Top Qs
Timeline
Obrolan
Perspektif

Mahāpajāpatī Gotamī

Ibu angkat Siddhattha Gotama dan biksuni pertama pada zaman Buddha Gotama Dari Wikipedia, ensiklopedia bebas

Mahāpajāpatī Gotamī
Remove ads

Mahāpajāpatī Gotamī (Pali; Sanskerta: Mahāprajāpatī Gautamī), juga dikenal sebagai Pajāpati, Pajāpati Gotamī, atau Gotamī, adalah ibu angkat, ibu tiri, dan bibi dari pihak ibu (saudara perempuan ibu) Siddhattha Gotama. Dalam tradisi Buddhis, dia adalah perempuan pertama yang meminta penahbisan bagi perempuan, yang dia lakukan langsung kepada Buddha Gotama, dan menjadi biksuni (biarawati Buddhis) pertama pada masa Buddha Gotama.[1][2]

Fakta Singkat Pajāpatī Gotamī, Informasi pribadi ...
Informasi lebih lanjut Buddhisme, Buddhisme awal ...

Dia membesarkan Siddhattha Gotama setelah adiknya, Ratu Māyā (Mahāmāyā), ibu kandung Gotama, meninggal dunia tujuh hari setelah persalinannya. Gotamī lahir di Devadaha, sekarang merupakan bagian dari kota Devdaha, Nepal bagian selatan.

Kisah dari Gotamī tersebar luas dengan berbagai versi yang ada. Kisah-kisah tersebut tercatat dalam berbagai versi Vinaya yang masih lestari dari berbagai aliran Buddhis, termasuk dalam Tripitaka Pali (Theravāda), kitab-kitab Sarvāstivāda, dan kitab-kitab Mūlasarvāstivāda.[3]

Remove ads

Galeri

Theravāda

Ringkasan
Perspektif

Dalam Tripitaka Pali sebagaimana dilestarikan oleh aliran Theravāda, permintaannya untuk ditahbiskan tersajikan secara rinci dalam kitab Aṅguttara Nikāya. Kisah-kisah kehidupan masa lalunya tercantum dalam kitab-kitab Therīgāthā, Therī-apadāna, dan Jātaka.[4][5]

Kehidupan lampau

Menurut kitab Therī-apadāna, Gotamī memulai karier Dhamma-nya pada masa Buddha Padumuttara, saat ia lahir dalam keluarga kaya di Hamsavati. Ia menyaksikan Buddha Padumuttara menempatkan bibinya, seorang biksuni, pada posisi senior, dan bercita-cita untuk mencapai posisi yang sama setelah memberikan persembahan kepada Buddha dan para pengikut-Nya selama tujuh hari. Buddha Padumuttara berkata bahwa ia akan mencapai aspirasinya saat masa Buddha Gotama. Ketika meninggal dunia, ia kemudian terlahir kembali di surga Tavatiṁsa sebagai dewa.[4]

Gotamī kemudian meninggal dunia dan terlahir kembali ke alam manusia sebagai pemimpin 500 budak perempuan. Dalam kehidupan itu, mereka bertemu dengan sekelompok 500 paccekabuddha ("Buddha Diam yang tidak mengajar Dhamma"). Pada saat itu, mereka membangun gubuk-gubuk dan menyediakan persembahan makanan selama masa retret musim hujan. Setelah retret musim hujan, Pajāpatī Gotamī meminta para pengikutnya menyiapkan jubah untuk para paccekabuddha. Mereka terus melakukan tindakan berjasa sepanjang hidup mereka dan terlahir kembali sebagai dewa di surga Tavatiṁsa.[4]

Para pengikut Pajāpatī Gotami juga mengikuti jejak langkahnya dan mencapai pembebasan sebagai seorang biksuni pada masa Buddha Gotama.[4]

