Top Qs
Timeline
Obrolan
Perspektif
Kesultanan Jailolo
Dari Wikipedia, ensiklopedia bebas
Remove ads
Kesultanan Jailolo adalah salah satu kesultanan yang pernah berkuasa di Kepulauan Maluku. Pendirian kesultanan ini berawal dari Persekutuan Moti yang diusulkan oleh Sultan Sida Arif Malamo.[1] Kesultanan Jailolo adalah satu-satunya kesultanan di Maluku Utara yang pusat pemerintahannya berada di Pulau Halmahera.[2] Selain itu, wilayah Kesultanan Jailolo adalah salah satu sumber penghasil cengkih di Kepulauan Maluku.[3] Kesultanan Jailolo telah berdiri sejak abad ke-13 Masehi. Pada abad ke-17, kesultanan ini mengalami keruntuhan. Wilayah-wilayahnya kemudian terbagi menjadi bagian dari Kesultanan Tidore dan Kesultanan Ternate.[4]

Kesultanan Jailolo didirikan kembali secara adat setelah era reformasi dimulai pada tahun 1998. Bersamaan dengan itu, komunitas adat Moloku Kie Raha dibentuk kembali. Selama periode 2002–2017, telah terpilih empat keturunan dari Kesultanan Jailolo sebagai pemimpin adat.[5] Kesultanan Jailolo tidak memiliki banyak peninggalan arkeologi. Bekas Istana Kesultanan Jailolo tidak ditemukan sama sekali. Peninggalan yang tersisa hanya berupa benteng, masjid, dan makam kuno.[6]
Remove ads
Identifikasi Kesultanan

