Top Qs
Timeline
Obrolan
Perspektif

Genosida

Perilaku Pembunuhan Dari Wikipedia, ensiklopedia bebas

Genosida
Remove ads

Genosida adalah pemusnahan suatu bangsa melalui kekerasan terarah. Istilah genosida dicetuskan oleh pengacara Yahudi-Polandia Raphael Lemkin pada awal dekade 1940-an. Lemkin melobi agar genosida dilarang melalui perjanjian internasional, namun Konvensi Genosida membatasi definisi awalnya yang luas menjadi lima tindakan spesifik yang "dilakukan dengan niat untuk memusnahkan, secara keseluruhan atau sebagian, suatu kelompok bangsa, etnis, ras, atau agama, sebagaimana adanya".[3] Definisinya masih diperdebatkan oleh para cendekiawan dan lembaga di seluruh bidang hukum internasional, sejarah, sosiologi, dan bidang terkait lainnya.

Thumb
Holocaust sangat memengaruhi pemahaman populer tentang genosida, sebagai pembunuhan massal terhadap orang-orang tak berdosa berdasarkan identitas etnis mereka.[1][2]

Genosida telah terjadi sepanjang sejarah manusia, bahkan pada zaman prasejarah. Sebagian besar genosida telah terjadi semasa perang, dan peristiwa ini sangat mungkin terjadi dalam situasi ekspansi imperial serta konsolidasi kekuasaan. Hal ini dikaitkan dengan kolonialisme, terutama kolonialisme pemukim, serta dengan kedua perang dunia dan pemerintahan represif pada abad kedua puluh. Meskipun terdapat upaya untuk mengakhiri genosida, intervensi yang efektif belum terlaksana. Pemahaman umum mengenai genosida sangat dipengaruhi oleh Holokaus sebagai arketipenya dan dipahami sebagai korban tak berdosa yang ditargetkan karena identitas etnis mereka, alih-alih karena alasan politik apa pun.

Genosida secara luas dianggap sebagai puncak kejahatan manusia dan sering disebut sebagai "kejahatan dari segala kejahatan"; akibatnya, berbagai peristiwa sering kali dikecam sebagai genosida. Genosida paling sering merupakan kejahatan negara, dan sebagian besar pelakunya normal secara psikologis. Genosida biasanya terjadi ketika para pelaku meyakini diri mereka berada di bawah ancaman eksistensial, dan digunakan sebagai sarana untuk mencapai tujuan lain—sering kali setelah opsi lain gagal. Pola kekerasan genosidal yang paling umum melibatkan pembunuhan laki-laki dewasa dan kekerasan non-mematikan, seperti kekerasan seksual dan perbudakan, terhadap perempuan dan anak-anak. Cara umum lainnya meliputi pemindahan paksa, perampasan tanah, dan penghancuran warisan budaya. Pasca-genosida, penyangkalan dan impunitas bagi para pelaku adalah hal yang paling umum terjadi.

Remove ads

Asal usul

Ringkasan
Perspektif

Pengacara Yahudi-Polandia Raphael Lemkin mencetuskan istilah genosida antara tahun 1941 dan 1943.[4][5] Istilah ciptaan Lemkin tersebut menggabungkan kata Yunani γένος (genos, "ras, bangsa") dengan akhiran Latin -caedo ("tindakan membunuh").[6] Sebagai mahasiswa hukum, minatnya terhadap subjek ini awalnya dipicu oleh genosida Armenia.[7] Ia menyerahkan manuskrip untuk bukunya Axis Rule in Occupied Europe ke penerbit pada awal 1942 dan diterbitkan pada 1944 ketika Holocaust mulai terungkap di luar Eropa.[4] Proposal Lemkin lebih ambisius daripada sekadar melarang jenis pembantaian massal ini. Ia juga berpendapat bahwa hukum yang melawan genosida dapat memajukan masyarakat yang lebih toleran dan majemuk.[6] Tanggapannya terhadap kejahatan Nazi sangat berbeda dari pakar hukum internasional lainnya, Hersch Lauterpacht, yang berargumen bahwa perlindungan individu dari kekejaman adalah hal yang esensial, terlepas dari apakah mereka ditargetkan sebagai anggota suatu kelompok atau tidak.[8]

Menurut Lemkin, definisi utama genosida adalah "penghancuran suatu bangsa atau kelompok etnis" di mana para anggotanya tidak ditargetkan sebagai individu, melainkan sebagai anggota kelompok tersebut. Tujuan genosida "adalah disintegrasi lembaga politik dan sosial, budaya, bahasa, perasaan kebangsaan, agama, dan keberadaan ekonomi kelompok nasional".[9] Hal-hal ini bukanlah kejahatan yang terpisah, melainkan aspek-aspek berbeda dari proses genosida yang sama.[10] Definisi bangsa menurut Lemkin cukup luas untuk diterapkan pada hampir semua jenis kolektivitas manusia, bahkan yang didasarkan pada karakteristik sepele sekalipun.[11] Ia memandang genosida sebagai suatu proses yang secara inheren bersifat kolonial, dan dalam tulisan-tulisannya kemudian, ia menganalisis apa yang ia gambarkan sebagai genosida kolonial yang terjadi di dalam koloni-koloni Eropa serta kekaisaran Soviet dan Nazi.[6] Lebih jauh lagi, definisinya mengenai tindakan genosida, yakni mengganti pola nasional korban dengan pola pelaku, jauh lebih luas daripada lima jenis tindakan yang kemudian dijabarkan dalam Konvensi Genosida.[6] Lemkin menganggap genosida telah terjadi sejak awal sejarah manusia dan menelusuri upaya kriminalisasinya hingga ke para kritikus Spanyol atas ekses kolonial, Francisco de Vitoria dan Bartolomé de Las Casas.[12] Pengadilan Polandia yang memvonis pejabat SS Arthur Greiser pada tahun 1946 adalah yang pertama menyebutkan istilah tersebut dalam putusannya, dengan menggunakan definisi asli Lemkin.[13]

