Top Qs
Timeline
Obrolan
Perspektif
Sejarah
peristiwa masa lalu dan jejak atau catatannya, dipelajari oleh berbagai cabang ilmu sejarah manusia Dari Wikipedia, ensiklopedia bebas
Remove ads
Sejarah adalah kajian sistematis mengenai masa lalu, dengan fokus utama pada masa lalu umat manusia. Sebagai sebuah disiplin akademik, sejarah menganalisis dan menafsirkan berbagai bukti untuk membangun naratif tentang apa yang telah terjadi serta menjelaskan mengapa hal itu terjadi. Sejumlah pemikir menggolongkan sejarah sebagai ilmu sosial, sementara yang lain memandangnya sebagai bagian dari humaniora, atau bahkan sebagai disiplin hibrida yang memadukan keduanya. Perdebatan serupa juga muncul terkait tujuan sejarah, misalnya, apakah tujuan utamanya bersifat teoretis, yakni untuk menyingkap kebenaran, atau bersifat praktis, yakni untuk memetik pelajaran dari masa lampau. Dalam pengertian yang lebih umum, istilah sejarah tidak merujuk pada bidang akademik, melainkan pada masa lalu itu sendiri, pada kurun waktu tertentu di masa silam, atau pada teks-teks individual yang membahas masa lalu.
| Bagian dari sebuah seri tentang |
| Sejarah |
|---|
|
Penelitian sejarah bergantung pada sumber primer dan sumber sekunder untuk merekonstruksi peristiwa-peristiwa masa lampau serta memverifikasi tafsir yang dihasilkan. Kritik sumber digunakan untuk menilai sumber-sumber tersebut, mencermati keaslian, isi, dan tingkat keandalannya. Sejarawan berupaya mengintegrasikan berbagai perspektif dari sejumlah sumber guna menyusun narasi yang utuh dan koheren. Beragam aliran pemikiran, seperti positivisme, Aliran Annales, Marxisme, dan postmodernisme, masing-masing memiliki pendekatan metodologis yang khas.
Sejarah merupakan disiplin yang luas dengan banyak cabang kajian. Sebagian berfokus pada periode waktu tertentu, seperti sejarah kuno, sementara yang lain menitikberatkan pada kawasan geografis tertentu, misalnya sejarah Afrika. Klasifikasi tematik mencakup sejarah politik, sejarah militer, sejarah sosial, dan sejarah ekonomi. Cabang-cabang yang terkait dengan metode dan sumber penelitian tertentu antara lain sejarah kuantitatif, sejarah komparatif, dan sejarah lisan.
Sebagai bidang penyelidikan, sejarah muncul pada masa kuno untuk menggantikan narasi-narasi mitologis, dengan tradisi awal yang berpengaruh berasal dari Yunani, Tiongkok, dan kemudian dari Dunia Islam. Penulisan sejarah terus berevolusi sepanjang zaman dan menjadi semakin profesional, terutama pada abad ke-19, ketika metodologi yang ketat dan berbagai lembaga akademik mulai terbentuk. Sejarah berhubungan erat dengan banyak bidang lain, termasuk historiografi, filsafat, pendidikan, dan politik.
Remove ads
Definisi
Ringkasan
Perspektif
Sebagai sebuah disiplin akademik, sejarah merupakan kajian tentang masa lampau, dengan fokus utama pada perjalanan masa lalu umat manusia.[1] Disiplin ini berupaya memaknai dan menggambarkan apa yang telah terjadi melalui pengumpulan serta analisis bukti untuk membangun sebuah naratif. Naratif-naratif tersebut tidak hanya menjelaskan bagaimana peristiwa berkembang dari waktu ke waktu, tetapi juga mengapa dan dalam konteks apa peristiwa itu terjadi, dengan memberikan penjelasan mengenai kondisi latar dan mekanisme kausal yang relevan. Sejarah juga menelaah makna dari peristiwa-peristiwa historis beserta dorongan manusiawi yang mendasarinya.[2]
Dalam pengertian yang sedikit berbeda, istilah sejarah juga dapat merujuk pada peristiwa masa lalu itu sendiri. Dalam pemahaman ini, sejarah berarti apa yang telah terjadi, bukan bidang ilmu yang mempelajarinya. Ketika digunakan sebagai kata benda yang dapat dihitung, sebuah sejarah berarti representasi tentang masa lampau dalam bentuk tulisan sejarah. Teks-teks sejarah merupakan produk budaya yang melibatkan penafsiran dan rekonstruksi yang aktif. Narasi yang disajikan di dalamnya dapat berubah seiring ditemukannya bukti baru atau ditafsirkannya kembali sumber-sumber yang telah dikenal. Sebaliknya, masa lalu itu sendiri bersifat statis dan tak dapat diubah.[3] Sebagian sejarawan menekankan aspek interpretatif dan penjelasan ini untuk membedakan sejarah dari kronik, dengan berargumen bahwa kronik hanya mencatat peristiwa secara berurutan, sedangkan sejarah berupaya memahami sebab, konteks, dan akibat dari peristiwa-peristiwa tersebut secara menyeluruh.[4][a]
Secara tradisional, sejarah terutama berfokus pada dokumen tertulis. Bidang ini menitikberatkan pada sejarah tertulis sejak penemuan tulisan, sementara prasejarah[b] menjadi wilayah kajian disiplin lain seperti arkeologi.[7] Cakupan sejarah mulai meluas pada abad ke-20, ketika para sejarawan mulai menaruh minat pada masa lalu manusia sebelum adanya tulisan.[8][c]
Para sejarawan memperdebatkan apakah sejarah termasuk ilmu sosial atau bagian dari humaniora. Layaknya ilmuwan sosial, sejarawan merumuskan hipotesis, mengumpulkan bukti objektif, dan menyusun argumen berdasarkan bukti tersebut. Namun, sejarah juga sangat terkait dengan humaniora karena ketergantungannya pada aspek-aspek subjektif seperti penafsiran, penceritaan, pengalaman manusia, dan warisan budaya.[10] Sebagian sejarawan dengan tegas mendukung salah satu klasifikasi tersebut, sementara yang lain memandang sejarah sebagai disiplin hibrida yang tidak dapat sepenuhnya dimasukkan ke dalam salah satu kategori saja.[11] Sejarah juga berlawanan dengan sejarah semu, yakni istilah yang digunakan untuk menggambarkan praktik yang menyimpang dari standar historiografis dengan bergantung pada bukti yang diperdebatkan, secara selektif mengabaikan bukti sahih, atau menggunakan cara-cara lain untuk memutarbalikkan catatan sejarah. Sering kali didorong oleh agenda ideologis tertentu, praktik pseudo-sejarah meniru metodologi sejarah guna mempromosikan narasi yang bias dan menyesatkan, tanpa dukungan analisis yang ketat maupun konsensus ilmiah.[12]
Tujuan
Beragam pandangan telah diajukan mengenai tujuan atau nilai dari sejarah. Beberapa sejarawan berpendapat bahwa fungsi utamanya ialah untuk menemukan kebenaran tentang masa lampau secara murni. Pandangan ini menekankan bahwa pencarian kebenaran tanpa pamrih merupakan tujuan akhir, sementara tujuan-tujuan eksternal yang terkait dengan ideologi atau politik dapat mengancam ketepatan penelitian sejarah dengan mendistorsi fakta masa lalu. Dalam peran ini, sejarah juga berfungsi menantang mitos-mitos tradisional yang tidak memiliki dasar faktual.[13][d]
Pandangan lain berpendapat bahwa nilai utama sejarah terletak pada pelajaran yang dapat diambil darinya bagi masa kini. Gagasan ini berangkat dari keyakinan bahwa pemahaman akan masa lalu dapat menjadi pedoman dalam pengambilan keputusan, misalnya untuk menghindari pengulangan kesalahan yang sama di masa lampau.[15] Pandangan yang berdekatan menyoroti nilai sejarah dalam memberikan pemahaman yang luas mengenai kondisi manusia, dengan menyadarkan orang akan keberagaman perilaku manusia dalam berbagai konteks, serupa dengan wawasan yang diperoleh ketika mengunjungi negeri-negeri asing.[16] Sejarah juga dapat memperkuat kohesi sosial dengan memberi masyarakat sebuah identitas kolektif yang bersumber dari masa lalu bersama, membantu menjaga serta menumbuhkan warisan budaya dan nilai-nilai antar generasi.[17] Bagi sebagian cendekiawan, termasuk para Sejarawan Whig dan sejarawan Marxis E. H. Carr, sejarah merupakan kunci untuk memahami masa kini[18] dan, dalam pandangan Carr, juga untuk membentuk masa depan.[19]
