini agama ini dilakukan dan dianut hanya oleh minoritas.
Agama-agama India dipraktikkan atau didirikan di anak benua India. Mereka kadang-kadang diklasifikasikan sebagai agama Dharmik, karena mereka semua memiliki dharma, hukum spesifik realitas dan tugas yang diharapkan sesuai dengan agama.[60]
Agama tradisional di Afrika meliputi keyakinan agama tradisional orang di Afrika . Ada juga agama-agama diaspora Afrika terkenal dipraktikkan di Amerika .
Afrika Utara:
Afrika Timur Laut:
Afrika Barat:
Afrika Tengah:
Afrika Tenggara:
Afrika Selatan:
Diaspora:
Agama tradisional merujuk pada kategori yang luas dari agama-agama tradisional yang mencakup perdukunan dan unsur-unsur animisme dan ibadah leluhur, di mana cara tradisional "pribumi, bahwa yang asli atau dasar, diturunkan dari generasi ke generasi.".[69] Ini adalah agama yang berkaitan erat dengan sekelompok orang tertentu, etnis atau suku, mereka sering tidak memiliki kepercayaan formal maupun teks-teks suci[70] Beberapa agama yang sinkretik, menggabungkan keyakinan agama yang beragam dan termasuk praktik.[71]
Agama rakyat sering diabaikan sebagai kategori dalam survei bahkan di negara-negara di mana mereka secara luas dipraktikkan, misalnya di Cina.[70]
Gerakan-gerakan keagamaan baru termasuk:
Klasifikasi sosiologis gerakan keagamaan menunjukkan bahwa dalam setiap kelompok agama tertentu, masyarakat dapat menyerupai berbagai jenis struktur, termasuk "gereja", "denominasi", "sekte", dan "lembaga".
Meskipun telah ada banyak perdebatan tentang bagaimana agama memengaruhi perekonomian negara-negara, secara umum ada korelasi negatif antara religiusitas dan kekayaan bangsa. Dengan kata lain, semakin kaya suatu bangsa, semakin kurang religius cenderung.[72] Namun, sosiolog dan ekonom politik Max Weber berpendapat bahwa negara-negara Protestan yang kaya karena etika kerja Protestan mereka.[73]
Mayo Clinic peneliti meneliti hubungan antara keterlibatan agama dan spiritualitas, dan kesehatan fisik, kesehatan mental, kualitas hidup terkait kesehatan, dan hasil kesehatan lainnya. Para penulis melaporkan bahwa: "Sebagian besar penelitian telah menunjukkan bahwa keterlibatan agama dan spiritualitas yang dikaitkan dengan hasil kesehatan yang lebih baik, termasuk umur panjang lebih besar, keterampilan coping, dan kualitas kesehatan yang berhubungan dengan kehidupan (bahkan selama penyakit terminal) dan kurangnya kecemasan, depresi, dan bunuh diri. "[74]
Para penulis penelitian selanjutnya menyimpulkan bahwa pengaruh agama terhadap kesehatan adalah "sebagian besar menguntungkan", didasarkan pada tinjauan literatur terkait.[75] Menurut akademik James W. Jones, beberapa studi telah menemukan "korelasi positif antara keyakinan agama dan berlatih dan kesehatan mental dan fisik dan umur panjang. "[76]
Sebuah analisis data dari 1998 US Survei Sosial Umum, sementara luas membenarkan bahwa kegiatan keagamaan dikaitkan dengan kesehatan yang lebih baik dan kesejahteraan, juga menyarankan bahwa peran dimensi yang berbeda dari spiritualitas / religiusitas dalam kesehatan agak lebih rumit. Hasil penelitian menunjukkan "bahwa itu mungkin tidak tepat untuk menyamaratakan temuan tentang hubungan antara spiritualitas / religiusitas dan kesehatan dari satu bentuk spiritualitas / religiusitas yang lain, seluruh denominasi, atau menganggap efek seragam untuk pria dan wanita.[77]
Infeksi. Sejumlah praktik keagamaan telah dilaporkan menyebabkan infeksi. Ini terjadi selama praktik sunat Yahudi ultra-ortodoks yang dikenal sebagai metzitzah b'peh, ritual 'sisi gulungan' dalam agama Hindu,[note 2] persekutuan komuni Kristen, dan Islam selama haji dan setelah wudhu mereka.[78][79]
Setiap agama mengajarkan dan menuntun manusia kepada kebenaran, dan jalan yang lurus. Menentang kekerasan dan bersikap toleransi untuk saling menghormati. Namun, ilmuan Barat mempunyai pemikiran-pemikiran tersendri bagi kelompok-kelompok yang menganut agama itu sendiri, diantaranya:
Charles Selengut mengkarakterisasikan frasa "agama dan kekerasan" sebagai "gemuruh", menyatakan bahwa "agama dianggap menentang kekerasan dan kekuatan untuk perdamaian dan rekonsiliasi. Ia mengakui, bagaimanapun, bahwa "sejarah dan kitab suci agama-agama di dunia memberitahu cerita kekerasan dan perang karena mereka berbicara tentang perdamaian dan cinta."[80]