Remove ads

Kejahatan

Ringkasan
Perspektif

Perkembangan

Thumb
Pengusiran orang Jerman adalah salah satu contoh kekerasan negara yang sengaja dikeluarkan dari definisi hukum genosida.[14]

Menurut instrumen hukum yang digunakan untuk menuntut para pemimpin Jerman yang kalah di Pengadilan Militer Internasional di Nuremberg, kejahatan kekejaman hanya dapat dituntut oleh peradilan internasional jika dilakukan sebagai bagian dari perang agresi ilegal. Pihak-pihak yang menuntut dalam pengadilan tersebut tidak bersedia membatasi tindakan pemerintah terhadap warganya sendiri.[15]

Guna mengkriminalisasi genosida di masa damai, Lemkin mengajukan proposalnya untuk memidanakan genosida ke Perserikatan Bangsa-Bangsa yang baru didirikan pada tahun 1946.[15] Oposisi terhadap konvensi ini lebih besar daripada yang diharapkan Lemkin karena kekhawatiran negara-negara bahwa hal itu akan menyebabkan kebijakan mereka sendiri—termasuk perlakuan terhadap masyarakat adat, kolonialisme Eropa, segregasi rasial di Amerika Serikat, dan kebijakan kebangsaan Soviet—dilabeli sebagai genosida. Sebelum konvensi disahkan, negara-negara kuat (baik kekuatan Barat maupun Uni Soviet) memastikan adanya perubahan dalam upaya membuat konvensi tersebut tidak dapat ditegakkan dan hanya berlaku untuk tindakan saingan geopolitik mereka, tetapi tidak untuk tindakan mereka sendiri.[16] Sedikit negara bekas jajahan yang terwakili dan "sebagian besar negara tidak berkepentingan untuk memberdayakan korban mereka– di masa lalu, masa kini, dan masa depan".[17]

Hasilnya mempersempit konsep asli Lemkin;[18] secara pribadi ia menganggapnya sebagai sebuah kegagalan.[16] Konsepsi genosida anti-kolonial Lemkin diubah menjadi konsepsi yang menguntungkan kekuatan kolonial.[19][20] Di antara kekerasan yang dibebaskan dari stigma genosida adalah penghancuran kelompok politik, di mana Uni Soviet secara khusus disalahkan karena menghalanginya.[21][22][18] Meskipun Lemkin memuji LSM perempuan karena berhasil mengamankan pengesahan konvensi, kekerasan berbasis gender berupa kehamilan paksa, pernikahan paksa, dan perceraian paksa ditinggalkan.[23] Selain itu, hal yang juga dihilangkan adalah migrasi paksa populasi—yang telah dilakukan oleh Uni Soviet dan sekutunya, serta dibiarkan oleh kekuatan Barat, terhadap jutaan orang Jerman dari Eropa tengah dan Timur.[24] Genosida budaya juga dikeluarkan meskipun Lemkin berargumen bahwa hal tersebut dan genosida fisik adalah dua mekanisme yang bertujuan pada satu tujuan yang sama.[25][18]

Konvensi Genosida

Thumb
Partisipasi dalam Konvensi Genosida
  Ditandatangani dan diratifikasi
  Aksesi atau suksesi
  Hanya ditandatangani
Thumb
Negara-negara yang menerima yurisdiksi Mahkamah Pidana Internasional atas genosida berwarna biru

Dua tahun setelah mengesahkan sebuah resolusi yang menegaskan kriminalisasi genosida, Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa mengadopsi Konvensi Genosida pada 9 Desember 1948.[26] Konvensi ini mulai berlaku pada 12 Januari 1951 setelah 20 negara meratifikasinya tanpa reservasi.[27] Konvensi tersebut mendefinisikan genosida sebagai:

... salah satu dari tindakan berikut yang dilakukan dengan niat untuk memusnahkan, secara keseluruhan atau sebagian, suatu kelompok bangsa, etnis, ras atau agama, sebagaimana adanya:

  • (a) Membunuh anggota kelompok tersebut;
  • (b) Menyebabkan kerugian fisik atau mental yang serius terhadap anggota kelompok tersebut;
  • (c) Dengan sengaja menimpakan kondisi kehidupan kepada kelompok tersebut yang diperhitungkan akan mengakibatkan kemusnahan fisik sebagian atau seluruhnya;
  • (d) Memaksakan tindakan-tindakan yang dimaksudkan untuk mencegah kelahiran di dalam kelompok tersebut;
  • (e) Memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok tersebut ke kelompok lain.[3]

Sebuah "niat untuk memusnahkan" yang spesifik adalah persyaratan mens rea dari genosida.[28] Masalah mengenai apa artinya memusnahkan suatu kelompok "sebagaimana adanya" dan bagaimana membuktikan niat yang disyaratkan tersebut sulit diselesaikan oleh pengadilan. Sistem hukum juga bergumul dengan seberapa banyak bagian dari suatu kelompok yang harus ditargetkan sebelum memicu Konvensi Genosida.[29][30][31] Dua pendekatan utama terhadap niat adalah pendekatan bertujuan, di mana pelaku secara tegas ingin memusnahkan kelompok tersebut, dan pendekatan berbasis pengetahuan, di mana pelaku memahami bahwa pemusnahan kelompok yang dilindungi akan terjadi akibat tindakannya.[32][33] Niat adalah aspek yang paling sulit dibuktikan oleh jaksa penuntut;[34][35] para pelaku sering kali mengklaim bahwa mereka hanya berupaya memindahkan kelompok tersebut dari wilayah tertentu, alih-alih pemusnahan sebagaimana adanya,[36] atau bahwa tindakan genosida tersebut adalah kerusakan tambahan dari aktivitas militer.[37]

