Top Qs
Timeline
Obrolan
Perspektif

Efek Rumah Kaca (grup musik)

grup musik Indonesia Dari Wikipedia, ensiklopedia bebas

Remove ads

Efek Rumah Kaca adalah grup musik indie yang berasal dari Jakarta. Terdiri dari Cholil Mahmud (vokal utama, gitar), Poppie Airil (vokal latar, bass), Akbar Bagus Sudibyo (drum, vokal latar), dan Reza Ryan (gitar). Mereka dikenal oleh para pecinta musik di Indonesia karena lagu-lagu mereka yang banyak menyentuh dan memotret keadaan sosial masyarakat di sekitar mereka pada semua tingkatan. Sampai sekarang, band ini sudah merilis empat album studio, yaitu Efek Rumah Kaca (2007), Kamar Gelap (2008), Sinestesia (2015)[1] dan Rimpang (2023). Mereka juga merilis satu album mini, yaitu Jalan Enam Tiga (2020).[2]

Fakta Singkat Asal, Genre ...
Remove ads

Karier

Ringkasan
Perspektif

2001–2007: Awal mula dan Efek Rumah Kaca

Pada tahun 2001, Cholil Mahmud bersama Adrian Yunan Faisal, Hendra dan Sita membuat sebuah band. Akbar Bagus Sudibyo baru ikut masuk setelah diperkenalkan oleh teman mereka. Dua tahun kemudian, Hendra dan Sita keluar dari band karena kesibukkan masing-masing.[3] Setelah berganti nama menjadi Hush dan Superego, akhirnya mereka memutuskan memakai nama Efek Rumah Kaca.[4]

Pada tahun 2007, mereka merilis album pertama mereka, Efek Rumah Kaca yang terjual lebih dari 5.000 kopi.[5]

2008–2011: Kamar Gelap

Pada tanggal 19 Desember 2008, mereka merilis album baru yaitu Kamar Gelap. Album ini merilis 3 singel yaitu Kenakalan Remaja di Era Informatika, Mosi Tidak Percaya, dan Balerina. Album ini mendapatkan tiga nominasi sekaligus, yaitu "Karya Produksi Alternatif Terbaik" di ajang Anugerah Musik Indonesia, "The Best Cutting Edge" di MTV Indonesia Music Awards, dan "Editors’ Choice Awards: Rookie of the Year" dari Rolling Stone Indonesia. Efek Rumah Kaca kemudian memenangkan dua penghargaan terakhir tersebut.

Pada Mei 2010, mereka mendirikan sebuah label rekaman indie, Jangan Marah Records, dengan harapan dapat mewadahi band-band kreatif yang tidak diterima oleh label besar.[6] Band-band yang bernaung di bawah label Jangan Marah Records antara lain Efek Rumah Kaca, Bangku Taman, dan Zeke Khaseli.[7]

2012–2014: Hiatus dan pembentukan Pandai Besi

Efek Rumah Kaca menggunakan formasi yang lebih banyak personil ketika tampil di sebuah festival pada Juni 2012, yang kemudian melahirkan proyek baru bernama Pandai Besi. Jadwal konser yang padat dan kondisi kesehatan Adrian menghambat proses penyelesaian album ketiga Efek Rumah Kaca. Keterbatasan kemampuan bermusik, rutinitas pekerjaan kantor, dan kondisi kesehatan Adrian menjadi pemicu bagi Cholil dan Akbar untuk mencari celah yang tepat agar bisa terus berkarya. Mereka mengundang empat orang teman musisi yang sengaja dipilih karena latar belakang dan selera musik yang berbeda untuk mendaur ulang lagu-lagu Efek Rumah Kaca. Mereka akhirnya mengaransemen ulang sembilan lagu dari album sebelumnya ke dalam sebuah album baru di bawah nama "Pandai Besi", berjudul Daur Baur, yang secara harfiah berarti daur ulang, selaras dengan tema albumnya.