Kesultanan Jailolo mulai didirikan kembali secara adat setelah era reformasi dimulai pada tahun 1998. Komunitas adat Moloku Kie Raha mulai dibentuk kembali. Selama periode 2002—2017 telah diangkat sebagai sultan yang berkuasa yaitu Abdullah Sjah (meninggal dunia pada hari Selasa 23 Oktober 2017. Maka Kesultanan Jailolo kemudian digantikan oleh anak kandung Abdullah Sjah yakni Achmad Syah alias Rooseno Heru Prawoto yang diangkat menjadi Sultan Jailolo sejak 2017 s/d Sekarang. Sultan Achmad Sjah Adalah Putra Satu Satunya dari Alm Sultan Abdullah Sjah yang sekarang berkediaman di Kedaton Kesultanan Jailolo yang berada di Bukit Tagalaya Jailolo Halmahera Barat.
Remove ads
Wilayah kekuasaan
Kesultanan Jailolo menjalankan pemerintahan yang didasarkan pada Persekutuan Moti. Persekutuan ini ditetapkan oleh para Sultan di Kepulauan Maluku pada tahun 1322. Wilayah-wilayah di Halmahera, Maluku, Raja Ampat hingga Kepulauan Sula dibagi antara Kesultanan Ternate, Kesultanan Tidore, Kesultanan Bacan, dan Kesultanan Jailolo. Kesultanan Ternate menjadi penguasa tertinggi, Kesultanan Tidore menguasai wilayah daratan dan pegunungan, Kesultanan Bacan menguasai wilayah tanjung, sedangkan Kesultanan Jailolo menguasai wilayah teluk.[7]
Remove ads
Keagamaan
Ringkasan
Perspektif
Kesultanan Jailolo mulai mengenal agama Islam setelah menjalin kerja sama perdagangan dengan para pedagang dari Pulau Jawa. Selain itu, masyarakat Jailolo mulai beragama Islam setelah Sultan Zainal Abidin kembali dari Kedatuan Giri dan mulai berdakwah di Kepulauan Maluku. Agama Islam semakin berkembang di Kesultanan Jailolo setelah Selat Malaka menjadi jalur perdagangan yang menghubungkan para pedagang Arab dengan wilayah Indonesia Timur secara langsung.[8]
Kesultanan Jailolo merupakan salah satu pusat perkembangan kekuasaan Islam yang paling awal di Maluku Utara. Masyarakat Jailolo mulai meninggalkan pemikiran primitif sejak Islam diterapkan dalam kehidupan sosial dan politik.[9] Kesultanan Jailolo menjalankan syariat Islam dalam kehidupan masyarakatnya. Al-Qur'an dan nasihat para leluhur menjadi sumber hukum utama dalam menjalankan hubungan sosial. Kehidupan masyarakat sepenuhnya diatur oleh adat yang dikenal sebagai Adat Se Atorang.[10]
Kesultanan Jailolo bekerja sama dengan Kesultanan Tidore, Kesultanan Ternate, dan Kesultanan Bacan dalam menyebarkan Islam di Maluku Utara. Mereka menyebarluaskan tentang syariat, tarekat, hakikat dan makrifat Islam kepada masyarakat Maluku.[11] Peran masing-masing kesultanan diatur pada tahun 1322 dalam Persekutuan Moti. Urusan tarekat diserahkan kepada Kesultanan Tidore. Kesultanan Ternate diberi tanggung jawab dalam urusan syariat. Urusan hakikat diberikan kepada Kesultanan Bacan. Sedangkan Kesultanan Jailolo menerima tanggung jawab dalam urusan makrifat. Pada masa ini, perkembangan tarekat sangat pesat dengan disertai pembangunan masjid-masjid. Tarekat-tarekat yang berkembang yaitu Alawiyah, Qadiriyah, dan Naqsabandiyah. Masing-masing tarekat ini beribadah pada masjid yang terpisah, tetapi tetap saling menghormati dan rukun.[12]
Perdagangan
Kesultanan Jailolo merupakan salah satu pusat perdagangan cengkih di Pulau Halmahera pada abad ke-15.[13] Wilayahnya merupakan penghasil rempah-rempah sehingga menjadi tempat persinggahan para pedagang asing. Para pedagang asing ini berasal dari Arab, Eropa, Gujarat, Cina, Melayu, Jawa, dan Makassar.[14] Wilayah pesisir barat Pulau Halmahera menjadi pusat bandar-bandar perdagangan Kesultanan Jailolo.[15]
Remove ads
Keruntuhan
Ringkasan
Perspektif
Pada tahun 1359, Kesultanan Ternate menyerang Kesultanan Jailolo atas perintah Gapi Malamo. Serangan kembali dilakukan oleh Komala Pulu pada tahun 1380 dan Taruwese pada tahun 1524 dan 1527. Serangan-serangan ini membuat wilayah kekuasaan dari Kesultanan Jailolo berkurang. Pada tahun 1534, Kesultanan Jailolo merebut kembali wilayahnya dengan dipimpin oleh Sultan Katarabumi dengan bantuan dari Portugis. Kesultanan Jailolo kemudian menyerang Kerajaaan Moro untuk memperluas wilayahnya. Penyerangan ini dibantu oleh Sultan Deyalo yang diberhentikan sebagai sultan dari Kesultanan Ternate oleh Portugis.[16]
Pada tahun 1551, Kesultanan Ternate menyerang Kesultanan Jailolo dengan bantuan dari Portugis. Serangan ini membuat sebagian wilayah kekuasaan Kesultanan Jailolo menjadi milik Kesultanan Ternate. Wilayah yang dikuasai kemudian diisi oleh Suku Ternate, sehingga masyarakat Jailolo khususnya Suku Wayoli pindah ke wilayah Kesultanan Jailolo yang lainnya.[17] Pada tahun 1620, Kesultanan Ternate kembali melakukan serangan dan dibantu oleh Belanda. Kedua serangan ini akhirnya mengakhiri kekuasaan dari Kesultanan Jailolo.[18] Pada tahun yang sama, Kesultanan Ternate menggabungkan bekas wilayah Kesultanan Jailolo menjadi bagian dari wilayah kekuasaannya.[19] Kaicil Alam menjadi sultan terakhir dari Kesultanan Jailolo. Ia dinikahkan dengan saudari Sultan Sibori dan jabatannya diubah menjadi sangaji atau perwakilan Kesultanan Ternate. Kesultanan Jailolo sepenuhnya menjadi wilayah kekuasaan dari Kesultanan Ternate setelah Kaicil Alam wafat.[20]
Remove ads
Peninggalan
Ringkasan
Perspektif
Benteng Gamlamo
Benteng Gamlamo dibangun untuk menghadapi serangan Kesultanan Ternate dan Portugis. Pembangunan benteng dipimpin oleh Sultan Katarabumi. Pondasi benteng dibuat dari bahan tanah dan batu. Sekelilingnya dibanguni tembok dengan dua kubu pertahanan. Benteng ini memiliki persenjataan berupa 100 pucuk senjata laras panjang,18 pucuk meriam, satu mortir, dan beragam senjata untuk mencegah pengepungan. Senjata-senjata ini berasal dari Pulau Jawa.[21]
Masjid Gammalamo
Masjid Gammalamo terletak di pesisir Teluk Jailolo. Keberadaan masjid ini menjadi salah satu peninggalan sejarah perkembangan Islam di wilayah pesisir Jailolo, Halmahera.[22] Pembangunan Masjid Gammalamo dimulai pada awal tahun 1900-an atas prakarsa suku-suku di Jailolo, yaitu Suku Moro, Suku Wayoli, Suku Porniti dan [[Suku Gamkonora].[23]
Nisan-nisan Kuno
Nisan-nisan kuno merupakan salah satu peninggalan Islam di Kesultanan Jailolo. Nisan-nisan ini ditemukan pada makam-makam yang ada di Desa Galala, Desa Gam Ici, dan Desa Gam Lamo. Ketiga desa ini berada di dalam wilayah Kecamatan Jailolo. Nisan-nisan kuno ini berbentuk pipih dan balok serta memiliki ornamen dengan ukiran kaligrafi dan bunga yang bersulur.[24]


Remove ads
Rujukan
Daftar pustaka
Wikiwand - on
Seamless Wikipedia browsing. On steroids.
Remove ads