Sejarah terkadang dimanfaatkan untuk tujuan politik atau ideologis, misalnya untuk membenarkan tatanan yang ada dengan menonjolkan kehormatan tradisi tertentu, atau untuk mendorong perubahan dengan menyoroti ketidakadilan masa lalu.[20] Dalam bentuk yang ekstrem, bukti dapat sengaja diabaikan atau disalahartikan guna membangun narasi yang menyesatkan, yang berujung pada pseudosains sejarah atau penyangkalan sejarah.[12][e] Contoh-contoh berpengaruh dari hal ini mencakup penyangkalan Holokaus, penyangkalan genosida Armenia, penyangkalan Pembantaian Nanjing, dan penyangkalan Holodomor.[22]
Etimologi

Kata sejarah dalam bahasa Indonesia diturunkan dari bentuk Melayu sejarah[24] berakar dari bahasa Arab شَجَرَةٌ syajarah ("pohon") yang juga memiliki bentuk sekerabat dalam bahasa Persia shajareh / شجره ("silsilah keluarga, genealogi").[25][26] Kata "tarikh" yang diserap dari bahasa Arab تَارِيْخٌ (tārīkh) dalam bahasa Indonesia juga merujuk pada konsep waktu, penanggalan, kronologi dan sejarah/riwayat.[27]
Kata histori atau historis[28][29] dalam bahasa Indonesia merupakan serapan dari bahasa Inggris (history) yang berasal dari Yunani Kuno ἵστωρ (histōr), yang berarti 'orang yang berpengetahuan, bijak'. Dari istilah ini muncul kata Yunani ἱστορία (historiā), yang memiliki makna luas terkait dengan penyelidikan secara umum dan penyampaian kesaksian. Istilah tersebut kemudian diadopsi ke dalam Bahasa Latin Klasik sebagai historia. Pada masa Helenistik dan Kekaisaran Romawi, makna kata ini bergeser, menekankan aspek naratif dan seni penyajian, alih-alih semata-mata berfokus pada penyelidikan dan kesaksian.[30]
Kata ini masuk ke dalam Bahasa Inggris Pertengahan pada abad ke-14 melalui istilah Prancis Kuno histoire.[31] Pada masa itu, history bermakna 'kisah, cerita', mencakup baik narasi faktual maupun fiksi. Pada abad ke-15, maknanya meluas untuk mencakup cabang pengetahuan yang mempelajari masa lalu, selain kisah atau narasi tentang peristiwa lampau.[32]
Pada abad ke-18 dan ke-19, istilah history semakin erat dikaitkan dengan catatan faktual dan penyelidikan berbasis bukti, seiring dengan proses profesionalisasi bidang kajian sejarah, makna yang masih dominan hingga kini.[33] Makna ganda ini, yang merujuk sekaligus pada kisah dan pada catatan faktual tentang masa lalu, juga tampak dalam istilah untuk sejarah dalam berbagai bahasa Eropa lainnya. Misalnya, dalam bahasa Prancis histoire, bahasa Italia storia, dan bahasa Jerman Geschichte.[34]
Remove ads
Metode
Ringkasan
Perspektif
Metode sejarah adalah seperangkat teknik yang digunakan oleh para sejarawan untuk meneliti dan menafsirkan masa lalu, mencakup proses pengumpulan, penilaian, serta penyintesisan bukti.[f] Metode ini bertujuan menjamin ketelitian ilmiah, ketepatan, dan keandalan dalam pemilihan, analisis, serta penafsiran bukti sejarah.[36]
Penelitian sejarah umumnya dimulai dengan sebuah pertanyaan penelitian untuk menentukan ruang lingkup kajian. Beberapa pertanyaan penelitian berfokus pada deskripsi sederhana mengenai apa yang terjadi, sementara yang lain berupaya menjelaskan mengapa suatu peristiwa tertentu berlangsung, menolak teori yang sudah ada, atau membuktikan hipotesis baru.[37]
Sumber dan kritik sumber
Untuk menjawab pertanyaan penelitian, sejarawan mengandalkan berbagai jenis bukti guna merekonstruksi masa lalu dan mendukung kesimpulan mereka. Bukti sejarah biasanya dibagi menjadi sumber primer dan sumber sekunder.[38]
Sumber primer adalah sumber yang berasal dari periode waktu yang sedang dikaji. Bentuknya beragam, seperti dokumen resmi, surat, catatan harian, kesaksian langsung, foto, serta rekaman audio atau video. Sumber primer juga mencakup peninggalan sejarah yang diteliti dalam bidang arkeologi, geologi, dan ilmu kedokteran, misalnya artefak dan fosil yang ditemukan melalui penggalian. Sumber primer memberikan bukti paling langsung mengenai suatu peristiwa sejarah.[39]

Sumber sekunder adalah sumber yang menganalisis atau menafsirkan informasi dari sumber lain.[41] Status suatu dokumen sebagai sumber primer atau sekunder tidak hanya bergantung pada sifat dokumennya, tetapi juga pada tujuan penggunaannya. Misalnya, jika seorang sejarawan menulis teks tentang perbudakan berdasarkan analisis terhadap dokumen-dokumen sejarah, maka teks tersebut merupakan sumber sekunder tentang perbudakan, tetapi juga sumber primer mengenai pandangan sang sejarawan.[42][g]
Konsistensi dengan sumber yang tersedia merupakan salah satu tolok ukur utama dalam karya sejarah. Penemuan sumber baru, misalnya, dapat membuat sejarawan meninjau kembali atau bahkan menolak narasi yang sebelumnya diterima.[44] Untuk menemukan dan mengakses sumber primer maupun sekunder, sejarawan memanfaatkan arsip, perpustakaan, dan museum. Arsip berperan penting dalam menjaga serta menyediakan ribuan sumber asli secara sistematis dan mudah diakses. Berkat kemajuan teknologi, para sejarawan kini semakin banyak bergantung pada sumber daring yang menawarkan beragam basis data digital dengan cara pencarian yang efisien.[45]
Kritik sumber adalah proses analisis dan penilaian terhadap informasi yang diberikan oleh suatu sumber.[h] Proses ini biasanya dimulai dengan kritik eksternal, yakni evaluasi terhadap keaslian sumber. Tahap ini menyoroti kapan dan di mana sumber tersebut dibuat, siapa penulisnya, apa motivasinya dalam menyusun sumber itu, serta apakah dokumen tersebut mengalami perubahan sejak pertama kali dibuat. Proses ini juga mencakup pembedaan antara karya asli, salinan, dan pemalsuan.[47]
Kritik internal menilai isi suatu sumber, dimulai dengan upaya memahami makna yang terkandung di dalamnya. Tahap ini dapat melibatkan penafsiran ulang terhadap istilah yang mungkin disalahpahami, atau penerjemahan umum jika sumber ditulis dalam bahasa yang tidak dikenal.[i] Setelah isi sumber dipahami, kritik internal berfokus pada penentuan tingkat ketepatan informasi. Peneliti menanyakan apakah informasi tersebut dapat dipercaya atau justru menyesatkan, dan apakah sumber tersebut lengkap atau mengabaikan rincian penting. Salah satu cara menilainya ialah dengan mempertimbangkan sejauh mana penulis mampu memberikan gambaran yang setia terhadap peristiwa yang diteliti. Pendekatan lain mencakup penilaian terhadap pengaruh niat, bias, serta pembandingan dengan sumber kredibel lainnya. Kesadaran akan keterbatasan suatu sumber membantu sejarawan menentukan sejauh mana sumber itu dapat dipercaya dan bagaimana menggunakannya dalam penyusunan narasi sejarah.[49]
Sintesis dan aliran pemikiran