Percobaan genosida, persekongkolan untuk melakukan genosida, hasutan untuk melakukan genosida, dan keterlibatan dalam genosida dikriminalisasi.[38] Konvensi ini tidak mengizinkan penuntutan retroaktif atas peristiwa yang terjadi sebelum tahun 1951.[38] Para penandatangan juga diharuskan untuk mencegah genosida dan menuntut para pelakunya.[39] Banyak negara telah memasukkan genosida ke dalam hukum nasional mereka, dengan variasi tingkat kesesuaian yang berbeda-beda dari konvensi.[40] Definisi genosida dalam konvensi diadopsi secara verbatim oleh pengadilan pidana internasional ad hoc dan oleh Statuta Roma yang mendirikan Mahkamah Pidana Internasional (ICC).[41] Kejahatan genosida juga eksis dalam hukum kebiasaan internasional dan oleh karena itu dilarang bagi negara-negara yang bukan penandatangan.[42]

Penuntutan

Thumb
Kasus genosida Rohingya di Mahkamah Internasional

Selama Perang Dingin, genosida tetap berada pada tataran retorika karena kedua adikuasa (Amerika Serikat dan Uni Soviet) merasa rentan terhadap tuduhan genosida dan oleh karena itu enggan mengajukan tuntutan terhadap pihak lainnya.[43] Meskipun terdapat tekanan politik untuk mendakwa "genosida Soviet", pemerintah Amerika Serikat menolak untuk meratifikasi konvensi tersebut karena takut akan tuduhan balik.[44] Pihak berwenang enggan menuntut para pelaku banyak genosida, meskipun komisi penyelidikan non-yudisial juga telah dibentuk oleh beberapa negara.[45]

Setelah kegagalan untuk mencegah genosida Bosnia dan Rwanda pada tahun 1990-an, Perserikatan Bangsa-Bangsa membentuk pengadilan pidana untuk mengadili individu atas tuduhan genosida dan kejahatan internasional lainnya.[46][47] Meskipun pengadilan-pengadilan ini memberikan hasil yang beragam, Mahkamah Pidana Internasional didirikan pada tahun 2002 dan beranggotakan mayoritas negara di dunia. Beberapa negara terkuat di dunia, seperti Amerika Serikat, Tiongkok, India, Rusia, dan Turki, belum bergabung.[48][47] Para pelaku lainnya telah diadili oleh berbagai negara di seluruh dunia, baik yang terlibat dalam genosida tersebut maupun tidak. Sebagaimana kejahatan internasional serius lainnya, tidak ada batasan yurisdiksi atau batasan waktu yang berlaku untuk penuntutan.[49] Mantan kepala negara pertama yang divonis bersalah atas genosida adalah Khieu Samphan pada tahun 2018 atas genosida Kamboja.[5] Meskipun diakui secara luas bahwa hukuman bagi para pelaku tidak mungkin setara dengan kejahatan mereka, pengadilan sering kali memiliki tujuan lain seperti upaya untuk membentuk persepsi publik tentang masa lalu.[45] Terdapat beberapa kasus di mana Mahkamah Internasional diminta untuk memutus tuduhan genosida terhadap negara, termasuk kasus genosida Bosnia, kasus genosida Rohingya, dan kasus genosida Gaza.[50]

Remove ads

Studi genosida

Ringkasan
Perspektif

Bidang studi genosida muncul pada tahun 1970-an dan 1980-an, ketika ilmu sosial mulai mempertimbangkan fenomena genosida.[51][52] Akibat terjadinya genosida Bosnia, genosida Rwanda, dan krisis Kosovo, studi genosida meledak pada tahun 1990-an.[53] Berbeda dengan para peneliti sebelumnya yang menerima begitu saja anggapan bahwa masyarakat liberal dan demokratis lebih kecil kemungkinannya untuk melakukan genosida, para revisionis yang terkait dengan Jaringan Peneliti Genosida Internasional menekankan bagaimana gagasan-gagasan Barat mengarah pada genosida.[54] Genosida masyarakat adat sebagai bagian dari kolonialisme Eropa pada awalnya tidak diakui sebagai bentuk genosida.[55] Para perintis penelitian mengenai kolonialisme pemukim seperti Patrick Wolfe menjabarkan logika genosidal dari proyek-proyek pemukim di tempat-tempat seperti Amerika dan Australia, yang memicu pemikiran ulang mengenai kolonialisme.[56] Meskipun demikian, sebagian besar penelitian genosida berfokus pada kanon terbatas genosida abad kedua puluh, sementara banyak kasus lain kurang dipelajari atau terlupakan.[57] Banyak cendekiawan genosida menaruh perhatian baik pada studi objektif mengenai topik tersebut, maupun perolehan wawasan yang akan membantu mencegah genosida di masa depan.[58]

Definisi

Thumb
Blokade Biafra, yang mengakibatkan kematian setidaknya 1 juta orang, diperdebatkan bukan sebagai genosida karena tujuan pemerintah Nigeria adalah untuk menumpas pemberontakan.[59]

