Top Qs
Timeline
Obrolan
Perspektif
Jalan Tol Trans-Jawa
ruas jalan tol di Indonesia Dari Wikipedia, ensiklopedia bebas
Remove ads
Jalan Tol Trans‑Jawa adalah jaringan jalan tol atau jalan bebas hambatan di Pulau Jawa, Indonesia, yang membentang dari Pelabuhan Merak di Kota Cilegon, Banten hingga Pelabuhan Ketapang di Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur. Jalan tol ini menjadi koridor utama yang menghubungkan dua kota terbesar di Indonesia, yaitu DKI Jakarta[a] dan Kota Surabaya, Jawa Timur. Sebagian besar trase jalan tol Trans-Jawa berada di pesisir utara Jawa, kecuali pada ruas antara Kota Semarang, Jawa Tengah dan Kota Surabaya yang melalui jalur lintas tengah Jawa.[1] Membentang sepanjang sekitar 1.167 kilometer (725 mi) melalui Kota Semarang, jalan tol ini melintasi lima provinsi di Pulau Jawa serta menghubungkan berbagai pusat ekonomi, industri, dan pelabuhan di wilayah barat, tengah, hingga timur Jawa.[2]
Artikel ini membahas mengenai bangunan, struktur, infrastruktur, atau kawasan terencana yang sedang dibangun atau akan segera selesai. |
Pembangunan Jalan Tol Trans-Jawa telah memberikan dampak positif bagi pertumbuhan ekonomi antarwilayah dan berbagai sektor usaha di seluruh wilayah Pulau Jawa. Selain itu, secara signifikan tol Trans-Jawa berhasil mengubah cara dan meningkatkan efisiensi perjalanan jarak jauh melalui darat, perjalanan dari Jabodetabek menuju Kota Surabaya maupun sebaliknya, kini dapat ditempuh sekitar 10 jam.[3][4]
Remove ads
Sejarah
Ringkasan
Perspektif
Pra-kemerdekaan
Pada masa kolonial Belanda, tepatnya tanggal 28 April 1808, Gubernur Jenderal Herman Willem Daendels memulai perjalanan menuju Kota Semarang untuk melakukan konsolidasi dengan pejabat yang berada di Kegubernuran Pantai Timur Laut Jawa atau Java’s Noordoost Kust, termasuk Ujung Timur.[5]
Setibanya di Kota Semarang, setelah ia melihat sendiri kondisi jalan yang dilalui sejak berangkat dari Kota Bogor, pada tanggal 5 Mei 1808 ia mengeluarkan sebuah perintah berupa besluit, untuk membangun Jalan Raya Pos atau De Groote Postweg, dengan tahap pertama yaitu dimulai dari Kota Bogor ke Karangsambung.[b][5] Kemudian dilanjutkan hingga menghubungkan Anyer, Kabupaten Serang, Banten dengan Panarukan di Kabupaten Situbondo, Jawa Timur yang saat itu terdapat pelabuhan yang dijadikan sebagai tempat pengumpulan komoditas ekspor berupa hasil alam seperti kakao, kopi, dan gula yang dihasilkan di wilayah Tapal Kuda atau saat itu disebut Oosthoek.[7][8]
Perintah tersebut didasarkan pada pasal 29 Instruksi Raja Louis Napoléon Bonaparte kepada Gubernur Jenderal Daendels, yang menyatakan bahwa ia wajib memperhatikan perbaikan dan merancang prasarana yang paling sesuai dengan kondisi yang ada, melalui kesepakatan bersama dengan para bupati, demi tercapainya kesejahteraan di Hindia Timur. Pada pertemuannya dengan 38 bupati di Kota Semarang, ia meminta agar mereka membantu pembangunan ruas Karangsambung hingga Kota Surabaya dengan menggunakan sistem kerja wajib (heerendiensten).[5][9]
Pasca-kemerdekaan
Setelah kemerdekaan Indonesia, jalur tersebut beralih fungsi menjadi rute utama kendaraan dari wilayah Jabodetabek menuju Kota Bandung, Kota Semarang, hingga Kota Surabaya. Namun, karena jalur tersebut yang melintasi Kota Bandung memiliki medan yang sulit berupa pegunungan sehingga membutuhkan waktu yang lama, maka dibangunlah jalur pesisir utara Jawa yang kemudian dikenal sebagai Jalan Pantura (lintas utara Jawa) untuk mempersingkat waktu perjalanan dan memisahkan Kota Bandung dari ruas jalan utama.[10]