Proses seleksi, analisis, dan kritik terhadap sumber menghasilkan pembenaran atas sekumpulan besar pernyataan yang umumnya terpisah-pisah mengenai masa lalu. Langkah berikutnya, yang kerap disebut sintesis historis, dilakukan ketika sejarawan menelaah bagaimana potongan-potongan bukti tersebut saling berkaitan sehingga membentuk bagian dari kisah yang lebih luas.[j] Membangun perspektif yang lebih menyeluruh ini penting untuk mencapai pemahaman yang utuh terhadap suatu topik. Tahapan ini merupakan aspek kreatif[k] dalam penulisan sejarah, karena melibatkan upaya merekonstruksi, menafsirkan, dan menjelaskan peristiwa dengan menunjukkan keterhubungan antara berbagai kejadian.[52] Dengan cara ini, sejarawan tidak hanya berupaya menjawab pertanyaan tentang peristiwa apa yang terjadi, tetapi juga mengapa hal itu terjadi dan apa dampaknya.[53] Meskipun tidak ada teknik yang diterima secara universal untuk melakukan sintesis ini, sejarawan memanfaatkan beragam alat dan pendekatan interpretatif dalam prosesnya.[54]

Salah satu alat metodologis yang membantu memberikan gambaran menyeluruh terhadap perkembangan yang kompleks adalah penggunaan periodisasi, yaitu pembagian rentang waktu ke dalam periode-periode tertentu, masing-masing berpusat pada tema atau perkembangan utama yang membentuk karakter masanya. Misalnya, sistem tiga zaman secara tradisional digunakan untuk membagi sejarah manusia awal menjadi Zaman Batu, Zaman Perunggu, dan Zaman Besi, berdasarkan bahan serta teknologi dominan pada setiap periode tersebut.[56]
Alat metodologis lainnya adalah penelaahan terhadap "keheningan", celah, atau penghilangan dalam catatan sejarah, yakni peristiwa yang terjadi tetapi tidak meninggalkan jejak bukti yang berarti. Keheningan bisa muncul karena orang-orang pada zaman itu menganggap informasi tertentu terlalu jelas untuk dicatat, tetapi juga dapat disebabkan oleh motif tertentu untuk menahan atau memusnahkan informasi.[57][l]
Sebaliknya, ketika tersedia kumpulan data dalam jumlah besar, pendekatan sejarah kuantitatif dapat digunakan. Misalnya, sejarawan ekonomi dan sosial kerap menerapkan analisis statistik untuk mengidentifikasi pola dan kecenderungan yang berkaitan dengan kelompok besar masyarakat.[60]
Beragam aliran pemikiran dalam historiografi juga membawa implikasi metodologis tersendiri dalam cara penulisan sejarah.[61] Kaum positivis menekankan sifat ilmiah dari penyelidikan sejarah, dengan fokus pada bukti empiris untuk menemukan kebenaran objektif.[62] Sebaliknya, para postmodernis menolak narasi agung yang mengklaim menawarkan satu kebenaran objektif. Mereka menyoroti sifat subjektif dari penafsiran sejarah, yang membuka jalan bagi keberagaman perspektif yang saling berbeda.[63] Kaum Marxis menafsirkan perkembangan sejarah sebagai manifestasi dari kekuatan ekonomi dan perjuangan kelas.[64] Sementara itu, Aliran Annales menekankan kecenderungan sosial dan ekonomi jangka panjang dengan mengandalkan metode kuantitatif serta pendekatan interdisipliner.[65] Para sejarawan feminis menelaah peran gender dalam sejarah, dengan perhatian khusus terhadap pengalaman perempuan untuk menantang perspektif patriarkal.[66]
Remove ads
Bidang kajian
Ringkasan
Perspektif
Sejarah merupakan bidang kajian yang amat luas, mencakup banyak cabang dan pendekatan. Beberapa cabang berfokus pada rentang waktu tertentu, sementara yang lain menyoroti wilayah geografis atau tema khusus. Ragam spesialisasi ini umumnya dapat dipadukan; misalnya, suatu karya tentang sejarah ekonomi Mesir kuno menggabungkan perspektif temporal, regional, dan tematik sekaligus. Untuk topik yang berskala luas, jumlah sumber primer sering kali terlalu besar untuk ditelaah oleh satu orang sejarawan, sehingga mereka harus mempersempit ruang kajian atau mengandalkan sumber sekunder guna memperoleh gambaran menyeluruh.[67]
Berdasarkan periode
Pembagian kronologis merupakan cara umum untuk menata rentang sejarah yang amat luas menjadi segmen-segmen yang lebih mudah dikelola. Setiap periode biasanya ditentukan berdasarkan tema dominan yang mencirikan suatu kurun waktu, beserta peristiwa penting yang menandai awal atau akhir perkembangannya. Tergantung pada konteks dan tingkat rincian yang dipilih, suatu periode dapat berlangsung hanya satu dekade atau bahkan beberapa abad lamanya.[68]
Salah satu pembagian klasik yang berpengaruh membagi sejarah manusia ke dalam prasejarah, sejarah kuno, sejarah pascaklasik, sejarah modern awal, dan sejarah modern.[69][m] Rentang waktu yang dicakup tiap periode dapat berbeda-beda tergantung wilayah dan tema yang dikaji, sehingga para sejarawan kerap menggunakan sistem periodisasi yang sama sekali berbeda.[71] Sebagai contoh, periodisasi tradisional sejarah Tiongkok mengikuti dinasti utama,[72] sedangkan pembagian menjadi periode pra-Kolumbus, kolonial, dan pascakolonial memainkan peran sentral dalam sejarah Benua Amerika.[73]

Kajian tentang prasejarah mencakup penelusuran evolusi spesies mirip manusia yang berlangsung jutaan tahun silam, hingga munculnya manusia modern secara anatomi sekitar 200.000 tahun lalu.[75] Setelah itu, manusia bermigrasi keluar dari Afrika dan menyebar ke hampir seluruh penjuru bumi. Menjelang akhir masa prasejarah, kemajuan teknologi berupa alat-alat baru dan lebih baik mendorong banyak kelompok meninggalkan gaya hidup nomaden berbasis berburu dan meramu, menuju kehidupan menetap yang ditopang oleh bentuk awal pertanian.[76] Ketiadaan dokumen tertulis dari periode ini menimbulkan tantangan tersendiri bagi para peneliti, sehingga kajiannya bersifat interdisipliner dan bergantung pada bukti dari bidang seperti arkeologi, antropologi, paleontologi, dan geologi.[77]
Kajian sejarah kuno menyoroti kemunculan peradaban besar pertama di wilayah seperti Mesopotamia, Mesir, Lembah Indus, Tiongkok, dan Peru, yang mulai berkembang sekitar tahun 3500 SM di beberapa daerah. Kompleksitas sosial, ekonomi, dan politik yang baru menuntut penciptaan sistem tulisan. Kemajuan dalam bidang pertanian menghasilkan surplus pangan yang memungkinkan populasi lebih besar, mendorong urbanisasi, terbentuknya jaringan perdagangan, serta lahirnya kerajaan-kerajaan regional. Pada bagian akhir periode kuno, yang sering disebut sebagai periode klasik, masyarakat di Tiongkok, India, Persia, dan kawasan Mediterania mengalami ekspansi yang membawa pencapaian baru dalam bidang kebudayaan, ilmu pengetahuan, dan politik. Pada masa ini pula lahir sistem keagamaan dan gagasan filsafat besar seperti Hinduisme, Buddhisme, Konfusianisme, Yudaisme, dan Filsafat Yunani.[78]
Kajian tentang sejarah pascaklasik atau abad pertengahan, yang dimulai sekitar tahun 500 M, menyoroti meningkatnya pengaruh agama-agama besar. Agama-agama misioner seperti Buddhisme, Kekristenan, dan Islam menyebar dengan cepat dan menetapkan diri sebagai agama dunia, menandai pergeseran budaya ketika mereka perlahan menggantikan sistem kepercayaan sebelumnya. Pada saat yang sama, jaringan perdagangan antarwilayah berkembang pesat, memungkinkan pertukaran teknologi dan budaya yang lebih luas. Dengan menaklukkan banyak wilayah di Asia dan Eropa, Kekaisaran Mongol menjadi kekuatan dominan pada abad ke-13 dan ke-14.[79]