Pada Maret 2013, Pandai Besi merekam lagu-lagu aransemen ulang tersebut di Lokananta, Surakarta, melalui metode urun dana (crowdfunding) dari para penggemar. Karena banyaknya permintaan publik akan rilisan fisik, pada 29 Juni 2013, Demajors Records secara resmi merilis salinan fisik album tersebut. Daur Baur mendapat pujian dari para kritikus musik. Rolling Stone Indonesia menulis, "Jika Pandai Besi adalah sebuah band baru dan ini adalah materi lagu yang baru, maka album Daur Baur akan menjadi album debut terbaik Indonesia sejak album pertama Efek Rumah Kaca..." The Jakarta Globe mengatakan, "Seluruh album dipenuhi dengan kejutan-kejutan yang menyenangkan. Hampir setiap trek berakhir jauh dari tempat ia bermula. Mungkin hal terbaik yang bisa dikatakan tentang Pandai Besi adalah bahwa band ini terdengar seperti entitas tersendiri, tanpa beban dari persona utamanya yang lebih terkenal. Lagu-lagunya membuat versi asli terdengar seperti demo..."[8]

2015–2016: Sinestesia

Setelah masa hiatus Efek Rumah Kaca, pada 10 Juli 2015, band ini merilis sebuah singel baru berjudul "Pasar Bisa Diciptakan",[9] sebuah fragmen dari lagu "Biru" yang berangkat dari pengembangan lebih lanjut atas "Cinta Melulu", keresahan yang dirasakan band dalam proses berkesenian dan posisinya dalam industri musik. Versi lengkap dari "Biru", yang terdiri dari "Pasar Bisa Diciptakan" dan "Cipta Bisa Dipasarkan" kemudian dirilis sebulan kemudian pada Agustus.[10] Pada 18 September, Efek Rumah Kaca menggelar konser bertajuk "Pasar Bisa Dikonserkan" di Balai Sartika, Bandung,[11] namun menuai banyak kekecewaan dari penonton karena kendala teknis. Beberapa hari kemudian, band ini menyampaikan permintaan maaf, sekaligus merilis singel "Putih" pada hari yang sama. "Putih" dibagi menjadi dua bagian, yaitu "Tiada" dan "Ada", dan bercerita tentang keluarga. Gagasan untuk "Tiada" muncul dari percakapan mereka dengan seorang teman yang kemudian meninggal dunia sebelum lagu tersebut selesai, sementara "Ada" datang dari kebahagiaan atas kelahiran anak-anak mereka.[12]

Pada 18 Desember, band ini akhirnya merilis album ketiga mereka, Sinestesia, di iTunes secara gratis. Seluruh lagu dalam album ini dinamai sesuai warna, dengan tiap warna dinamai berdasarkan apa yang dilihat Adrian yang menderita Penyakit Behçet yang menyebabkan kehilangan penglihatannya, saat mendengarkan tiap lagu.[13]

Pada 12 Agustus 2016, band ini merilis sebuah singel lepas berjudul "Merdeka", yang membahas tema kemerdekaan di Indonesia.[14] Efek Rumah Kaca tampil dengan formasi lengkap dalam Soundrenaline di Bali, dan menggelar konser kejutan di Gudang Sarinah, Jakarta, bertajuk "Tiba-Tiba Suddenly Concert" karena diumumkan ke publik hanya beberapa jam sebelum pertunjukan dimulai. Itu menjadi penampilan terakhir mereka dengan formasi lengkap untuk sementara waktu, sebelum vokalis Cholil kembali ke Amerika Serikat.[15]

2017: Adrian mengalami kebutaan total, memutuskan bersolo karier

Pada tahun 2017, Adrian, bassist ERK yang juga sebagai salah satu pendiri Efek Rumah Kaca, mengalami kebutaan total dan memutuskan untuk mengundurkan diri dari Efek Rumah Kaca dan pada tahun yang sama, ia juga mengeluarkan album solo yang ber-genre pop folk, Sintas. Ia juga merilis singel pertamanya, yaitu "Mencar"[16]

2018: Singel dengan Najwa Sihab, "Seperti Rahim Ibu"

Pada 18 Mei 2018, Efek Rumah Kaca merilis singel baru berjudul "Seperti Rahim Ibu" dengan Najwa Sihab sebagai penulis lirik. Lagu ini digunakan sebagai lagu tema untuk gelar wicara Mata Najwa.[17] Lagu ini sempat dinominasikan kategori Karya Produksi Alternatif Terbaik pada AMI Awards 2019, namun kalah dari lagu "Jalani Mimpi" milik Noah.[18]