Seiring berjalannya waktu, Jalur Pantai Utara menunjukkan tren peningkatan intensitas dan durasi kemacetan, terutama selama periode arus mudik maupun liburan, seperti Idulfitri, Natal dan Tahun Baru, ketika volume kendaraan mencapai titik puncaknya.[11] Kondisi tersebut diperparah oleh terbukanya akses jalan bagi seluruh jenis pengguna, termasuk pejalan kaki dan kendaraan lokal. Selain itu, banyaknya pekerjaan pemeliharaan yang dilakukan di sejumlah titik serta adanya pasar tumpah dan lampu lalu lintas, turut menghambat kelancaran arus lalu lintas di jalur ini.[12]
Sebagai salah satu upaya mengatasi masalah ini, Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Koordinator Kompartimen Pekerjaan Umum dan Tenaga mulai merencanakan pembangunan bypass Jagorawi pada pertengahan tahun 1965. Setahun kemudian pada tanggal 27 Januari 1966, Presiden Sukarno menandatangani Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 1966 yang mengamanatkan pembentukan Otoritas Jalan Raya Jagorawi.[13]
Kemudian, Pemerintahan Suharto memulai pembangunan jalan tol pada dekade 1970-an, dimulai dengan tol pertama di Indonesia, yaitu Jalan Tol Jagorawi (Jakarta–Bogor–Ciawi) yang dibangun sejak bulan Oktober 1974, mulai diresmikan pada tanggal 9 Maret 1978, dan beroperasi penuh hingga Ciawi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat pada bulan Agustus 1979. Di waktu bersamaan pada tanggal 1 Maret 1978, Pemerintah Indonesia mendirikan PT Jasa Marga, yang ditugaskan sebagai pengelola untuk memelihara jalan tol dan melakukan pungutan terhadap kendaraan yang menggunakannya.[14][15]
Fase konstruksi pertama mencakup:
- Ruas Lingkar Semarang, selesai pada tahun 1983.
- Ruas Jakarta–Tangerang, selesai pada tahun 1984.
- Ruas Surabaya–Gempol, selesai pada tahun 1986.
- Ruas Jakarta–Cikampek (72 km), menyusul setelah tahun 1988.
- Ruas Tangerang–Merak (72 km), selesai pada tahun 1992, menghubungkan Merak–Jakarta. Pembangunan selanjutnya sempat terhenti setelahnya.[16]
Pada tahun 1995, pemerintah mempercepat pembangunan tol, tetapi pada masa krisis finansial Asia 1997, proyek massal tersebut dihentikan. Hanya beberapa seksi yang sempat diselesaikan: sebagian dari Jakarta Outer Ring Road (1995) dan Palimanan–Kanci (1998).[17]
Setelah kejatuhan Soeharto, pembangunan kembali melambat. Hingga pada Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, tepatnya pada tanggal 28 Juni 2005, Departemen Pekerjaan Umum membentuk Badan Pengatur Jalan Tol. Pada tanggal 18 April 2007, pembangunan ruas Surabaya–Mojokerto dimulai,[18] diikuti dengan pembangunan ruas Kanci–Pejagan pada bulan Juli 2008.[19][20]
Di bawah Pemerintahan Joko Widodo, pembangunan dipercepat, diawali dengan penyelesaian ruas Cikampek–Palimanan sepanjang 116 km, yang menjadi bagian penting karena memotong jalur pantura paling padat.[21][22]