Kajian mengenai sejarah awal modern, yang bermula sekitar tahun 1500 M, umumnya menyoroti bagaimana negara-negara Eropa bangkit menjadi kekuatan global. Sebagai kekaisaran mesiu, mereka menjelajah dan menjajah berbagai belahan dunia. Akibatnya, benua Amerika terintegrasi dalam jaringan global, memicu pertukaran biologis besar-besaran berupa tumbuhan, hewan, manusia, dan penyakit.[n] Revolusi Ilmiah melahirkan penemuan-penemuan besar yang mempercepat kemajuan teknologi, disertai dengan perkembangan intelektual lain seperti humanisme dan Zaman Pencerahan, yang mendorong proses sekularisasi.[81]

Dalam kajian sejarah modern, yang dimulai pada akhir abad ke-18, sejarawan menyoroti bagaimana Revolusi Industri mengubah perekonomian melalui penerapan sistem produksi yang lebih efisien. Kekuatan Barat mendirikan kekaisaran kolonial yang luas, memperoleh keunggulan melalui teknologi militer terindustrialisasi. Peningkatan pertukaran global atas barang, gagasan, dan manusia menandai awal globalisasi. Berbagai revolusi sosial menantang rezim otoriter dan kolonial, membuka jalan bagi munculnya demokrasi. Banyak perkembangan dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi, ekonomi, standar hidup, dan populasi manusia berlangsung dengan kecepatan yang belum pernah terjadi sebelumnya, meskipun dua perang dunia besar membawa kehancuran luas yang mengubah keseimbangan kekuasaan global dan melemahkan dominasi Eropa.[83]
Berdasarkan lokasi geografis
Bidang kajian sejarah juga dapat dikategorikan menurut wilayah geografis yang menjadi objek penelitiannya.[84] Geografi memainkan peran sentral dalam sejarah karena pengaruhnya terhadap produksi pangan, sumber daya alam, kegiatan ekonomi, batas politik, serta interaksi budaya.[85][o] Sebagian karya sejarah membatasi ruang kajiannya pada wilayah kecil, seperti sebuah desa atau pemukiman. Sementara itu, karya lain berfokus pada wilayah yang lebih luas hingga mencakup seluruh benua, seperti sejarah Afrika, Asia, Eropa, Amerika, dan Oseania.[87]

Sejarah Afrika bermula dari penelusuran terhadap evolusi manusia modern secara anatomis.[89] Sejarawan kuno mencatat bahwa penemuan tulisan dan lahirnya peradaban terjadi di Mesir Kuno pada milenium ke-4 SM.[90] Dalam milenium-milenium berikutnya, muncul kerajaan dan peradaban penting seperti di Nubia, Aksum, Kartago, Ghana, Mali, dan Songhai.[91] Islam mulai menyebar ke Afrika Utara pada abad ke-7 M dan menjadi agama dominan di banyak kekaisaran. Sementara itu, perdagangan melalui jalur trans-Sahara berkembang pesat.[92] Mulai abad ke-15, jutaan orang Afrika diperbudak dan dipaksa berpindah ke benua Amerika dalam perdagangan budak Atlantik.[93] Sebagian besar benua ini kemudian dijajah oleh kekuatan Eropa pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20.[94] Dengan meningkatnya nasionalisme, negara-negara Afrika berangsur-angsur meraih kemerdekaan setelah Perang Dunia II, disertai kemajuan ekonomi, pertumbuhan penduduk yang pesat, dan perjuangan menuju stabilitas politik.[95]
Para sejarawan yang meneliti sejarah Asia mencatat kedatangan manusia modern secara anatomis sekitar 100.000 tahun yang lalu.[96] Asia dipandang sebagai salah satu tempat lahir peradaban, dengan munculnya peradaban-peradaban awal di Mesopotamia, Lembah Indus, dan Tiongkok pada milenium ke-4 dan ke-3 SM.[97] Dalam ribuan tahun berikutnya, peradaban Asia melahirkan agama-agama besar dunia dan berbagai tradisi filsafat berpengaruh, seperti Hindu, Buddha, Konfusianisme, Taoisme, Kristen, dan Islam.[98] Perkembangan lain termasuk pembentukan Jalur Sutra, yang memfasilitasi perdagangan dan pertukaran budaya di seluruh Eurasia, serta berdirinya kekaisaran besar seperti Kekaisaran Mongol.[99] Pengaruh Eropa meningkat pada abad-abad berikutnya dan mencapai puncaknya pada abad ke-19 dan awal abad ke-20, ketika banyak wilayah Asia jatuh di bawah kekuasaan kolonial hingga berakhirnya Perang Dunia II.[100] Masa pascakemerdekaan ditandai oleh modernisasi, pertumbuhan ekonomi, dan lonjakan populasi yang tajam.[101]

Dalam kajian sejarah Eropa, para sejarawan menelusuri kedatangan manusia modern sekitar 45.000 tahun yang lalu.[103] Mereka menguraikan bagaimana pada milenium pertama SM, Yunani Kuno memberikan kontribusi penting terhadap budaya, filsafat, dan politik yang menjadi dasar dunia Barat,[102] serta bagaimana warisan budayanya memengaruhi Kekaisaran Romawi dan Kekaisaran Bizantium.[104] Periode abad pertengahan bermula dengan runtuhnya Kekaisaran Romawi Barat pada abad ke-5 M dan ditandai oleh penyebaran Kristen.[105] Sejak abad ke-15, eksplorasi dan kolonisasi Eropa menghubungkan berbagai wilayah dunia, sementara perkembangan budaya, intelektual, dan ilmiah mengubah masyarakat Barat.[106] Dari akhir abad ke-18 hingga awal abad ke-20, dominasi global Eropa semakin menguat melalui Revolusi Industri dan pembentukan koloni besar di luar negeri.[107] Namun, kekuasaan tersebut berakhir akibat kehancuran yang ditimbulkan oleh dua perang dunia.[108] Dalam era Perang Dingin, benua ini terbelah menjadi blok Barat dan blok Timur. Setelahnya, mereka menempuh proses integrasi politik dan ekonomi.[109]
Para sejarawan yang menguji sejarah benua Amerika mendokumentasikan kedatangan manusia-manusia pertama pada sekitar 20.000 sampai 15.000 tahun lalu.[110] Benua Amerika menjadi tempat dari sejumlah peradaban terawal, seperti peradaban Norte Chico di Amerika Selatan dan peradaban Maya dan peradaban Olmec di Amerika Selatan.[111] Sepanjang milenium berikutnya, kekaisaran-kekaisaran besar berkembang di samping mereka, seperti Teotihuacan, Aztek, dan kekaisaran Inka.[112] Setelah kedatangan bangsa Eropa dari akhir abad ke-15, penyebaran penyakit yang baru datang secara drastis mengurangi populasi lokal. Bersamaan dengan kolonisasi, peristiwa tersebut berujung pada keruntuhan kekaisaran-kekaisaran besar kala lanskap demografi dan budaya dibentuk ulang.[113] Gerakan kemerdekaan pada abad ke-18 dan ke-19 berujung pada pembentukan bangsa-bangsa baru di belahan benua Amerika.[114] Pada abad ke-20, Amerika Serikat timbul sebagai kekuatan global dominan dan pemain penting dalam Perang Dingin.[115]
Dalam kajian sejarah Oseania, para sejarawan mencatat kedatangan manusia pada sekitar 60.000 sampai 50.000 tahun lalu.[116] Mereka melakukan pendirian budaya dan masyarakat regional beragam, mula-mula di Australia dan Papua Nugini dan kemudian juga di Kepulauan Pasifik lainnya.[117] Kedatangan bangsa Eropa pada abad ke-16 menghimpun transformasi signifikan. Pada akhir abad ke-19, sebagian besar wilayah tersebut berada di bawah kekuasaan Barat.[118] Oseania menjadi terlibat dalam berbagai konflik pada perang dunia dan mengalami dekolonisasi pada masa setelah perang.[119]
Berdasarkan tema
Sejarawan kerap membatasi kajian mereka pada tema tertentu.[120] Beberapa ahli mengusulkan pembagian umum menjadi tiga tema besar: sejarah politik, sejarah ekonomi, dan sejarah sosial. Namun, batas antara cabang-cabang ini kerap kabur, dan hubungan mereka dengan cabang tematik lain seperti sejarah intelektual tidak selalu mudah dijelaskan.[121]