2020: Album mini pertama, Jalan Enam Tiga

Pada tahun 2020, Efek Rumah Kaca merilis album mini pertama mereka, Jalan Enam Tiga. Album ini merilis singel "Tiba-Tiba Batu". Album ini hanya mencakup empat lagu saja, yaitu "Tiba-Tiba Batu", "Normal Yang Baru", "Jalan Enam Tiga", dan "Palung Mariana". Gaya musik pada album mini ini cukup berbeda dengan album sebelumnya, dengan melodi ceria dan tempo yang up-to-beat.[2]

Singel dari album ini, "Tiba-Tiba Batu" memenangkan penghargaan AMI Awards 2020 dalam kategori Duo/Grup/Kolaborasi Alternatif Terbaik.[19]

2022: "Sapa Pra Bencana" dalam album kompilasi Detik Waktu #2: Perjalanan Karya Cipta Candra Darusman

Efek Rumah Kaca merilis lagu mereka, "Sapa Pra Bencana", pada album kompilasi Detik Waktu #2: Perjalanan Karya Cipta Candra Darusman. Album ini berisi 13 lagu, yang menghadirkan musisi-musisi seperti Candra Darusman, Dian Sastrowardoyo, Morad, Oslo Ibrahim, Sandhy Sondoro, Dipha Barus, Rifan Kalbuadi, DIRA, dan Efek Rumah Kaca itu sendiri.[20] Lagu ini memenangkan kategori Duo/Grup/Kolaborasi Alternatif Terbaik pada penghargaan AMI Awards 2022.[21]

2023: Rimpang

Pada 23 Januari 2023, Efek Rumah Kaca menggelar pemutaran eksklusif untuk album keempat mereka yang bertajuk Rimpang, sebelum dirilis secara resmi dalam format digital pada 27 Januari. Judul album ini diambil dari teori rhizome (rizoma) yang diperkenalkan dalam buku A Thousand Plateaus: Capitalism and Schizophrenia karya Gilles Deleuze dan Félix Guattari.

Secara gaya musikal, album ini menampilkan gaya yang berbeda dari rilisan-rilisan sebelumnya. Rimpang menghadirkan elemen piano, keyboard, synthesizer, dan noise yang dimainkan oleh Reza Ryan.[22]

Salah satu lagu dari album ini, "Fun Kaya Fun", sempat dinominasikan dalam penghargaan AMI Awards 2023 dalam kategori Duo/Grup/Kolaborasi Alternatif Terbaik, namun kalah dengan Reality Club. Albumnya pun juga dinominasikan dalam penghargaan yang sama dalam kategori Album Alternatif Terbaik, namun tetap kalah dengan Reality Club.[23][24]

Remove ads

Gaya musikal

Mereka mengatakan bahwa musik adalah hidup mereka. Semua yang terjadi dalam hidup mereka terlihat dalam musik mereka.[3] Mereka juga digambarkan sebagai grup musik pop dengan pesan-pesan sosial dan politik dalam lirik mereka.[3] Musik mereka dipengaruhi oleh berbagai genre musik, termasuk swing, jazz, rock, dan a cappella.[25]

Lagu-lagu mereka kerap mengangkat isu sosial dan politik, seperti "Cinta Melulu" yang mengkritik semakin maraknya lagu-lagu bertema cinta di Indonesia;[26] atau "Belanja Terus Sampai Mati", yang merupakan kritik terhadap materialisme dan kosumerisme.[27]

Pada tahun-tahun awal, mereka menyebut musik mereka sebagian besar bersifat introvert dan bertempo lambat.[28] The Smashing Pumpkins, R.E.M., dan The Smiths disebut sebagai beberapa pengaruh utama dalam musik mereka.[29]

Remove ads

Anggota band

Diskografi

Album studio

Informasi lebih lanjut Judul, Tahun ...

Album mini

Informasi lebih lanjut Judul, Tahun ...

Single

Informasi lebih lanjut Judul, Tahun ...

Penampilan tamu

Informasi lebih lanjut Judul, Tahun ...
Remove ads

Filmografi

  • Seribu Payung Hitam & Sisanya Rindu (segera)

Penghargaan dan nominasi

Informasi lebih lanjut Tahun, Penghargaan ...
Remove ads

Referensi

Pranala luar

Loading related searches...

Wikiwand - on

Seamless Wikipedia browsing. On steroids.

Remove ads