Pada tanggal 20 Desember 2018, Presiden Joko Widodo meresmikan beroperasinya Jalan Tol Trans-Jawa sepanjang lebih dari 1.000 km yang telah tersambung, menghubungkan Pelabuhan Merak, Kota Cilegon, Banten hingga Kota Surabaya dan Gempol, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur. Sebagai bagian dari peresmian, rombongan Presiden bersama Ibu Negara Iriana Joko Widodo, para Menteri, serta wartawan melakukan perjalanan menggunakan bus Damri dari Kota Surabaya menuju DKI Jakarta. Acara peresmian digelar di dua lokasi. Lokasi pertama berada di KM 671+500 atau sebelum Simpang Susun Bandar, tepat di perbatasan antara Jalan Tol Ngawi–Kertosono dan Jalan Tol Kertosono–Mojokerto, yang berada di Bandarkedungmulyo, Kabupaten Jombang, Jawa Timur. Di petang harinya, acara berlanjut di Jembatan Kali Kuto, yang berada di atas perbatasan antara Kabupaten Kendal dan Batang, Jawa Tengah.[23][24]
Hingga tahun 2023, tersisa ruas Probolinggo–Banyuwangi (± 170 km) yang belum terbangun. Pembangunan Jalan Tol Probowangi masih lambat akibat kendala dalam pembebasan lahan, serta melewati Taman Nasional Baluran dan Pusat Latihan Tempur (Puslatpur) Marinir TNI AL Karang Tekok, Kabupaten Situbondo, Jawa Timur. Jalan Tol Probowangi seksi Probolinggo–Paiton, yang terletak di dekat Kawasan Pembangkit Listrik Tenaga Uap Paiton, Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur direncanakan akan diresmikan pada akhir tahun 2025.[25][26]
Remove ads
Peta
Ruas Utama
Berikut ini adalah peta Ruas Utama Jalan Tol Trans Jawa di 2025

Interkoneksi
Berikut ini adalah peta Interkoneksi Jalan Tol Trans Jawa, diperbarui per Juli 2025[27][28][29][30][31][32]

Peta sebelumnya
Untuk referensi, berikut adalah peta Jalan Tol Trans Jawa pada Juli 2020[33][34][35]

Ruas utama
Ringkasan
Perspektif
Berikut ini adalah tabel ruas utama Jalan Tol Trans-Jawa yang menghubungkan DKI Jakarta (Simpang Susun Tomang, Grogol Petamburan, Jakarta Barat) dengan Pelabuhan Merak di Kota Cilegon, Banten dan (Simpang Susun Cawang, Kramat Jati, Jakarta Timur) dengan Pelabuhan Ketapang di Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur. [36]
Remove ads
Ruas pendukung
Ringkasan
Perspektif
Seiring perkembangan zaman, laju pertumbuhan ekonomi dan pembangunan infrastruktur di beberapa daerah di Pulau Jawa meningkat pesat. Hal itulah yang mendorong pemerintah, investor, kontraktor, dan masyarakat berinisiatif untuk membangun beberapa ruas jalan tol pendukung sebagai akses menuju beberapa daerah yang tidak dilewati ruas utama Jalan Tol Trans-Jawa.
Berikut ini adalah tabel ruas pendukung Jalan Tol Trans-Jawa.[37]
Remove ads
Rencana/Tahap Pembangunan
Remove ads
Catatan
- Jakarta bukanlah kota, melainkan daerah khusus setingkat provinsi yang terdiri dari 1 kabupaten dan 5 kota administrasi
- Kini bagian dari Kecamatan Tomo di Kabupaten Sumedang, Jawa Barat.[6]
Dampak
Selesainya Jalan Tol Trans-Jawa dari Jakarta ke Surabaya pada tahun 2018 menyebabkan peningkatan layanan bus antarkota di Indonesia. Pada masa ini, beberapa perusahaan bus antarkota mulai mengoperasikan armada bus tingkat.[69]
Galeri
- Pintu Tol Gerbang Palimanan
- Pintu Keluar Tol Brebes-Tegal hingga Menuju Tol Ke Kota Semarang
- Tol Trans Jawa Menuju Ke Jakarta, Dapat Dilihat Pemandangan Gunung Disertai Tegangan Tinggi Sutet
- Pintu Keluar Tol Pejagan-Purwokerto Hingga Menuju Tol Ke Kota Semarang
- Jalan Tol Semarang-Solo Hingga Menuju Ke Surabaya
- Pintu Keluar Tol Ngawi-Cepu-Magetan Hingga Menuju Tol Ke Kota Surabaya
- Pintu Keluar Tol Madiun-Magetan-Ponorogo Hingga Menuju Ke Kota Surabaya
- Pintu Keluar Tol Driyorejo-Lakasantri-Benowo Hingga Menuju Ke Kota Surabaya
- Pintu Tol Gerbang Mojokerto
Remove ads
Lihat pula
Referensi
Wikiwand - on
Seamless Wikipedia browsing. On steroids.
Remove ads