Sejarah politik menelaah bagaimana kekuasaan tersusun dalam masyarakat, serta bagaimana struktur kekuasaan itu muncul, berkembang, dan saling berinteraksi. Sepanjang sebagian besar sejarah tertulis, negara atau struktur yang menyerupainya telah menjadi pusat perhatian bidang ini. Kajian ini menyoroti bagaimana sebuah negara terorganisasi secara internal, melalui faksi, partai, pemimpin, serta lembaga-lembaga politik lainnya. Ia juga mengulas kebijakan yang diterapkan serta bagaimana negara tersebut berinteraksi dengan negara lain.[122] Sejarah politik telah dipelajari sejak zaman kuno oleh sejarawan seperti Herodotos dan Thukydides, menjadikannya salah satu cabang sejarah tertua, sementara subbidang besar lainnya baru mapan dalam seratus tahun terakhir.[123]

Sejarah diplomatik dan sejarah militer sering dianggap sebagai cabang dari sejarah politik. Sejarah diplomatik mempelajari hubungan internasional antarnegara. Bidang ini mencakup topik kebijakan luar negeri seperti perundingan, pertimbangan strategis, perjanjian, dan konflik antarbangsa, serta peran organisasi internasional dalam proses tersebut.[125] Sejarah militer mengkaji dampak dan perkembangan konflik bersenjata dalam sejarah manusia. Ini mencakup analisis atas peristiwa tertentu, seperti kajian tentang satu pertempuran, serta telaah atas berbagai penyebab peperangan. Selain itu, ia menyoroti perkembangan umum dalam cara berperang, termasuk kemajuan teknologi militer, strategi, taktik, logistik, dan lembaga-lembaga militer.[126]
Sejarah ekonomi menelusuri bagaimana komoditas diproduksi, diperdagangkan, dan dikonsumsi. Ia mencakup aspek ekonomi seperti pemanfaatan lahan, tenaga kerja, dan modal, serta dinamika penawaran dan permintaan, biaya dan alat produksi, serta distribusi pendapatan dan kekayaan. Para sejarawan ekonomi biasanya memusatkan perhatian pada kecenderungan umum berupa kekuatan-kekuatan impersonal, seperti inflasi, daripada tindakan individu. Jika tersedia cukup data, mereka menggunakan metode kuantitatif seperti analisis statistik. Namun, untuk periode sebelum era modern, keterbatasan sumber data memaksa mereka mengandalkan bahan yang sedikit dan mengekstrapolasi informasi darinya.[127]
Sejarah sosial merupakan bidang luas yang menyelidiki gejala sosial, meskipun definisinya kerap diperdebatkan. Sebagian teoretikus memahaminya sebagai kajian atas kehidupan sehari-hari di luar ranah politik dan ekonomi, termasuk praktik kebudayaan, struktur keluarga, interaksi komunitas, dan pendidikan. Pendekatan lain yang berdekatan menitikberatkan pada pengalaman alih-alih aktivitas, dengan menelaah bagaimana anggota kelompok sosial tertentu, seperti kelas sosial, ras, gender, atau kelompok umur, mengalami dunia mereka. Definisi lainnya memandang sejarah sosial sebagai kajian atas persoalan sosial, seperti kemiskinan, penyakit, dan kejahatan; atau mengambil pandangan yang lebih luas dengan menelusuri bagaimana masyarakat berkembang secara keseluruhan.[128] Bidang-bidang yang berkaitan erat mencakup sejarah budaya, sejarah gender, dan sejarah agama.[129]
Sejarah intelektual merupakan sejarah gagasan, mengkaji bagaimana konsep, filsafat, dan ideologi berkembang dari waktu ke waktu. Bidang ini terutama berfokus pada ranah akademik, tetapi tidak terbatas di sana; ia juga meneliti keyakinan dan prasangka masyarakat umum. Selain mengkaji gerakan intelektual itu sendiri, bidang ini juga menelusuri konteks budaya dan sosial yang membentuknya serta pengaruhnya terhadap perkembangan sejarah lain.[130] Dalam kaitan yang erat, sejarah filsafat menelaah perkembangan pemikiran filosofis,[131] sementara sejarah sains mempelajari evolusi teori dan praktik ilmiah, seperti kontribusi ilmiah Charles Darwin dan Albert Einstein.[132] Sejarah seni, disiplin yang juga berdekatan, mengkaji karya seni dan perkembangan kegiatan artistik, gaya, serta gerakan seni. Bidang ini turut membahas konteks budaya, sosial, dan politik di balik produksi karya seni.[133]
Sejarah lingkungan hidup menelaah hubungan antara manusia dan alam sekitarnya. Ia berupaya memahami bagaimana manusia dan unsur alam lainnya saling memengaruhi sepanjang sejarah.[134] Cabang-cabang tematik lainnya meliputi sejarah konstitusi, sejarah hukum, sejarah perkotaan, sejarah bisnis, sejarah teknologi, sejarah kedokteran, sejarah pendidikan, dan sejarah rakyat.[135]
Lain-lain
Beberapa cabang sejarah dibedakan berdasarkan metode yang digunakannya, seperti sejarah kuantitatif dan sejarah digital, yang bertumpu pada penelitian kuantitatif serta media digital.[136] Sejarah komparatif membandingkan fenomena sejarah dari masa, wilayah, atau kebudayaan yang berbeda untuk menelaah kesamaan dan perbedaannya.[137] Berbeda dari sebagian besar cabang lain, sejarah lisan bergantung pada kesaksian tutur alih-alih dokumen tertulis, mencakup kesaksian langsung, desas-desus, serta legenda masyarakat. Cabang ini mencerminkan pengalaman pribadi, penafsiran, dan ingatan manusia biasa, menampilkan cara subjektif orang-orang mengenang masa lampau.[138] Sejarah kontrafaktual menggunakan pemikiran kontrafaktual untuk menelaah jalur alternatif sejarah, dengan mengeksplorasi apa yang mungkin terjadi jika keadaan berjalan berbeda.[139] Beberapa cabang sejarah dibedakan pula berdasarkan sudut pandang teoretisnya, seperti sejarah Marxis dan sejarah feminis.[140]

Beberapa klasifikasi dibedakan berdasarkan lingkup topik kajiannya. Sejarah besar merupakan cabang dengan cakupan paling luas, meliputi segala sesuatu sejak Dentuman Besar hingga masa kini, serta mengintegrasikan unsur kosmologi, geologi, biologi, dan antropologi.[9] Sejarah dunia merupakan cabang lain dengan ruang lingkup luas, yang menelaah keseluruhan sejarah umat manusia sejak kemunculan spesies mirip manusia.[141] Istilah makrosejarah, mesosejarah, dan mikrosejarah merujuk pada skala analisis yang berbeda-beda, mulai dari pola besar yang memengaruhi seluruh dunia hingga kajian rinci mengenai konteks lokal, komunitas kecil, garis keturunan, individu tertentu, atau peristiwa spesifik.[142] Dekat dengan mikrosejarah adalah genre biografi historis, yang menuturkan kehidupan seseorang dalam konteks sejarahnya serta warisan yang ditinggalkannya.[143]
Sejarah publik mencakup berbagai kegiatan yang memperkenalkan sejarah kepada masyarakat umum. Kegiatan ini umumnya dilakukan di luar lingkungan akademik tradisional, seperti di museum, situs sejarah, wisata warisan, dan media populer.[144]
Remove ads
Evolusi disiplin ilmu
Ringkasan
Perspektif
Sebelum ditemukannya tulisan, pelestarian dan penyebaran pengetahuan sejarah terbatas pada tradisi lisan.[145] Bentuk awal penulisan sejarah kerap memadukan fakta dengan unsur mitologi, seperti Epos Gilgamesh dari Mesopotamia kuno dan Odyssey, teks Yunani kuno yang dikaitkan dengan Homer.[146] Diterbitkan pada abad ke-5 SM, karya Histories oleh Herodotus[p] menjadi salah satu teks dasar tradisi sejarah Barat, karena menekankan penyelidikan rasional dan berbasis bukti lebih daripada kisah-kisah epik Homer dan para penyair lainnya.[148] Thucydides kemudian mengikuti dan menyempurnakan pendekatan Herodotus, dengan fokus yang lebih sempit pada peristiwa politik dan militer, berbeda dari jangkauan luas dan unsur etnografi dalam karya Herodotus.[149] Historiografi Romawi sangat dipengaruhi oleh tradisi Yunani. Ia sering memuat tidak hanya fakta-fakta sejarah, tetapi juga penilaian moral terhadap tokoh sejarah.[q] Para sejarawan Romawi awal menggunakan gaya annalistik, yaitu penyusunan peristiwa masa lalu berdasarkan tahun dengan sedikit komentar, sedangkan generasi berikutnya lebih menyukai pendekatan naratif dan analitis.[151]