Definisi genosida menimbulkan kontroversi setiap kali kasus baru muncul dan perdebatan meletup mengenai apakah kasus tersebut memenuhi syarat sebagai genosida atau tidak. Sosiolog Martin Shaw menulis, "Sedikit gagasan yang begitu penting dalam debat publik, namun hanya dalam sedikit kasus makna dan cakupan suatu gagasan kunci kurang disepakati secara jelas."[60][61] Persepsi tentang genosida bervariasi antara memandangnya sebagai "kejahatan yang sangat langka dan sulit dibuktikan", hingga persepsi yang dapat ditemukan, terselubung dalam bahasa eufemistik, di buku sejarah mana pun.[62]

Beberapa cendekiawan dan aktivis menggunakan definisi Konvensi Genosida.[19] Yang lain lebih memilih definisi yang lebih sempit yang mereduksi genosida menjadi pembunuhan massal[63] atau membedakannya dari jenis kekerasan lain berdasarkan ketidakbersalahan,[1] ketidakberdayaan, atau ketiadaan pertahanan korbannya.[64] Sebagian besar genosida terjadi selama masa perang,[65][66] dan membedakan genosida atau perang genosidal dari peperangan non-genosidal bisa menjadi hal yang sulit.[66] Demikian pula, genosida dibedakan dari bentuk pemerintahan yang penuh kekerasan dan koersif yang bertujuan untuk mengubah perilaku alih-alih memusnahkan kelompok.[67][68] Fenomena yang terisolasi atau berumur pendek yang menyerupai genosida dapat diistilahkan sebagai kekerasan genosidal.[69]

Genosida budaya atau etnosida merujuk pada tindakan yang menargetkan reproduksi bahasa, budaya, atau cara hidup suatu kelompok.[70] Meskipun tidak dimasukkan dalam Konvensi Genosida, sebagian besar cendekiawan genosida meyakini bahwa baik genosida budaya maupun kekerasan struktural harus dimasukkan dalam definisi genosida, jika dilakukan dengan niat untuk memusnahkan kelompok yang ditargetkan.[71] Banyak definisi genosida yang lebih berorientasi sosiologis tumpang tindih dengan definisi kejahatan terhadap kemanusiaan berupa pemusnahan, yakni pembunuhan skala besar atau kematian yang disengaja sebagai bagian dari serangan sistematis terhadap penduduk sipil.[72] Meskipun termasuk dalam konsep asli Lemkin dan oleh beberapa cendekiawan, kelompok politik dan sosial juga dikecualikan dari Konvensi Genosida.[73][74] Konsekuensinya, para pelaku berupaya menghindari stigma genosida dengan melabeli target mereka sebagai musuh politik atau militer.[74]

Kritik terhadap konsep genosida dan alternatifnya

Thumb
Kematian sejumlah besar warga sipil sebagai kerusakan tambahan dari aktivitas militer seperti pengeboman udara dikecualikan dari definisi genosida, bahkan ketika mereka membentuk porsi yang signifikan dari populasi suatu bangsa. Afrika Selatan telah berargumen bahwa membuat Gaza tidak dapat dihuni (digambarkan) merupakan elemen dari genosida Gaza.[75]

Sebagian besar pembunuhan warga sipil pada abad kedua puluh bukan berasal dari genosida.[76][77] Istilah-istilah alternatif telah diciptakan untuk menggambarkan proses-proses yang berada di luar definisi genosida yang lebih sempit. Pembersihan etnis—pengusiran paksa suatu populasi dari wilayah tertentu—telah mencapai penggunaan yang meluas, meskipun banyak cendekiawan mengakui bahwa hal itu sering kali tumpang tindih dengan genosida, bahkan ketika definisi Lemkin tidak digunakan.[78] Istilah-istilah lain yang berakhiran -sida telah menjamur untuk penyebutan penghancuran jenis kelompok tertentu: demosida (rakyat oleh pemerintah), elitisida (elit kelompok yang ditargetkan), etnosida (kelompok etnis), gendersida (kelompok berdasarkan gender), politisida (kelompok politik), klasisida (kelas sosial), dan urbisida (penghancuran suatu lokalitas tertentu).[79][80][81]

Kata genosida secara inheren membawa penilaian nilai karena secara luas dianggap sebagai lambang kejahatan manusia.[82] Meskipun kekerasan genosidal terkadang dirayakan oleh para pelaku dan pengamatnya,[83] hal ini selalu memiliki pengkritik.[84] Gagasan bahwa genosida menduduki puncak hierarki kejahatan kekejaman, lebih buruk daripada kejahatan terhadap kemanusiaan atau kejahatan perang, merupakan hal yang kontroversial di kalangan cendekiawan[85] dan menyiratkan bahwa perlindungan terhadap kelompok lebih penting daripada individu[86][87] serta niat negara lebih penting daripada penderitaan korban kekerasan sipil.[88] A. Dirk Moses dan cendekiawan lainnya berpendapat bahwa prioritisasi genosida menyebabkan penyebab kematian warga sipil lainnya, seperti blokade, pengeboman, dan "kerusakan tambahan" lainnya tidak dipertimbangkan dalam studi dan respons.[89][90]

Remove ads

Penyebab

Ringkasan
Perspektif

Kami telah dicela karena tidak membuat perbedaan antara orang Armenia yang tidak bersalah dan yang bersalah: namun hal itu sama sekali tidak mungkin mengingat fakta bahwa mereka yang tidak bersalah hari ini mungkin akan bersalah besok. Kepedulian terhadap keselamatan Turki benar-benar harus membungkam semua kepedulian lainnya.

