Top Qs
Timeline
Obrolan
Perspektif
Sutradara Terbaik Festival Film Indonesia
Dari Wikipedia, ensiklopedia bebas
Remove ads
Penghargaan Sutradara Terbaik diberikan dalam Festival Film Indonesia yang diselenggarakan sejak tahun 1955. Di bawah ini adalah daftar penerima penghargaan sutradara terbaik dalam Festival Film Indonesia sejak tahun 1955. Mulai tahun 1979, nama sutradara pemenang diikuti nominasi sutradara terbaik lainnya. Penghargaan Citra, dideskripsikan oleh Screen International sebagai "Oscar-nya Indonesia",[1]
Penghargaan Citra, yang kemudian dikenal sebagai Penghargaan Festival Film Indonesia, pertama kali diberikan di FFI pada awal 1955; pada tahun tersebut, Lilik Sudjio menang dalam kategori Penyutradaraan Terbaik untuk film-nya Tarmina.[2] Pemenang paling terkini adalah Edwin, yang memenangkan Penghargaan Citra pada FFI 2022 untuk penyutradaraannya pada film Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas.
Terdapat sekitar 69 sutradara yang telah masuk nominasi Penghargaan Citra, 25 di antaranya meraih kemenangan setidaknya sebanyak satu kali. Hingga 2012[update] hampir seluruh pesertanya laki-laki, meskipun sutradara perempuan juga sempat ikut berkompetisi sejak Ida Farida masuk nominasi pada 1989 untuk film percintaan-nya Semua Sayang Kamu.[3] Sutradara yang paling banyak meraih kemenangan di FFI adalah Teguh Karya, yang memenangkan enam penghargaan dari sembilan nominasi yang diawali dengan Cinta Pertama pada 1974,[4] kemudian tahun 1975, 1979, 1983, 1986, dan 1989. Sementara nominasi terbanyak dipegang oleh Hanung Bramantyo dengan sebelas nominasi, tetapi baru meraih dua kemenangan; kemudian diikuti oleh Riri Riza dengan tujuh nominasi, tetapi baru memenangkannya satu kali. Tujuh sutradara lainnya yang memenangkan Penghargaan Citra lebih dari satu kali (masing-masing dua kali) adalah: Sjumandjaja (1977 dan 1984), Arifin C. Noer (1982 dan 1990), Slamet Rahardjo (1985 dan 1987), Hanung Bramantyo (2005 dan 2007), Mouly Surya (2008 dan 2018), Joko Anwar (2015 dan 2020), serta Edwin (2017 dan 2022). Empat sutradara: Eduard Pesta Sirait, Sophan Sophiaan, Teddy Soeriaatmadja, dan Upi Avianto telah tiga kali masuk nominasi namun tidak pernah menang; sementara Kamila Andini bahkan telah empat kali dinominasikan namun belum pernah memenangkannya.
Tercatat lima sutradara mendapatkan lebih dari satu nominasi dalam sebuah tahun tunggal, namun tidak semua memenangkan nominasinya pada tahun tersebut. Arifin C. Noer pada 1980 kalah oleh Frank Rorimpandey, Teguh Karya pada 1985 kalah oleh Slamet Rahardjo. Sedangkan Chaerul Umam (1992) dan Rudy Soedjarwo (2004) berhasil memenangkannya. Sementara itu Hanung Bramantyo melakukannya dua kali; pada 2007 dia berhasil menang, tetapi pada 2011 dia harus mengakui keunggulan Ifa Isfansyah.
Pada tahun 2008, dari lima sutradara yang masuk nominasi, empat di antaranya adalah wanita; yaitu: Mouly Surya, Rachmania Arunita, Upi Avianto, dan Viva Westi. Dan pemenangnya adalah Mouly Surya dengan fiksi., sekaligus memenangkan Skenario Terbaik (bersama Joko Anwar). Meskipun demikian, sutradara wanita yang paling banyak mendapatkan nominasi dengan empat nominasi adalah Kamila Andini (2011, 2018, 2021, & 2022) diikuti oleh Upi Avianto dengan tiga nominasi (2008, 2013, & 2016), tetapi baik Kamila maupun Upi tidak pernah memenangkannya. Mouly sendiri masuk nominasi dua kali (2008 & 2018) dan memenangkan keduanya. Selain Mouly, sutradara wanita lain juga sempat 2 kali masuk nominasi adalah Nia Dinata (2004 & 2006); namun tidak memenangkan nominasinya itu.
Dengan kemenangannya pada tahun 2008 (fiksi.), Mouly Surya adalah sutradara wanita pertama yang memenangkan Piala Citra untuk Sutradara Terbaik; dan dengan kemenangannya pada tahun 2018 (Marlina Si Pembunuh dalam Empat Babak), dia menjadi sutradara wanita pertama yang memenangkan penghargaan tersebut dua kali.
Remove ads
Nominasi dan penghargaan
menandakan pemenang |
![]() |
1950–an

1960–an

1970–an

1980–an




1990–an

2000–an


2010–an




2020–an
Remove ads
Catatan
Pada 2007, penghargaan Film Terbaik dan Sutradara Terbaik FFI 2006 dibatalkan, setelah Ekskul karya Nayato Fio Nuala (pemenang tahun 2006) dinyatakan telah melanggar hak cipta karena menjiplak musik dari film-film luar negeri tanpa izin.[132]
Pada 2014, film Cahaya Dari Timur: Beta Maluku sutradara Angga Dwimas Sasongko, berhasil memenangkan penghargaan Film Terbaik, menjadikannya film kedua dalam sejarah FFI sebagai pemenang kategori Film Terbaik dengan jumlah kemenangan paling sedikit (total 2 piala), setelah Senyum di Pagi Bulan Desember pada tahun 1975 yang hanya memenangkan kategori Film Terbaik; serta film pertama yang memenangkan kategori Film Terbaik tanpa sutradara filmnya dinominasikan untuk kategori Sutradara Terbaik.[133]
Remove ads
Catatan Rekor FFI
Lihat pula
Referensi
Wikiwand - on
Seamless Wikipedia browsing. On steroids.
Remove ads