Sebuah tradisi penulisan sejarah yang kompleks juga muncul di Tiongkok kuno, dengan cikal bakalnya dimulai pada akhir milenium ke-2 SM. Tradisi ini menempatkan penulisan kronik tahunan sebagai bentuk tertinggi sejarah, dengan penekanan kuat pada verifikasi melalui sumber. Ia erat kaitannya dengan filsafat Konfusianisme dan terhubung dengan struktur pemerintahan, di mana setiap dinasti yang berkuasa bertanggung jawab menulis sejarah resmi pendahulunya. Para sejarawan Tiongkok berhasil membangun metode pencatatan sejarah yang sistematis dan koheren lebih awal dibandingkan tradisi lainnya.[153] Karya Sima Qian memiliki pengaruh besar karena metode penelitiannya yang teliti dan keberaniannya memasukkan pandangan alternatif, yang kemudian membentuk standar historiografi berikutnya.[154] Di India kuno, narasi sejarah berhubungan erat dengan agama, sering kali memadukan catatan faktual dengan unsur adikodrati sebagaimana terlihat dalam karya seperti Mahabharata.[155]
Di Eropa pada masa Abad Pertengahan, sejarah terutama ditulis oleh kaum klerus dalam bentuk kronik. Para sejarawan Kristen memadukan tradisi Yunani-Romawi dan Yahudi, menafsirkan masa lalu dari sudut pandang religius sebagai narasi yang menyoroti rencana ilahi Tuhan.[156] Tokoh-tokoh penting yang membentuk tradisi ini antara lain Eusebius dari Kaisarea, Bede, dan teolog Agustinus dari Hippo.[157] Di dunia Islam, penulisan sejarah juga sangat dipengaruhi oleh agama, dengan penafsiran masa lalu dari perspektif Muslim. Tradisi ini menekankan pentingnya rantai periwayatan untuk menjaga otoritas dan keaslian catatan sejarah.[158] Al-Tabari menulis sejarah komprehensif yang mencakup kisah dari penciptaan dunia hingga zamannya sendiri, sedangkan Ibn Khaldun menelaah persoalan filosofis yang mendasari praktik kesejarahan, termasuk pola universal perubahan sosial dan batas-batas kebenaran sejarah.[159]
Dengan munculnya Dinasti Tang (618–907 M) di Tiongkok, penulisan sejarah menjadi semakin terlembagakan melalui pendirian biro penulisan sejarah pada tahun 629 M. Biro ini mengawasi penyusunan Catatan Asli Kaisar, sebuah kompilasi menyeluruh yang menjadi dasar bagi sejarah nasional resmi. Para sejarawan Dinasti Tang menekankan pembedaan antara peristiwa yang benar-benar terjadi di masa lampau dan cara peristiwa itu direkam dalam teks sejarah.[160] Penulisan sejarah pada masa Dinasti Song (960–1279 M) berkembang dalam berbagai genre, termasuk ensiklopedia, biografi, dan novel sejarah, sementara sejarah menjadi mata pelajaran baku dalam sistem pendidikan kekaisaran.[161] Dipengaruhi oleh model Tiongkok, sebuah tradisi penulisan sejarah muncul di Jepang pada abad ke-8 M. Seperti di Tiongkok, penulisan sejarah di Jepang berkaitan erat dengan rumah tangga kekaisaran, meski para sejarawan Jepang memberikan penekanan yang lebih kecil terhadap evaluasi sumber yang kritis.[162]
Pada masa Renaisans dan periode modern awal (sekitar 1500–1800), berbagai tradisi sejarah mulai saling berinteraksi.[163] Dimulai pada abad ke-14 di Eropa, Renaisans menandai pergeseran dari pandangan religius abad pertengahan menuju minat baru pada tradisi klasik Yunani dan Romawi. Para humanis Renaisans menggunakan kritik teks yang canggih untuk menelaah karya sejarah religius terdahulu, yang berkontribusi pada sekularisasi penulisan sejarah. Dari abad ke-15 hingga ke-17, para sejarawan menekankan peran didaktik sejarah, menggunakannya untuk meneguhkan tatanan yang ada atau menyerukan kembalinya cita-cita masa lampau. Penemuan mesin cetak membuat dokumen tertulis semakin mudah diakses dan terjangkau, memperluas minat terhadap sejarah di luar kalangan klerus dan bangsawan. Pada saat yang sama, pemikiran empirisisme yang berkembang dalam Revolusi Ilmiah menantang gagasan tentang kebenaran sejarah yang universal.[164] Selama Zaman Pencerahan abad ke-18, penulisan sejarah dipengaruhi oleh rasionalisme dan skeptisisme. Dengan tujuan menantang otoritas dan dogma tradisional melalui nalar dan metode empiris, para sejarawan berusaha mengungkap pola dan makna terdalam dalam perjalanan masa lalu. Ruang lingkup sejarah juga meluas, mencakup topik sosial-ekonomi dan perbandingan antar budaya.[165]
Di Tiongkok pada masa Dinasti Ming (1368–1644), minat publik terhadap karya sejarah meningkat seiring dengan meluasnya ketersediaan teks. Selain kelanjutan Catatan Asli Kaisar oleh sejarawan resmi, karya nonresmi yang ditulis oleh sarjana independen berkembang pesat. Para sarjana ini sering menggunakan gaya yang lebih kreatif dan kadang menantang pandangan ortodoks.[166] Di dunia Islam, tradisi penulisan sejarah baru tumbuh dalam Kekaisaran Safawi, Kekaisaran Mughal, dan Kekaisaran Utsmaniyah.[167] Sementara itu, di benua Amerika, para penjelajah Eropa mencatat dan menafsirkan narasi pribumi yang diwariskan melalui tradisi lisan dan praktik piktografis, sering kali dengan pandangan yang menantang perspektif Eropa tradisional.[168]

Penulisan sejarah mengalami transformasi besar pada abad ke-19 ketika disiplin ini menjadi semakin profesional dan berorientasi pada sains. Mengikuti jejak pemikiran Leopold von Ranke, metode sistematis dalam kritik sumber diterima secara luas, sementara lembaga akademik yang berfokus pada studi sejarah mulai berdiri dalam bentuk departemen universitas, asosiasi profesional, dan jurnal ilmiah.[170] Sejalan dengan semangat ilmiah ini, Auguste Comte merumuskan aliran positivisme dan berupaya menemukan hukum-hukum umum sejarah, serupa dengan hukum alam yang dikaji oleh para fisikawan.[171] Mengembangkan filsafat Georg Wilhelm Friedrich Hegel, Karl Marx mengajukan salah satu hukum umum tersebut melalui teorinya tentang materialisme historis, yang berpendapat bahwa kekuatan ekonomi dan perjuangan kelas merupakan pendorong utama perubahan sejarah.[172] Perkembangan penting lainnya adalah meluasnya pengaruh metode historiografi Eropa, yang kemudian menjadi pendekatan dominan dalam studi akademik tentang masa lampau di seluruh dunia.[173]
Pada abad ke-20, berbagai asumsi dan praktik sejarah tradisional mulai dipertanyakan, sementara cakupan penelitian sejarah semakin meluas.[174] Aliran Annales memanfaatkan wawasan dari sosiologi, psikologi, dan ekonomi untuk menelaah perkembangan jangka panjang dalam sejarah.[175] Rezim-rezim otoritarian, seperti Jerman Nazi, Uni Soviet, dan Tiongkok, memanipulasi narasi sejarah demi kepentingan ideologi mereka.[176] Banyak sejarawan kemudian mulai menyoroti perspektif-perspektif yang selama ini terpinggirkan, dengan memusatkan perhatian pada pengalaman kelompok yang terpinggirkan melalui pendekatan seperti sejarah dari bawah, mikrosejarah, sejarah lisan, dan sejarah feminis.[177] Gerakan postkolonialisme berupaya menantang dominasi pendekatan Barat, sementara postmodernisme menolak klaim bahwa sejarah dapat menawarkan satu kebenaran universal.[178] Para sejarawan intelektual menelaah perkembangan historis dari gagasan-gagasan besar manusia sepanjang waktu.[179] Pada paruh kedua abad ini, muncul kembali upaya untuk menulis sejarah dunia secara menyeluruh, sementara kemajuan teknologi mendorong berkembangnya bidang sejarah kuantitatif dan sejarah digital.[180]