Talaat Pasha dalam Berliner Tageblatt, 4 Mei 1916[91][92]

Thumb
Sebagian besar genosida tidak terkait dengan ideologi politik ekstrem seperti Nazisme.[93]

Pemahaman umum mengenai genosida sangat dipengaruhi oleh Holokaus sebagai arketipenya dan dipahami sebagai korban tak berdosa yang ditargetkan karena kebencian irasional alih-alih karena alasan politik apa pun.[1] Genosida bukanlah tujuan akhir itu sendiri, melainkan sarana untuk mencapai tujuan lain yang sering kali dipilih oleh para pelaku setelah opsi lain gagal.[94] Perang sering digambarkan sebagai satu-satunya pendorong terpenting genosida[95] karena menyediakan persenjataan, pembenaran ideologis, polarisasi antara sekutu dan musuh, serta kedok untuk melakukan kekerasan ekstrem.[96][97] Sebagian besar genosida terjadi dalam rangka ekspansi imperial dan konsolidasi kekuasaan.[98] Berbagai teori telah mengeksplorasi bagaimana budaya, jenis rezim, perpecahan masyarakat di sepanjang garis seperti etnisitas, dan modernisasi memengaruhi genosida, namun buktinya terbatas.[99] Ancaman khusus terhadap elit yang berkuasa yang telah dikorelasikan dengan genosida mencakup baik upaya maupun keberhasilan perubahan rezim melalui pembunuhan, kudeta, revolusi, dan perang saudara.[100]

Sebagian besar genosida tidak direncanakan jauh-jauh hari, melainkan muncul melalui proses radikalisasi bertahap, sering kali meningkat menjadi genosida menyusul adanya perlawanan dari mereka yang ditargetkan.[101][102] Para pelaku genosida sering kali takut—biasanya secara irasional—bahwa jika mereka tidak melakukan kekejaman, mereka akan mengalami nasib serupa seperti yang mereka timpakan kepada korbannya.[103][104] Meskipun para pelaku memiliki tujuan utilitarian,[105] faktor ideologis diperlukan untuk menjelaskan mengapa genosida tampak sebagai solusi yang diinginkan untuk masalah keamanan yang teridentifikasi.[105][103] Non-kombatan disakiti karena rasa bersalah kolektif yang disematkan kepada seluruh orang—didefinisikan menurut ras tetapi ditargetkan karena ancaman keamanan yang diasumsikan.[106] Para korban dipandang sebagai liyan dan sering kali secara sengaja dikecualikan dari masyarakat sebelum genosida dimulai melalui langkah-langkah formal seperti penolakan kewarganegaraan.[107]

Meskipun banyak cendekiawan menekankan peran ideologi dalam genosida, terdapat sedikit kesepakatan mengenai bagaimana ideologi berkontribusi pada hasil yang penuh kekerasan.[108] Perdebatan lain menyangkut apakah genosida disebabkan oleh ideologi politik yang menyimpang, atau apakah sebenarnya terdapat banyak kesinambungan antara ideologi genosidal dan ideologi politik biasa.[109] Penelitian awal berfokus pada ideologi revolusioner radikal, seperti Nazisme, Stalinisme, dan Maoisme, sebagai penyebab genosida. Meskipun rezim semacam itu telah menghasilkan beberapa pembunuhan massal paling ekstrem, relatif sedikit genosida yang dikaitkan dengan mereka dan bahkan yang terkait pun tidak serta merta dilakukan karena tujuan revolusioner rezim tersebut.[110] Beberapa cendekiawan menekankan pelepasan moral sebagai penyebab ideologis kekejaman, namun bertentangan dengan teori ini, banyak pelaku membela kejahatan mereka atas dasar moral, dengan alasan pembalasan, kesetiaan, dan tugas.[111]

Revisi atas teori-teori di atas menekankan penggunaan kategori moral normal seperti pembelaan diri dan hukuman bagi penjahat untuk membenarkan genosida.[112] Pembelaan diri adalah pembenaran kekerasan yang paling banyak diakui, dan oleh karena itu dalam genosida, para korban biasanya dianggap sebagai ancaman oleh pelaku, meskipun mereka adalah warga sipil tak bersenjata.[113] Sebagian besar genosida pada akhirnya disebabkan oleh para pelakunya yang merasakan adanya ancaman eksistensial terhadap keberadaan mereka sendiri, meskipun keyakinan ini biasanya dibesar-besarkan dan bisa jadi sepenuhnya imajiner.[114][115][116] Para korban genosida diibliskan sebagai pengkhianat, penjahat, dan musuh rakyat, mereka dijadikan kambing hitam atas berbagai bentuk kesalahan—nyata atau imajiner—yang membuat genosida tampak seperti hukuman yang adil atau pembalasan dendam.[117] Cendekiawan lain mengutip penjelasan rasional untuk kekejaman tersebut,[105] seperti kepentingan diri material[118] dalam bentuk pencurian dan perampasan tanah.[3]

Remove ads

Pelaku

Ringkasan
Perspektif
Thumb
Para pelaku Pembantaian Wounded Knee menguburkan jenazah. Beberapa dari mereka menerima medali atas kepahlawanan.[119]

Genosida biasanya digerakkan oleh negara[120][121][122] melalui agen-agennya, seperti elit, partai politik, birokrasi, angkatan bersenjata, dan paramiliter.[121][123] Penelitian yang ada menyalahkan elit atas keputusan untuk melakukan genosida[124] dan struktur negara atas kemampuan untuk melaksanakannya termasuk difusi tanggung jawab birokratis.[125] Para pemimpin yang mengorganisir genosida biasanya percaya bahwa tindakan mereka dibenarkan dan tidak menyesali apa pun.[126] Militer sering kali menjadi pelaku utama karena tentara sudah bersenjata, terlatih menggunakan kekuatan mematikan, dan diharuskan untuk mematuhi perintah.[127] Strategi umum lainnya adalah kekejaman yang disponsori negara dilakukan secara rahasia oleh kelompok paramiliter, yang menawarkan keuntungan berupa penyangkalan yang masuk akal sembari memperluas keterlibatan dalam kekejaman tersebut.[128][129][130] Warga sipil dapat menjadi agen utama ketika genosida terjadi di daerah perbatasan terpencil.[131] Peran masyarakat dalam genosida belum dipahami dengan baik.[132]