Hector Avalos berpendapat bahwa, karena agama mengklaim kemurahan ilahi untuk diri mereka sendiri, dan melawan kelompok lain, hal kebenaran ini mengarah pada kekerasan karena konflik klaim untuk sebuah keunggulan, berdasarkan alasan banding yang diverifikasi kepada Tuhan, yang kemudian tidak dapat diadili secara obyektif.[81]
Kritik agama dari Christopher Hitchens dan Richard Dawkins melangkah lebih jauh dan menyatakan bahwa agama luar biasa merugikan kepada masyarakat dengan menggunakan kekerasan untuk mempromosikan tujuan mereka, dengan cara yang didukung dan dimanfaatkan oleh para pemimpin mereka.[82][halaman dibutuhkan][83][halaman dibutuhkan]
Regina Schwartz berpendapat bahwa semua agama monoteistik secara inheren kekerasan karena suatu eksklusivisme yang pasti mendorong kekerasan terhadap mereka yang dianggap orang luar.[84] Lawrence Wechsler menegaskan bahwa Schwartz tidak hanya menyatakan bahwa agama-agama Ibrahim memiliki warisan kekerasan, tetapi warisan sebenarnya genosida di alam.[85]
Byron Bland menegaskan bahwa salah satu alasan yang paling menonjol untuk "kebangkitan sekuler dalam pemikiran Barat" adalah reaksi terhadap kekerasan agama dari abad 16 dan 17. Dia menegaskan bahwa " sekuler adalah cara hidup dengan perbedaan agama yang telah menghasilkan begitu banyak horor. Dalam sekularitas, entitas politik memiliki surat perintah untuk membuat keputusan independen dari kebutuhan untuk menegakkan versi tertentu ortodoksi agama. Memang, mereka mungkin bertentangan dengan keyakinan tertentu yang dipegang teguh jika dibuat untuk kepentingan kesejahteraan bersama. Dengan demikian, salah satu tujuan penting dari sekuler adalah untuk membatasi kekerasan."[86]
Richard Dawkins telah menyatakan bahwa kekejaman Stalin dipengaruhi bukan oleh atheisme tetapi dengan dogmatis Marxisme,[87] dan menyimpulkan bahwa sementara Stalin dan Mao kebetulan adalah ateis, mereka tidak melakukan perbuatan-perbuatan mereka dalam nama ateisme.[88] Pada kesempatan lain, Dawkins telah membalas argumen bahwa Adolf Hitler dan Josef Stalin yang antireligius dengan respon bahwa Hitler dan Stalin juga sama tumbuh kumis, dalam upaya untuk menunjukkan argumen yang menyesatkan.[89] Sebaliknya, Dawkins berpendapat dalam The God Delusion bahwa "Yang penting bukanlah apakah Hitler dan Stalin adalah ateis, namun apakah ateisme secara sistematis memengaruhi orang untuk melakukan hal-hal buruk. Tidak ada bukti terkecil tentang hal itu." Dawkins menambahkan bahwa Hitler sebenarnya, berulang kali menegaskan keyakinan yang kuat dalam agama Kristen,[90] tetapi kekejaman nya tidak lebih disebabkan teisme ketimbang Stalin atau Mao adalah untuk ateisme mereka. Dalam semua tiga kasus ini, menurutnya, tingkat pelaku 'religiusitas adalah insidental.[91] D'Souza menjawab bahwa seorang individu tidak perlu secara eksplisit memanggil ateisme dalam melakukan kekejaman jika sudah tersirat dalam pandangannya, seperti halnya dalam Marxisme.[92]
Ilmu agama, menurut praktisi agama, bisa diperoleh dari para pemimpin agama, teks-teks suci, kitab suci. Menurut praktisi agama, dalam kitab suci agama yang diyakininya, dapat ditemui beberapa penjelasan fakta ilmiah mengenai proses penciptaan alam semesta dan makhluk hidup, semua diterangkan secara jelas, dan menakjubkannya dapat dibuktikan dengan fakta ilmiah yang telah diuji oleh ilmuan-ilmuan dan peneliti pada zaman modern ini. Namun, beberapa agama melihat pengetahuan seperti terbatas dalam lingkup dan sebatas cocok untuk menjawab pertanyaan, yang lain melihat pengetahuan agama sebagai memainkan peran yang lebih terbatas, sering sebagai pelengkap pengetahuan yang diperoleh melalui pengamatan fisik. Penganut berbagai agama-agama sering mempertahankan bahwa pengetahuan agama yang diperoleh melalui teks-teks suci atau wahyu adalah mutlak dan sempurna dan dengan demikian menciptakan sebuah kosmologi agama yang menyertainya, meskipun bukti seperti yang sering disebut tautologis dan umumnya terbatas pada teks-teks agama dan wahyu yang membentuk dasar dari keyakinan mereka.