Remove ads
Bidang Terkait
Ringkasan
Perspektif
Historiografi

Historiografi adalah kajian mengenai metode serta perkembangan penelitian sejarah. Para ahli historiografi menelaah apa yang dilakukan oleh sejarawan, sehingga menghasilkan sebuah metateori berupa "sejarah tentang sejarah". Beberapa teoretikus menggunakan istilah historiografi dalam makna yang berbeda, yakni untuk merujuk pada catatan tertulis mengenai masa lampau.[182]
Salah satu pokok bahasan utama dalam historiografi sebagai metateori adalah standar bukti dan penalaran dalam penelitian sejarah. Para ahli historiografi menelaah serta merumuskan bagaimana sejarawan memanfaatkan sumber-sumber untuk membangun narasi tentang masa lalu, termasuk menganalisis asumsi-asumsi interpretatif yang melandasi pendekatan mereka. Isu-isu yang berkaitan erat mencakup gaya penulisan serta penyajian retorika dalam karya sejarah.[183]
Dengan membandingkan karya para sejarawan dari berbagai masa, ahli historiografi mengidentifikasi aliran-aliran pemikiran berdasarkan kesamaan metode penelitian, asumsi, dan gaya penulisan.[184] Sebagai contoh, mereka menelaah ciri khas Aliran Annales, seperti penggunaan data kuantitatif dari berbagai disiplin ilmu serta minatnya terhadap perkembangan ekonomi dan sosial yang berlangsung dalam rentang waktu panjang.[185]
Perbandingan tersebut juga mencakup keseluruhan era, dari zaman kuno hingga masa modern. Dengan cara ini, historiografi menelusuri perkembangan sejarah sebagai disiplin akademik, menyoroti bagaimana metode, tema, serta tujuan penelitian yang dominan mengalami perubahan dari waktu ke waktu.[186]
Filsafat sejarah
Filsafat sejarah[r] menelaah dasar-dasar teoretis dari sejarah. Bidang ini tidak hanya tertarik pada masa lampau sebagai rangkaian peristiwa yang saling berhubungan, tetapi juga pada disiplin akademik yang mempelajari proses tersebut. Pandangan dan pendekatan dari berbagai cabang filsafat, seperti metafisika, epistemologi, hermeneutika, dan etika, turut berperan penting dalam upaya ini.[188]
Dalam memandang sejarah sebagai suatu proses, para filsuf menelusuri entitas-entitas dasar yang membentuk gejala historis. Sebagian pendekatan menitikberatkan pada keyakinan dan tindakan individu manusia, sedangkan yang lain memperluas kajian hingga pada entitas kolektif dan umum seperti peradaban, institusi, ideologi, serta kekuatan sosial.[189] Salah satu topik terkait adalah hakikat mekanisme kausal yang menghubungkan peristiwa sejarah dengan sebab serta akibatnya.[190] Sebagian pandangan berpendapat bahwa terdapat hukum-hukum umum dalam sejarah yang menentukan jalannya peristiwa, serupa dengan hukum-hukum alam yang dikaji dalam ilmu alam. Namun, pandangan lain menilai bahwa hubungan kausal dalam sejarah bersifat unik, dibentuk oleh faktor-faktor kebetulan dan kontingensi.[191] Secara historis, beberapa filsuf mengemukakan bahwa arah umum perjalanan sejarah mengikuti pola besar. Salah satu gagasan menyatakan bahwa sejarah bersifat siklis, artinya dalam skala yang cukup luas, peristiwa atau kecenderungan tertentu akan berulang. Teori lain beranggapan bahwa sejarah bersifat linear dan teleologis, bergerak menuju suatu tujuan yang telah ditetapkan.[192][s]
Topik filsafat sejarah dan historiografi saling bersinggungan karena keduanya menaruh perhatian pada standar penalaran historis. Para ahli historiografi umumnya berfokus pada deskripsi metode dan perkembangan yang dihadapi dalam studi sejarah, sedangkan para filsuf sejarah lebih cenderung menelaah pola-pola umum, termasuk pertanyaan evaluatif mengenai metode dan asumsi mana yang dapat dianggap sahih.[194] Penalaran historis kadang digunakan dalam filsafat maupun disiplin lain sebagai metode untuk menjelaskan suatu fenomena. Pendekatan ini, yang dikenal sebagai historisisme, beranggapan bahwa untuk memahami sesuatu, kita perlu mengetahui sejarahnya yang unik atau proses evolusinya. Misalnya, historisisme tentang kebenaran menyatakan bahwa kebenaran bergantung pada konteks sejarah, sehingga tidak ada kebenaran yang bersifat transhistoris. Historisisme bertolak belakang dengan pendekatan yang mencari pemahaman yang abadi dan universal terhadap suatu objek kajian.[195]
Objektivitas sejarah
Perdebatan yang beragam dalam filsafat sejarah berkisar pada kemungkinan adanya uraian sejarah yang objektif. Banyak teoretikus berpendapat bahwa cita-cita tersebut mustahil dicapai, dengan menyoroti sifat subjektif dari interpretasi, aspek naratif sejarah, serta pengaruh nilai dan bias pribadi terhadap pandangan dan tindakan baik para pelaku sejarah maupun sejarawan itu sendiri. Salah satu pandangan menyatakan bahwa beberapa fakta tertentu bersifat objektif, misalnya, kapan suatu kekeringan terjadi atau pasukan mana yang kalah dalam pertempuran. Namun, hal ini tidak menjamin objektivitas secara umum, karena sejarawan tetap harus menafsirkan dan mensintesiskan fakta untuk membangun narasi yang menjelaskan tren dan perkembangan besar.[196] Akibatnya, beberapa sejarawan seperti G. M. Trevelyan dan Keith Jenkins berpendapat bahwa seluruh sejarah bersifat bias, karena narasi sejarah tidak pernah lepas dari prasangka dan penilaian nilai subjektif.[197]
Sebaliknya, sejumlah pandangan yang berakar pada realisme, empirisme, dan rekonstruksionisme,[198] memandang sejarah sebagai upaya pencarian kebenaran atau pengetahuan yang dapat diperoleh melalui evaluasi ketat dan penafsiran hati-hati terhadap bukti-bukti.[199][t] Namun, pandangan ini dikritik oleh sejumlah sarjana yang menekankan sifat subjektif dan parsial dari pengetahuan sejarah.[u] Kaum perspektivis berpendapat bahwa pandangan sejarah selalu bersifat subjektif, karena menuntut pemilihan sumber dan fokus tertentu serta penentuan informasi apa yang dapat dianggap sebagai fakta historis. Mereka berargumen bahwa pernyataan hanya dapat bersifat objektif dalam, atau relatif terhadap salah satu dari berbagai perspektif sejarah yang saling bersaing.[204] Pandangan yang lebih skeptis atau relativistis bahkan menyatakan bahwa tidak ada pengetahuan sejarah yang benar-benar dapat dibuktikan objektif.[205][v] Penekanan pada subjektivitas ini kemudian diperluas oleh teori postmodernis yang beranggapan bahwa mustahil mengetahui masa lalu secara objektif, karena makna dibentuk melalui teks-teks buatan manusia, di mana bahasa "menciptakan dunia sebagaimana kita memahaminya".[207][w] Sementara itu, kaum neo-realis menanggapi kecenderungan ini dengan menegaskan kembali pentingnya metodologi empiris dalam analisis sejarah. Mereka mengakui adanya pengaruh penilaian subjektif, tetapi tetap berpendapat bahwa kebenaran sejarah tetap dapat dicapai.[209][x]