Bagaimana orang biasa dapat terlibat dalam kekerasan luar biasa di bawah keadaan konflik akut masih kurang dipahami.[133][134][135] Prajurit lapangan genosida (berbeda dengan penyelenggaranya) tidak menyimpang secara demografis maupun psikologis.[136] Orang-orang yang melakukan kejahatan selama genosida jarang sekali merupakan penganut sejati ideologi di balik genosida, meskipun mereka terpengaruh olehnya sampai tingkat tertentu[137] di samping faktor-faktor lain seperti kepatuhan, difusi tanggung jawab, dan konformitas.[138] Bukti lain menunjukkan bahwa propaganda ideologis tidak efektif dalam mendorong orang untuk melakukan genosida[139] dan bahwa bagi beberapa pelaku, dehumanisasi korban, dan adopsi ideologi nasionalis atau ideologi lain yang membenarkan kekerasan terjadi setelah mereka mulai melakukan kekejaman[140] sering kali bertepatan dengan eskalasi.[141] Meskipun pelaku genosida sering diasumsikan sebagai laki-laki, peran perempuan dalam melakukan genosida, meskipun secara historis mereka dikecualikan dari kepemimpinan, juga telah dieksplorasi.[142] Perilaku orang berubah seiring berjalannya peristiwa, dan seseorang mungkin memilih untuk membunuh satu korban genosida sambil menyelamatkan yang lain.[143][144][145]

Remove ads

Metode

Ringkasan
Perspektif
Thumb
Penghancuran lingkungan tempat tinggal mereka telah diperdebatkan sebagai bentuk genosida masyarakat adat.[146] Tergambar: deforestasi hutan Amazon.
Thumb
Genosida sering kali melibatkan penghancuran fisik rumah-rumah korban, contohnya Kebakaran Besar Smyrna (gambar).

Laki-laki, terutama orang dewasa muda, secara disproporsional ditargetkan untuk dibunuh mendahului korban lainnya guna membendung perlawanan.[147][148] Meskipun beragam bentuk kekerasan seksual—mulai dari pemerkosaan, kehamilan paksa, pernikahan paksa, perbudakan seksual, mutilasi, hingga sterilisasi paksa—dapat menimpa laki-laki maupun perempuan, perempuan lebih mungkin menghadapinya.[149] Kombinasi pembunuhan terhadap laki-laki dan kekerasan seksual terhadap perempuan sering kali dimaksudkan untuk mengganggu reproduksi kelompok yang ditargetkan.[147] Para cendekiawan yang menulis tentang hubungan antara kolonialisme dan genosida telah mengeksplorasi berbagai cara penghancuran dan pengerusakan kelompok dalam latar kolonial, seperti pencurian tanah adat, kerja paksa, kerusakan lingkungan, apartheid, dan bentuk-bentuk diskriminasi sistemik lainnya.[150][151][152] Bentuk pembunuhan tidak langsung meliputi kelaparan dan perampasan kebutuhan dasar lainnya seperti air, pakaian, tempat tinggal, dan perawatan medis,[153] yang telah menjadi metode utama pemusnahan dalam banyak genosida.[154]

Meskipun pandangan populer tentang genosida adalah bahwa hal itu melibatkan pembunuhan massal, menurut banyak definisi, genosida dapat terjadi tanpa ada satu orang pun yang dibunuh.[155][87] Pemindahan paksa adalah ciri umum dari banyak genosida, di mana para korban sering kali diangkut ke lokasi lain yang memudahkan pemusnahan mereka oleh para pelaku. Dalam beberapa kasus, korban diangkut ke tempat-tempat di mana mereka dibunuh atau tidak diberi kebutuhan hidup.[156] Orang sering kali terbunuh oleh proses pemindahan itu sendiri, seperti yang terjadi pada banyak korban genosida Armenia,[157] dan rumah mereka diratakan dengan tanah atau dicuri.[158] Meskipun definisinya bervariasi, genosida budaya biasanya merujuk pada taktik yang menargetkan suatu kelompok dengan cara selain menyerang keberadaan fisik dan biologisnya.[150] Hal ini mencakup serangan terhadap bahasa, agama, warisan budaya, pemimpin politik dan intelektual, serta gaya hidup tradisional korban,[150][158] dan sering ditemui bahkan dalam kasus-kasus di mana hal itu bukan sarana utama pemusnahan kelompok.[81] Bersamaan dengan penculikan anak-anak dari kelompok yang menjadi korban, seperti sekolah asrama, genosida budaya sangat umum terjadi selama konsolidasi kolonial-pemukim.[159][152][160] Para pelaku sering kali menyangkal keberadaan dan identitas kelompok masyarakat adat.[151]

Senjata genosida bervariasi dan fleksibel, dengan strategi pelaku yang sering kali berubah berdasarkan teknologi yang tersedia. Penemuan senjata yang lebih mematikan memungkinkan bentuk pemusnahan yang lebih sistematis (misalnya menggunakan kamar gas dalam Holocaust dibandingkan dengan mengandalkan kondisi gurun yang keras dalam genosida Herero).[161] Kecenderungan penyeimbangnya adalah menghindari agar tidak terlihat seperti genosida stereotipikal dengan menggunakan kekerasan yang lebih selektif seperti peperangan nirawak.[162]