Sebaliknya, metode ilmiah kemajuan pengetahuan dengan menguji hipotesis untuk mengembangkan teori-teori melalui penjelasan fakta atau evaluasi oleh eksperimen dan dengan demikian hanya menjawab pertanyaan-pertanyaan kosmologi tentang alam semesta yang dapat diamati dan diukur. Ini mengembangkan teori-teori dunia yang paling sesuai dengan bukti-bukti fisik yang diamati. Semua pengetahuan ilmiah tunduk pada perbaikan di kemudian, atau bahkan penolakan langsung, dalam menghadapi bukti tambahan yang mendukung. Teori-teori ilmiah yang memiliki dominan besar terhadap bukti yang menguntungkan sering diperlakukan sebagai de facto verities dalam bahasa umum, seperti teori relativitas umum dan seleksi alam untuk menjelaskan masing-masing mekanisme gravitasi dan evolusi.
Mengenai agama dan ilmu pengetahuan, Albert Einstein menyatakan (1940): "Untuk ilmu pengetahuan hanya bisa memastikan apa yang ada, tetapi tidak apa yang seharusnya, dan di luar pertimbangan nilai domainnya dari segala macam tetap diperlukan. Agama, di sisi lain, hanya berurusan dengan evaluasi pemikiran dan tindakan manusia, tidak dapat dibenarkan berbicara tentang fakta-fakta dan hubungan antara fakta. Kini, meski alam agama dan ilmu pengetahuan dalam diri mereka ditandai dengan jelas keluar dari satu sama lain, namun ada di antara dua hubungan timbal balik yang kuat dan dependensi. Meskipun agama bahwa mungkin yang menentukan tujuan, dan bagaimanapun belajar dari ilmu pengetahuan, dalam arti yang luas, apa yang diartikan akan memberikan kontribusi pada pencapaian tujuan-tujuan yang telah ditetapkan."[93]
Hewan kurban adalah ritual pembunuhan dan korban binatang untuk menenangkan atau mempertahankan nikmat dengan dewa. Bentuk-bentuk pengorbanan yang dipraktikkan dalam banyak agama di seluruh dunia dan telah muncul historis di hampir semua budaya.
Istilah "ateis" (tidak mempercayai pada setiap dewa atau tuhan) dan "agnostik" (keyakinan namun dalam ketidaktahuan tentang keberadaan/eksistensi dewa atau tuhan), meskipun secara khusus bertentangan dengan para teistik (misalnya Kristen, Yahudi, dan Muslim) dalam ajaran agama, menurut definisi tidak berarti kebalikan dari "agama". Ada agama (termasuk agama Buddha dan Taoisme) yang pada kenyataannya mengelompokkan beberapa pengikut mereka sebagai agnostik, ateis, atau nonteistik. Kebalikan sebenarnya dari "agama" adalah kata "tidak beragama". Tidak beragama menggambarkan absen terhadap agama apapun, sedangkan anti-agama menggambarkan oposisi aktif atau keengganan terhadap agama pada umumnya.