Pendidikan

Sejarah merupakan bagian dari kurikulum sekolah di hampir semua negara.[210] Pendidikan sejarah pada tahap awal bertujuan menumbuhkan minat siswa terhadap masa lalu serta memperkenalkan mereka pada konsep-konsep dasar pemikiran historis. Dengan membangun kesadaran sejarah yang mendasar, pendidikan ini berupaya menanamkan rasa identitas dengan membantu peserta didik memahami akar budaya mereka.[211] Penyajiannya sering kali berbentuk naratif dengan menghadirkan kisah-kisah sederhana bagi anak-anak, misalnya tentang tokoh-tokoh sejarah atau asal-usul hari raya, festival, dan makanan tradisional.[212] Pada jenjang sekolah menengah, pendidikan sejarah mencakup spektrum topik yang lebih luas, dari sejarah kuno hingga modern, baik pada tingkat lokal maupun global. Selain memperkaya pengetahuan siswa, tahap ini juga memperkenalkan mereka pada metodologi penelitian sejarah, termasuk kemampuan menafsirkan dan menilai secara kritis berbagai klaim historis.[213]
Guru sejarah menggunakan beragam metode pengajaran untuk menghidupkan materi. Di antaranya adalah penyampaian naratif mengenai perkembangan sejarah, pemberian pertanyaan untuk melibatkan siswa dan memicu berpikir kritis, serta diskusi tentang topik-topik sejarah. Siswa juga diajak bekerja langsung dengan sumber-sumber sejarah untuk belajar menganalisis dan menafsirkan bukti, baik secara individu maupun kelompok. Kegiatan menulis sejarah membantu mereka mengembangkan kemampuan menyampaikan gagasan secara jelas dan meyakinkan. Penilaian melalui tes lisan atau tulisan dilakukan untuk memastikan tujuan pembelajaran tercapai.[214] Metodologi tradisional dalam pendidikan sejarah sering menekankan hafalan fakta, seperti tanggal peristiwa penting dan nama tokoh sejarah. Sebaliknya, pendekatan modern berupaya menumbuhkan keterlibatan aktif dan pemahaman lintas-disiplin yang lebih mendalam, menitikberatkan bukan hanya pada apa yang terjadi, tetapi juga mengapa hal itu terjadi dan apa maknanya bagi sejarah yang lebih luas.[215]
Pendidikan sejarah di sekolah negeri memiliki berbagai tujuan. Salah satu keterampilan utama yang ingin dikembangkan adalah literasi historis, kemampuan memahami, menganalisis secara kritis, dan menanggapi klaim sejarah. Dengan mempelajari peristiwa penting di masa lalu, siswa diperkenalkan pada berbagai konteks kehidupan manusia sehingga dapat memahami masa kini dan keragaman budayanya. Pada saat yang sama, pendidikan sejarah juga berperan dalam menumbuhkan identitas budaya dengan menghubungkan siswa pada warisan, tradisi, dan praktik nenek moyang mereka, misalnya melalui pengenalan terhadap unsur-unsur ikonik seperti monumen nasional, tokoh sejarah, dan perayaan tradisional.[216] Pengetahuan akan masa lalu dan warisan budaya yang sama dapat memperkuat pembentukan identitas nasional dan mempersiapkan siswa menjadi warga negara yang aktif. Namun, dimensi politik dalam pendidikan sejarah ini kerap memunculkan perdebatan tentang topik apa yang seharusnya dimasukkan dalam buku teks sekolah. Di beberapa wilayah, hal tersebut menimbulkan apa yang disebut sebagai "perang sejarah" terkait kurikulum.[217] Dalam beberapa kasus, hal ini dapat berujung pada penyajian yang bias terhadap topik-topik kontroversial guna menampilkan warisan nasional secara lebih positif.[218][y]

Selain pendidikan formal di sekolah-sekolah negeri, sejarah juga diajarkan melalui pendidikan informal di luar kelas. Sejarah publik berlangsung di tempat-tempat seperti museum dan situs peringatan, di mana artefak terpilih digunakan untuk mengisahkan cerita-cerita tertentu.[220] Bidang ini juga mencakup sejarah populer, yang berupaya membuat masa lalu dapat diakses dan menarik bagi khalayak luas melalui berbagai media, seperti buku, acara televisi, maupun konten daring.[221] Pendidikan sejarah informal juga terjadi melalui tradisi lisan, di mana kisah-kisah tentang masa lalu diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya.[222]
Bidang Lain
Ilmu sejarah memanfaatkan metodologi yang bersifat interdisipliner, dengan memadukan temuan dari bidang-bidang seperti arkeologi, geologi, genetika, antropologi, dan linguistik.[223][z] Para arkeolog mempelajari artefak buatan manusia serta berbagai bentuk budaya material lainnya. Temuan-temuan mereka memberikan wawasan penting tentang aktivitas manusia dan perkembangan budaya pada masa lampau.[225] Penafsiran terhadap bukti arkeologis menghadirkan tantangan yang berbeda dari penelitian sejarah konvensional yang bertumpu pada dokumen tertulis. Namun, pendekatan ini juga membuka kemungkinan baru dengan menyediakan informasi yang tidak pernah tercatat, memungkinkan sejarawan menelusuri masa lalu masyarakat tanpa tradisi tulis maupun kelompok marginal dalam masyarakat literat melalui peninggalan budaya material mereka. Sebelum munculnya arkeologi modern pada abad ke-19, antikuarianisme telah meletakkan dasar bagi disiplin ini dan berperan penting dalam pelestarian artefak sejarah.[226]
Geologi dan ilmu kebumian lainnya membantu sejarawan memahami konteks lingkungan serta proses fisik yang memengaruhi masyarakat masa lampau, termasuk kondisi iklim, bentang alam, dan peristiwa alam.[227] Sementara itu, genetika memberikan informasi penting mengenai asal-usul evolusi manusia sebagai spesies, pola migrasi manusia, asal-usul keturunan, serta perubahan demografi.[228] Para antropolog meneliti budaya manusia dan perilaku sosial, seperti struktur sosial, sistem kepercayaan, serta praktik ritual. Pemahaman ini memberikan konteks yang kaya bagi penafsiran peristiwa-peristiwa sejarah.[229] Sementara itu, linguistik historis meneliti perkembangan bahasa sepanjang waktu, yang sering kali menjadi kunci dalam penafsiran dokumen kuno. Bidang ini juga dapat mengungkap pola migrasi dan pertukaran budaya antar masyarakat.[230] Sejarawan pun memanfaatkan bukti dari berbagai disiplin lain yang termasuk dalam ranah ilmu fisika, ilmu biologi, ilmu sosial, maupun humaniora.[231]
Karena kedekatannya dengan ideologi dan identitas nasional, sejarah memiliki hubungan yang erat dengan politik, dan teori-teori sejarah sering kali berpengaruh langsung terhadap keputusan politik. Sebagai contoh, upaya irredentis oleh suatu negara untuk menganeksasi wilayah negara lain kerap didasarkan pada teori-teori sejarah yang menyatakan bahwa wilayah sengketa tersebut dahulu merupakan bagian dari negara pertama.[232] Sejarah juga memainkan peran sentral dalam apa yang disebut sebagai agama historis, yakni agama-agama yang mendasarkan sebagian doktrin pokoknya pada peristiwa sejarah. Kekristenan, misalnya, sering digolongkan sebagai agama historis karena berpusat pada peristiwa-peristiwa sejarah yang berkaitan dengan kehidupan Yesus Kristus.[233] Lebih jauh lagi, sejarah memiliki relevansi dengan banyak bidang ilmu melalui kajian terhadap masa lalunya, termasuk sejarah ilmu pengetahuan, matematika, filsafat, dan seni.[234]
Remove ads
Lihat pula
- Glosarium sejarah
- Garis besar sejarah
Referensi
Pranala luar
Wikiwand - on
Seamless Wikipedia browsing. On steroids.
Remove ads