Remove ads

Reaksi

Ringkasan
Perspektif
Thumb
Tentara Peshmerga Yazidi di sebuah pangkalan di Pegunungan Sinjar

Secara historis dan bahkan setelah ratifikasi Konvensi Genosida, genosida dianggap sebagai hak istimewa kedaulatan di mana intervensi asing dianggap tidak pantas.[163][164] Baru-baru ini, pencegahan genosida mulai dipandang sebagai sebuah tujuan, namun hal ini belum diterjemahkan menjadi intervensi yang efektif.[163] Meskipun terdapat sejumlah organisasi yang menyusun daftar negara-negara di mana genosida dianggap mungkin terjadi,[165] keakuratan prediksi ini tidak diketahui dan tidak ada konsensus ilmiah mengenai strategi pencegahan genosida yang berbasis bukti.[166] Intervensi untuk mencegah genosida sering kali dianggap gagal[167][168] karena sebagian besar negara memprioritaskan hubungan bisnis, perdagangan, dan diplomatik:[169][166] akibatnya, "aktor-aktor kuat yang biasa terjadi terus menggunakan kekerasan terhadap populasi rentan tanpa hukuman".[168]

Tanggung jawab untuk melindungi adalah doktrin yang muncul sekitar tahun 2000, pasca terjadinya beberapa genosida di seluruh dunia, yang berupaya menyeimbangkan kedaulatan negara dengan kebutuhan akan intervensi internasional untuk mencegah genosida.[170] Namun, ketidaksepakatan di dalam Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa dan kurangnya kemauan politik telah menghambat penerapan doktrin ini.[167] Meskipun intervensi militer untuk menghentikan genosida telah dikreditkan dengan pengurangan kekerasan dalam beberapa kasus, hal ini tetap sangat kontroversial[171] dan biasanya ilegal.[172] Peneliti Gregory H. Stanton menemukan bahwa menyebut kejahatan sebagai genosida alih-alih istilah lain, seperti pembersihan etnis, meningkatkan peluang intervensi yang efektif.[173] Banyak korban yang melakukan perlawanan.[174] Perlawanan bersenjata yang berlarut-larut oleh para calon korban merupakan karakteristik dari banyak genosida pemukim, yang sering kali memungkinkan para pelaku untuk membenarkan genosida sebagai pembelaan diri atas populasi mereka sendiri.[151] Hampir semua genosida diakhiri baik oleh kekalahan militer para pelaku maupun tercapainya tujuan mereka.[175]

Remove ads

Sejarah

Ringkasan
Perspektif
Thumb
Sisa-sisa jasad korban genosida Armenia di bekas desa Armenia Sheykhalan dekat Mush, 1915

Lemkin menerapkan konsep genosida pada berbagai peristiwa sepanjang sejarah manusia. Ia dan para cendekiawan lainnya menentukan masa terjadinya genosida pertama pada zaman prasejarah.[176][177][12] Sebelum munculnya peradaban yang terdiri dari petani menetap, manusia hidup dalam masyarakat suku, dengan peperangan antarsuku sering kali berakhir dengan musnahnya suku yang kalah, pembunuhan laki-laki dewasa, dan integrasi perempuan serta anak-anak ke dalam suku yang menang.[178] Sumber-sumber kuno seperti Alkitab Ibrani memuat peristiwa-peristiwa yang telah dikutip sebagai penggambaran genosida.[179][180][7] Pembantaian laki-laki dan perbudakan atau asimilasi paksa perempuan dan anak-anak—yang sering kali terbatas pada kota tertentu alih-alih diterapkan pada kelompok yang lebih besar—adalah ciri umum peperangan kuno sebagaimana dijelaskan dalam sumber-sumber tertulis.[181][182] Peristiwa-peristiwa yang dianggap oleh beberapa cendekiawan sebagai genosida pada zaman kuno dan abad pertengahan memiliki motivasi yang lebih pragmatis daripada ideologis.[183] Akibatnya, beberapa cendekiawan seperti Mark Levene berpendapat bahwa genosida secara inheren terhubung dengan negara modern—dan dengan demikian pada kebangkitan Barat di era modern awal serta ekspansinya ke luar Eropa—dan konflik-konflik sebelumnya tidak dapat digambarkan sebagai genosida.[184][185][186]

Meskipun semua kekaisaran bergantung pada kekerasan, sering kali kekerasan ekstrem, untuk menegakkan keberadaan mereka sendiri, mereka umumnya berusaha untuk melestarikan dan memerintah kaum yang ditaklukkan alih-alih memusnahkan mereka.[187] Alternatif untuk genosida mungkin mencakup kebijakan integrasi (melalui perbudakan atau cara lain), atau pengasingan. Meskipun hasrat untuk mengeksploitasi populasi dapat mengurangi insentif pemusnahan,[188] pemerintahan imperial dapat mengarah pada genosida jika muncul perlawanan.[189] Genosida kuno dan abad pertengahan sering kali dilakukan oleh kekaisaran.[183] Berbeda dengan kekaisaran tradisional, kolonialisme pemukim—terutama permukiman orang Eropa di luar Eropa—dicirikan oleh populasi pemukim yang termiliterisasi di daerah-daerah terpencil di luar kendali negara yang efektif. Alih-alih tenaga kerja atau surplus ekonomi, para pemukim ingin memperoleh tanah dari masyarakat adat[190] yang membuat genosida lebih mungkin terjadi dibandingkan dengan kolonialisme klasik.[191] Sementara kurangnya penegakan hukum di perbatasan memastikan impunitas bagi kekerasan pemukim, kemajuan otoritas negara memungkinkan para pemukim untuk mengonsolidasikan keuntungan mereka menggunakan sistem hukum.[192]