Kehidupan terakhir

Tradisi menyatakan bahwa Māyā dan Mahāpajāpatī Gotamī adalah putri dari klan Koliya dan merupakan saudara perempuan dari Suppabuddha. Mahāpajāpatī adalah bibi dari pihak ibu dan ibu angkat Sang Buddha.[6] Ia membesarkan Sang Buddha setelah saudara perempuannya, Māyā, ibu kandung Sang Buddha, meninggal tujuh hari setelah persalinannya. Dia membesarkan Siddhattha Gotama seolah-olah Dia adalah anaknya sendiri.[7]

Seorang Therī terkemuka, Mahāpajāpatī, lahir di Devadaha sebagai adik perempuan Māyā.[8] Mahāpajāpatī diberi nama demikian karena pada saat kelahirannya, para peramal meramalkan bahwa ia akan memiliki banyak pengikut.[9] Kedua saudari itu menikah dengan Raja Suddhodana, pemimpin Sakya. Ketika Māyā meninggal tujuh hari setelah kelahiran Bodhisatta ("calon Buddha"), Pajāpati Gotamī merawat Bodhisatta.[7] Dia membesarkan Sang Buddha dan memiliki anak-anaknya sendiri, sebagai saudara tiri Gotama, bernama Sundari Nanda (perempuan) dan Nanda (laki-laki).[10][11]

Biksuni pertama

Thumb
Mahapajapati, ibu angkat Sang Buddha, ditahbiskan sebagai biksuni pertama dalam sejarah.

Ketika Raja Suddhodhana wafat, Mahāpajāpatī Gotamī memutuskan untuk meminta penahbisan sebagai seorang biksuni.[7] Gotamī pergi menemui Sang Buddha dan meminta untuk ditahbiskan ke dalam Saṅgha. Sang Buddha menolak dan pergi ke Vesāli. Tanpa gentar, Gotamī memotong rambutnya dan mengenakan jubah kuning. Gotamī, bersama banyak perempuan Sakya pengikutnya, mengikuti Sang Buddha ke Vesāli dengan berjalan kaki.[6][12] Sesampainya di sana, dia mengulangi permintaannya untuk ditahbiskan. Ānanda, salah satu murid utama dan pelayan Sang Buddha, menemuinya dan menawarkan diri untuk menjadi perantara.[6]

Dengan penuh hormat, ia bertanya kepada Sang Buddha, "Bhante, apakah para perempuan mampu merealisasikan berbagai tahap kemuliaan sebagai seorang biksu perempuan?"

"Ya, Ānanda," kata Sang Buddha.

"Jika demikian, Bhante, maka akan baik jika para perempuan dapat ditahbiskan sebagai biksu perempuan (biksuni)," kata Ānanda, terdorong oleh jawaban Sang Buddha.

"Jika, Ānanda, Mahā Pajāpatī Gotamī menerima Delapan Kondisi (Garudhamma), maka akan dianggap bahwa ia telah ditahbiskan sebagai biksu perempuan."[2]

Gotamī setuju menerima Delapan Garudhamma dan diberi status sebagai biksuni pertama pada masa Buddha Gotama.[6] Perempuan-perempuan berikutnya harus menjalani penahbisan penuh untuk menjadi biksuni. Menurut literatur Pāli, ia menjadi seorang Arahat segera setelah ditahbiskan dan Sang Buddha telah memberikannya gelar sebagai biksuni paling senior.

Gotamī wafat pada usianya yang ke-120.[13]

Remove ads

Mahāyāna

Dalam Sutra Teratai (Saddharmapuṇḍarīka 269.1)[14] sebagaimana dilestarikan oleh aliran Mahāyāna, Sang Buddha diyakini telah menyampaikan ramalan kepada Mahāprajāpatī bahwa di masa depan yang jauh nantinya, ia akan menjadi seorang Buddha dengan nama "Sarvasattvapriyadarśana" (सर्वसत्त्वप्रियदर्शन).[15][16] Hal ini berbeda dari kitab-kitab aliran Theravāda yang menjelaskan bahwa Gotamī telah menjadi seorang Arahat setelah penahbisannya, bukan Bodhisatwa.

Referensi

Daftar pustaka

Bacaan lanjutan

Pranala luar

Loading related searches...

Wikiwand - on

Seamless Wikipedia browsing. On steroids.

Remove ads