Top Qs
Timeline
Obrolan
Perspektif

Kesultanan Bone

kerajaan di Asia Tenggara Dari Wikipedia, ensiklopedia bebas

Kesultanan Bone
Remove ads

Kesultanan Bone (Bugis: ᨕᨀᨑᨘᨂᨛ ᨑᨗ ᨅᨚᨊᨛ, translit. Akkarungeng ri Bone) merupakan salah satu Akkarungeng (terj. har.'kerajaan') yang terletak di Sulawesi bagian barat daya atau tepatnya di daerah Provinsi Sulawesi Selatan sekarang ini. Menguasai areal sekitar 2600 km2.

Fakta Singkat Kesultanan Bone ᨕᨀᨑᨘᨂᨛ ᨑᨗ ᨅᨚᨊᨛAkkarungeng ri Bone, Ibu kota ...

Dalam Attoriolong ri Bone (ARB) di Perpustakaan Negara Berlin, dicatat La Tenri Tompo adalah orang yang membuka Bone sebagaimana juga diriwayatkan dalam Lontaraq Akkarungeng Sulsel (ARS) di bagian Bone halaman 62 di mana La Tenri Tompo sebagai Arung Tanete Riawang yang turun temurun melahirkan generasi sampai pada La Pattikkeng Arung Palakka yang menikahi We Pattanra Wanua Arung Majang yang merupakan putri dari La Ubbi, ManurungngE ri Matajang, ArungPone Bone Pertama

Remove ads

Sejarah

Ringkasan
Perspektif

Sejarah Awal

Terbentuknya kerajaan Bone pada awal abad XIV dimulai dengan kedatangan Tomanurung ri Matajang MatasilompoE yang mempersatukan 7 komunitas yang dipimpin oleh Matoa. Manurung ri Matajang menikah dengan Manurung ri Toro melahirkan La Ummasa Petta Panre Bessie sebagai Arumpone kedua. We Pattanra Wanua, Saudara perempuannya menikah dengan La Pattikkeng Arung Palakka yang melahirkan La Saliyu Karampelua sebagai Arumpone ketiga. Di masanya, kerajaan Bone semakin luas berkat keberaniannya.

Perluasan kerajaan Bone ke utara bertemu dengan kerajaan Luwu yang berkedudukan di Cenrana, muara sungai WalennaE. Terjadi perang antara Arumpone kelima La Tenrisukki dengan Datu Luwu Dewaraja yang berakhir dengan kemenangan Bone dan Perjanjian Damai Polo MalelaE ri Unynyi. Dinamika politik militer di era itu kemudian ditanggapi dengan usulan penasehat kerajaan yaitu Kajao Laliddong pada Arumpone ketujuh La Tenrirawe BongkangngE yaitu dengan membangun koalisi dengan tetangganya yaitu Wajo dan Soppeng. Koalisi itu dikenal dengan Perjanjian TellumpoccoE.

Thumb
Para penari tradisional Kesultanan Bone

Ratu Bone, We Tenrituppu adalah pemimpin Bone pertama yang masuk Islam. Namun Islam diterima secara resmi pada masa Arumpone La Tenripale Matinroe ri Tallo, Arumpone ke-12. Pada masa ini pula Arumpone mengangkat Arung Pitu atau Ade' Pitue untuk membantu dalam menjalankan pemerintahan. Sebelumnya yaitu La Tenriruwa telah menerima Islam tetapi ditolak oleh hadat Bone yang disebut Ade' Pitue sehingga dia hijrah ke Bantaeng dan wafat di sana. Ketika Islam diterima secara resmi, maka susunan hadat Bone berubah. Ditambahkan jabatan Parewa Sara (Pejabat Syariat) yaitu Petta KaliE (Qadhi). Namun, posisi Bissu kerajaan tetap dipertahankan.

Bone berada pada puncak kejayaannya setelah Perang Makassar, 1667-1669. Bone menjadi kerajaan paling dominan di jazirah selatan Sulawesi. Perang Makassar mengantarkan La Tenritatta Arung Palakka Sultan Sa'adudin sebagai penguasa tertinggi. Kemudian diwarisi oleh kemenakannya yaitu La Patau Matanna Tikka dan Batari Toja. La Patau Matanna Tikka kemudian menjadi leluhur utama aristokrat di Sulawesi Selatan.

Sejak kejatuhan Kerajaan terbesar di timur Nusantara Kesultanan Gowa oleh gabungan Belanda dan bone, Bone menjadi penguasa utama setelah melepaskan diri dari pendudukan dan perbudakan Gowa dan berada di bawah pengaruh Belanda di Sulawesi Selatan dan sekitarnya pada tahun 1666 sampai tahun 1814 ketika Inggris berkuasa sementara di daerah ini, tetapi dikembalikan lagi ke Belanda pada 1816 setelah perjanjian di Eropa akibat kejatuhan Napoleon Bonaparte. Setelah perang beberapa kali dimulai pada tahun 1824, Bone akhir berada di bawah kontrol Belanda pada tahun 1905 yang dikenal dengan peristiwa Rumpa'na Bone.

