Top Qs
Timeline
Obrolan
Perspektif

Sultan Banjar

Dari Wikipedia, ensiklopedia bebas

Sultan Banjar
Remove ads

Sultan Banjar (Jawi: سلطان بنجر) adalah gelar tradisional bagi penguasa Kesultanan Banjar, sejak pembentukannya pada tahun 1526 sampai pembubarannya pada tahun 1905 dan restorasi kembali pada tahun 2010. Sultan Banjar juga berfungsi sebagai pemimpin spiritual dan adat masyarakat Banjar. Setelah restorasi tahun 2010, Sultan Banjar tidak memiliki kekuatan politik.

Fakta Singkat Kesultanan Banjar, Sedang berkuasa ...
Remove ads

Sejarah

Ringkasan
Perspektif

Pada awalnya, Nan Sarunai dikuasai oleh raja-raja Dayak Maanyan, yang juga memiliki hubungan dengan Kerajaan Tanjung Pematang Sawang di Biaju. Ketika Nan Sarunai dianeksasi oleh Majapahit pada 1300-an, keturunan mereka kemudian mendirikan negara Banjar pertama yang bernama Kerajaan Negara Dipa, Negara Dipa kemudian berganti nama menjadi Kerajaan Negara Daha.

Suriansyah dari Banjar yang merupakan pewaris takhta Maharaja Sukarama, raja Negara Daha, tidak diakui oleh pangeran-pangeran lain yang memiliki ambisi takhta. Setelah kematian Maharaja Sukarama, Pangeran Mangkubumi dan Pangeran Tumanggung, yang menginginkan ambisi tahta, berusaha menyingkirkan Pangeran Samudera. Hal ini kemudian memicu perang saudara yang membawa Negara Daha pada keruntuhannya. Surianyah yang kemudian memeluk Islam memproklamirkan diri sebagai "Sultan", yang kemudian mendirikan Kesultanan Banjar di ibukota baru, Banjarmasin.[1][2][3]

Pemerintahannya dilanjutkan oleh keturunannya, termasuk Rahmatullah dari Banjar dan Hidayatullah I dari Banjar. Selama pemerintahan Mustain Billah dari Banjar, Banjar mencapai kejayaannya dan berhasil lepas dari dominasi Demak yang runtuh; pada masa ini VOC Belanda mulai tertarik dengan Banjar yang menjadi eksportir lada terbesar di Nusantara. Konflik antara Sultan Mustain Billah dengan VOC pada tahun 1638 dan kekalahan Belanda menyerang Banjarmasin memperkuat posisi Banjar saat itu.[4][5] Belanda akhirnya setuju untuk melakukan rekonsiliasi dengan pengganti Mustain Billah, Inayatullah dari Banjar, bersepaham dengan Saidullah dari Banjar dan akhirnya menandatangani perjanjian damai dengan Rakyatullah dari Banjar.[6]

Meskipun begitu, Belanda mulai kembali ikut campur dengan urusan dalam negeri Banjar selama Perang Saudara antara Sultan Agung dari Banjar dengan Tahlilullah dari Banjar. Kemenangan Tahlilullah atas Sultan Agung pada 1679 memperkuat posisi Belanda untuk ikut campur dalam kebijakan ekonomi Banjar. korespondensi antara Sultan Tahmidullah I dari Banjar kepada VOC-Belanda terjadi sejak tanggal 27 Mei 1702 sampai 14 Maret 1713.[7]

Melalui jalur ekonomi, Belanda perlahan mendominasi kebijakan-kebijakan para sultan. Pada masa pemerintahan Tahmidullah II dari Banjar, ia menyerahkan banyak wilayah kepada Belanda, namun pada akhirnya mengambil sikap permusuhan secara diplomatik. Pada akhir pemerintahannya, Belanda memutuskan untuk meninggalkan Banjar setelah memastikan tidak ada keuntungan lebih lanjut yang bisa didapatkan dari Banjar.[8][9] Pemerintahan putranya, Sulaiman dari Banjar, berhasil mengembalikan wilayah-wilayah yang sebelumnya diserahkan dalam Kontrak Persetujuan Karang Intan I dan Kontrak Persetujuan Karang Intan II.[10][11]

Krisis suksesi Adam dari Banjar pada tahun 1857 sampai 1858 membuat Banjar terpecah menjadi dua kekuatan utama, Tamjidillah II dari Banjar dan Hidayatullah II dari Banjar. Kekalahan Tamjidillah II yang didukung Belanda membuat Belanda tidak menerima pemerintahan Hidayatullah II,[12][13] yang kemudian berujung kepada Perang Banjar. Setelah pengasingan Hidayatullah II ke Cianjur, Pangeran Antasari memimpin sisa-sisa perlawanan terhadap Belanda, dan menjadikan Puruk Cahu sebagai basis perlawanannya.[14] Setelah Antasari meninggal dunia karena penyakit paru-paru, Muhammad Seman melanjutkan perlawanannya, namun akhirnya terbunuh pada tahun 1905, yang berujung pada pembubaran Kesultanan Banjar.[15][16]

Pada tahun 2010, pemerintah Indonesia menyetujui restorasi Kesultanan Banjar dan dalam Milad ke-508, Khairul Saleh dilantik sebagai Sultan Banjar dengan gelar "al-Mu'tashim Billah".[17][16][18][19]

Remove ads

Suksesi

Secara tradisional, posisi Sultan Banjar diwariskan turun temurun dari Wangsa Banjarmasin. Salah satu syarat suksesi adalah Putra Mahkota yang akan diangkat menjadi Sultan telah berusia 18 tahun, apabila syarat ini belum terpenuhi, maka pemerintahan akan dijalankan oleh seorang yang dipilih dari saudara-saudara atau kerabat sultan sebelumnya sebagai Wali Sultan, yang berkuasa sebagaimana Sultan itu sendiri; namun tetap tidak dapat mengecualikan hubungan sang Sultan dengan Wangsa. Sultan Banjar secara formal disebut "Paduka Seri Sultan", namun juga disebut "Susuhunan", dan terkadang bergelar "Panembahan".[20][21][22][23][24][25][26][27][28][29][30][31][32][33]

Remove ads

Daftar

Ringkasan
Perspektif
Informasi lebih lanjut No., Gambar ...
Remove ads

Silsilah

Informasi lebih lanjut Silsilah Sultan-sultan Banjar ...
Remove ads

Referensi

Rujukan

Loading related searches...

Wikiwand - on

Seamless Wikipedia browsing. On steroids.

Remove ads