Agama menjadi urusan pribadi secara lebih dalam budaya Barat, diskusi masyarakat menjadi lebih terfokus pada makna politik dan ilmiah, dan sikap keagamaan (dominan Kristen) yang semakin dilihat sebagai tidak relevan untuk kebutuhan dunia Eropa. Di sisi politik, Ludwig Feuerbach merombak keyakinan Kristen dalam terang humanisme, membuka jalan bagi karakterisasi terkenal Karl Marx tentang agama sebagai "candu rakyat". Sementara itu, dalam komunitas ilmiah, T.H. Huxley pada tahun 1869 menciptakan istilah "agnostik" istilah-kemudian diadopsi oleh tokoh-tokoh seperti Robert Ingersoll-bahwa, sementara secara langsung bertentangan dengan dan novel untuk tradisi Kristen, diterima dan bahkan memeluk di beberapa agama lain. Kemudian, Bertrand Russell mengatakan kepada dunia Mengapa Saya Bukan seorang Kristen, yang dipengaruhi beberapa penulis kemudian untuk membahas memisahkan diri mereka dari asuhan agama mereka sendiri dari Islam ke Hindu.
Beberapa ateis juga membangun agama parodi, misalnya, Gereja SubGenius atau Monster Spageti Terbang, yang memparodikan argumen ketika waktu yang sama yang digunakan oleh perancangan cerdas teori Kreasionisme.[94] Agama Parodi juga dapat dianggap sebagai pendekatan postmodernisme dengan agama. Misalnya, di Discordianisme, mungkin sulit untuk mengetahui apakah bahkan ini "serius" ketika pengikutnya tidak hanya mengambil bagian dalam sebuah lelucon yang lebih besar. Lelucon ini, pada gilirannya, dapat menjadi bagian dari jalan besar menuju pencerahan, dan seterusnya ad infinitum.
Kritik agama memiliki sejarah panjang, akan kembali setidaknya sejauh abad ke-5 SM. Selama zaman klasik, ada kritikus agama di Yunani kuno, seperti Diagoras "ateis" dari Melos, dan pada abad ke-1 SM di Roma, dengan Titus Lucretius Carus's De Rerum Natura.
Selama Abad Pertengahan dan terus ke masa Renaissance, kritikus potensial terhadap agama dianiaya dan sebagian besar dipaksa untuk tetap diam. Ada kritikus terkenal seperti Giordano Bruno, yang dibakar di tiang karena tidak setuju dengan otoritas keagamaan.[95]
Pada abad ke-17 dan ke-18 dengan Pencerahan, pemikir seperti David Hume dan Voltaire mengkritik agama.
Pada abad ke-19, Charles Darwin dan teori evolusi menyebabkan meningkatnya skeptisisme tentang agama. Thomas Huxley, Jeremy Bentham, Karl Marx, Charles Bradlaugh, Robert Ingersol, dan Mark Twain telah tercatat dalam abad ke-19 dan kritikus awal abad ke-20. Pada abad ke-20, Bertrand Russell, Sigmund Freud, dan lain-lain terus mengkritik agama.
Sam Harris, Daniel Dennett, Richard Dawkins, Victor J. Stenger, dan Christopher Hitchens adalah kritikus aktif selama akhir abad 20 dan awal abad ke-21.
Kritikus menganggap agama sudah menjadi usang, berbahaya bagi individu (misalnya pencucian otak anak-anak, iman kesembuhan, mutilasi alat kelamin perempuan, sunat), merugikan masyarakat (misalnya perang suci, terorisme, pemborosan sumber daya), menghambat kemajuan ilmu pengetahuan, untuk melakukan kontrol sosial, dan untuk mendorong tindakan asusila (misalnya pengorbanan darah, diskriminasi terhadap kaum homoseksual dan perempuan, dan bentuk-bentuk tertentu dari kekerasan seksual seperti perkosaan).[96][97][98] Sebuah kritik utama dari banyak agama adalah bahwa dari mereka membutuhkan keyakinan yang tidak rasional, tidak ilmiah, atau tidak masuk akal, karena keyakinan agama dan tradisi tidak memiliki dasar ilmiah atau rasional.
Beberapa kritikus modern, seperti Bryan Caplan, menahan agama yang tidak memiliki utilitas dalam masyarakat manusia; mereka mungkin menganggap agama sebagai irasional.[99] Pemenang Nobel Perdamaian Shirin Ebadi telah berbicara untuk menentang negara-negara Islam yang tidak demokratis karena membenarkan "tindakan menindas" dalam nama Islam.[100]
Seamless Wikipedia browsing. On steroids.
Every time you click a link to Wikipedia, Wiktionary or Wikiquote in your browser's search results, it will show the modern Wikiwand interface.
Wikiwand extension is a five stars, simple, with minimum permission required to keep your browsing private, safe and transparent.