Abad kedua puluh sering disebut sebagai "abad genosida".[7] Hal ini dilakukan dalam skala besar selama kedua perang dunia. Genosida prototipikal, Holocaust, melibatkan logistik skala besar sehingga memperkuat kesan bahwa genosida adalah hasil dari peradaban yang menyimpang dari jalurnya dan membutuhkan baik "persenjataan maupun infrastruktur negara modern serta ambisi radikal manusia modern".[193] Setelah kengerian Perang Dunia II, Perserikatan Bangsa-Bangsa berupaya melarang genosida melalui Konvensi Genosida.[194] Meskipun ada janji "jangan sampai terulang lagi" dan upaya internasional untuk melarang genosida, praktik ini terus terjadi berulang kali.[194][195] Perang Dingin mencakup dilakukannya pembunuhan massal baik oleh negara komunis maupun anti-komunis, meskipun kekejaman ini biasanya menargetkan kelompok politik dan sosial, sehingga tidak memenuhi definisi hukum genosida.[196] Tahun 1990-an menyaksikan lonjakan kekerasan etnis di bekas Yugoslavia dan Rwanda yang menyebabkan kebangkitan minat terhadap genosida.[53] Pada abad kedua puluh satu, teknologi komunikasi baru juga telah mengubah genosida, dengan para pelaku dan korban mampu berkomunikasi secara instan melintasi perbatasan dan menggalang dukungan transnasional.[197][198]

Remove ads

Efek dan akibat

Ringkasan
Perspektif
Thumb
Kamp relokasi bagi para penyintas genosida Anfal
Thumb
Protes tahun 2013 yang menyerukan eksekusi para pelaku genosida Bangladesh 1971

Pasca-genosida, banyak penyintas berupaya menuntut para pelaku melalui sistem hukum serta mendapatkan pengakuan dan reparasi.[199] Kecuali di mana para pelaku dikalahkan secara militer, misalnya setelah Holocaust dan genosida Rwanda, mereka biasanya menghindari akuntabilitas.[200][201][195] Sebagian besar negara yang telah melakukan genosida beserta warganya menyangkal atau mengabaikannya,[202] menolak tanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh para korban,[203] dan ingin menutup lembaran masa lalu.[204] Bahkan pengakuan atas penderitaan korban tetap sulit didapatkan, meskipun pengakuan semacam itu meningkatkan hubungan baik antara kelompok pelaku dan korban maupun dengan pihak ketiga.[205]

Genosida tidak hanya memengaruhi kelompok korban dan pelaku, tetapi berupaya membentuk kembali seluruh masyarakat dan juga melibatkan mereka yang mengamati genosida atau diuntungkan olehnya.[206] Efek genosida terhadap masyarakat masih kurang diteliti.[199] Sebagian besar penelitian kualitatif tentang genosida berfokus pada kesaksian para korban, penyintas, dan saksi mata lainnya.[207] Studi terhadap para penyintas genosida telah memeriksa tingkat depresi, kecemasan, skizofrenia, bunuh diri, gangguan stres pascatrauma, dan pertumbuhan pascatrauma. Sementara beberapa studi menemukan efek negatif, yang lain tidak menemukan hubungan dengan penyintasan genosida.[208] Tidak ada temuan konsisten bahwa anak-anak penyintas genosida memiliki kesehatan yang lebih buruk daripada individu pembanding.[209] Sebagian besar masyarakat mampu pulih secara demografis dari genosida, namun hal ini bergantung pada posisi mereka di awal transisi demografi.[210] Pasca-genosida, banyak penyintas mengalami pemindahan paksa dari rumah mereka dan mungkin menghadapi tantangan tambahan karena dilabeli sebagai pelanggar imigrasi. Keberhasilan dalam membangun kembali kehidupan di negara lain tergolong tinggi meskipun sumber daya penyintas terbatas saat kedatangan.[211]

Karena genosida sering dianggap sebagai "kejahatan dari segala kejahatan", hal ini menarik perhatian lebih efektif daripada pelanggaran hukum internasional lainnya.[212] Akibatnya, korban kekejaman sering melabeli penderitaan mereka sebagai genosida sebagai upaya untuk mendapatkan perhatian atas kemalangan mereka dan menarik intervensi asing.[213] Dalam budaya populer, korban genosida sering kali diberkahi dengan superioritas moral sementara para pelaku diibliskan, yang dapat mendatarkan kompleksitas etis konflik dunia nyata.[214] Meskipun mengenang genosida sering dianggap sebagai cara untuk mengembangkan toleransi dan penghormatan terhadap hak asasi manusia,[215] tuduhan genosida sering kali mengarah pada peningkatan kohesi di antara orang-orang yang ditargetkan—dalam beberapa kasus, hal itu telah dimasukkan ke dalam identitas nasional—dan memicu permusuhan terhadap kelompok yang disalahkan atas kejahatan tersebut, mengurangi peluang rekonsiliasi dan meningkatkan risiko terjadinya genosida di masa depan.[86][114] Beberapa genosida diperingati di tugu peringatan atau museum.[216] Lemkin percaya bahwa genosida merugikan seluruh dunia karena hilangnya luaran budaya dari kelompok yang ditargetkan.[217]

Remove ads

Referensi

Loading related searches...

Wikiwand - on

Seamless Wikipedia browsing. On steroids.

Remove ads