Pengaruh Belanda ini kemudian menyebabkan meningkatnya perlawanan Bone terhadap Belanda, tetapi Belanda-pun mengirim sekian banyak ekspedisi untuk meredam perlawanan sampai akhirnya Bone menjadi bagian dari Indonesia pada saat proklamasi. Di Bone, para raja bergelar Arumponé.

Remove ads

Keagamaan

Raja Bone ke-13, La Maddaremmeng (1631-1644) sangat meyakini ajaran Islam dan berusaha mematuhi semua syariat Islam secara murni. Ia berguru tentang Islam dari Qadi Bone bernama Faqih Amrullah. Rakyat Kesultanan Bone diwajibkan melaksanakan ajaran Islam secara patuh. Selama masa kekuasannya, ajaran Islam menyebar dan ditaati oleh penduduk dalam waktu relatif singkat. Salah satu ketetapan pada masa pemerintahannya adalah larangan perbudakan dan kemerdekaan bagi hamba sahaya. Tiap budak yang telah merdeka harus diberi upah yang sama seperti pekerja lainnya.[2]

Remove ads

Hubungan luar negeri

Kesultanan Buton

Kesultanan Bone dan Kesultanan Buton telah menjalin hubungan kekerabatan sebelum masa pemerintahan Raja Bone ke-15. Hubungan kekerabatan ini dikukhkan melalui filosofi pameo yang menganggap Kerajaan Bone sebagai negeri orang Buton dan Kesultanan Buton sebagai negeri orang Bone. Para calon raja Bone juga dikirim ke Kesultanan Buton sebagai perwakilan sebelum menjabat sebagai raja.[3]

Kesultanan Gowa

Kesultanan Bone dan Kesultanan Gowa selalu bertentangan dan saling bermusuhan satu sama lain. Kedua kesultanan ini memiliki pengaruh kekuasaan yang besar di wilayah Indonesia Timur. Hubungan keduanya menjadi semakin buruk setelah Hindia Belanda ingin menguasai wilayah Kesultanan Gowa. Konflik antara kedua kesultanan ini dimulai sejak abad ke-17. Ini ditandai dengan adanya suku Bugis dan suku Makassar di Bantaeng yang menjadi garis perbatasan. Kesultanan Bone menjadikan Bantaeng sebagai pintu masuk ke pusat Kesultanan Gowa di Makassar melalui laut.[4]

Penguasa Bone

Ringkasan
Perspektif
Thumb
Bola Soba' (1910-an)

Penguasa Bone menggunakan gelar Arung Mangkaue' ri Bone yang artinya "Raja yang berkedudukan di Bone", biasa disingkat menjadi Arumpone, MangkauE, atau ArungE' ri Bone.

Daftar Arumpone

Informasi lebih lanjut #, Nama ...

</onlyinclude>

Remove ads

Referensi

  1. Media, Kompas Cyber (2021-05-01). "Kerajaan Bone: Letak, Sejarah, Masa Keemasan, dan Keruntuhan". KOMPAS.com. Diakses tanggal 2023-05-16.
  2. Patarai, Muhammad Idris (2016). Arung Palakka Sang Fenomenal (PDF). Makassar: De La Macca. hlm. 3. ISBN 978-602-263-089 0. Pemeliharaan CS1: Status URL (link)
  3. Dirman, La Ode (2018). Sejarah dan Etnografi Buton (PDF). Kendari: Himpunan Sarjana Ilmu-Ilmu Sosial Indonesia Sultra. hlm. 96. ISBN 978-602-60719-1-0. Pemeliharaan CS1: Status URL (link)[pranala nonaktif permanen]
  4. Kaungan, Haliadi, dan Rabani, L.O. (2016). Jaringan Maritim Indonesia: Sejarah Toponim Kota Pantai di Sulawesi (PDF). Jakarta: Direktorat Sejarah, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. hlm. 36. ISBN 978-602-1289-43-3. Diarsipkan (PDF) dari versi aslinya tanggal 2021-04-21. Diakses tanggal 2021-02-14. Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link)
  5. "Raja Bone dari Masa ke masa". Pemerintah Kabupaten Bone. 20 September 2013. Diakses tanggal 23 Mei 2018.
  6. Hägerdal, Hans (2023-02-01), Kerajaan2 Indonesia (dalam bahasa Inggris), hlm. 66, diakses tanggal 2025-06-05
  7. "Raja Bone Ke-1 Manurunge Ri Matajang, 1330-1365". Telukbone.id. 11 April 2018. Diakses tanggal 23 Mei 2018.[pranala nonaktif permanen]
  8. Hägerdal, Hans (2023-02-01), Kerajaan2 Indonesia (dalam bahasa Inggris), hlm. 67, diakses tanggal 2025-06-05
Remove ads

Keruntuhan

Referensi

Pranala luar

Loading related searches...

Wikiwand - on

Seamless Wikipedia browsing. On steroids.

Remove ads