Loading AI tools
tempat ibadah umat Buddha Dari Wikipedia, ensiklopedia bebas
Wihara (bahasa Pāli: vihāra; bahasa Sanskerta: विहार vihāra) umumnya mengacu pada tempat ibadah untuk penganut Buddhisme, sebagian besar di anak benua India. Konsep wihara dapat ditemukan dalam Kitab Buddhis Awal, kata wihara berarti "penataan ruang" atau "fasilitas tempat tinggal/berdiam".[1][2] Istilah ini berkembang menjadi konsep arsitektur yang mengacu pada tempat tinggal para biksu dengan ruang atau halaman terbuka bersama, khususnya dalam Buddhisme. Istilah ini juga ditemukan dalam Ajivika, sebuah literatur agama Hindu dan Jainisme, yang biasanya mengacu pada perlindungan sementara bagi para rahib yang mengembara selama musim hujan tahunan di India.[1][3][4] Dalam Jainisme modern, para rahib terus mengembara dari kota ke kota kecuali pada musim hujan (chaturmasya), dan istilah "vihāra" mengacu pada pengembaraan mereka.[5][6]
Wihara adalah rumah ibadah agama Buddha, bisa juga dinamakan temple atau monastery. Klenteng adalah rumah ibadah penganut agama tradisional Tionghoa, Taoisme, dan Konfusianisme (Kong Hu Cu). Akan tetapi, di Indonesia, oleh karena adanya suatu kepercayan Tridharma yang merupakan sinkretisme antara Buddhisme, Taoisme, dan Konfusianisme, maka tempat ibadah yang merupakan gabungan dari ketiga agama tersebut juga sering disebut sebagai "wihara".[7] Salah satu contohnya adalah Vihara Kalyana Mittaya yang terletak di daerah Pekojan, Jakarta Barat.
Banyak umat awam yang tidak mengerti perbedaan antara klenteng dan wihara. Klenteng dan wihara pada dasarnya berbeda dalam arsitektur, umat, dan fungsi. Klenteng umumnya berarsitektur tradisional Tionghoa dan berfungsi sebagai tempat aktivitas sosial masyarakat, selain fungsi spiritual. Wihara umumnya berarsitektur lokal dan mempunyai fungsi spiritual saja. Namun, wihara juga ada yang berarsitektur tradisional Tionghoa seperti pada wihara Buddhis aliran Mahayana yang memang berasal dari Tiongkok.
Perbedaan antara klenteng dan wihara kemudian menjadi rancu karena peristiwa G30S pada tahun 1965. Imbas peristiwa ini adalah pelarangan kebudayaan Tionghoa, termasuk kepercayaan tradisional Tionghoa, oleh pemerintah Orde Baru.[8] Klenteng yang ada pada masa itu terancam ditutup secara paksa. Sebagai akibatnya, banyak klenteng yang kemudian mengadopsi istilah dari bahasa Sanskerta ataupun bahasa Pali. Hal ini ditunjukkan dengan pengubahan nama-nama klenteng menjadi "vihara" atau "wihara" yang surat izin operasionalnya dicatat dalam naungan agama Buddha demi kelangsungan peribadatan. Dari sinilah kemudian umat awam semakin sulit membedakan klenteng dengan wihara.
Setelah Orde Baru digantikan oleh Orde Reformasi, banyak klenteng yang kemudian mengembalikkan namanya ke nama semula yang berbau Tionghoa dan lebih berani menyatakan diri sebagai klenteng alih-alih sebagai wihara. Kendati demikian, beberapa klenteng tidak berganti nama dengan tetap menggunakan istilah "wihara". Beberapa lainnya kemudian dibina oleh Majelis Agama Buddha Tridharma Indonesia (MAGABUTRI) agar tetap mendapatkan pengajaran agama Buddha.
Seamless Wikipedia browsing. On steroids.
Every time you click a link to Wikipedia, Wiktionary or Wikiquote in your browser's search results, it will show the modern Wikiwand interface.
Wikiwand extension is a five stars, simple, with minimum permission required to keep your browsing private, safe and transparent.