Top Qs
Timeline
Obrolan
Perspektif

Kekaisaran Brunei

Kesultanan Melayu yang berpusat di Brunei sejak 1368 hingga 1888 Dari Wikipedia, ensiklopedia bebas

Kekaisaran Brunei
Remove ads

Kekaisaran Brunei Atau Kesultanan Brunei merupakan Kerajaan Melayu yang berdiri pada pada awal abad ke-7 terletak dibagian utara pesisir pulau Kalimantan (Borneo), Asia Tenggara. Kekaisaran ini dikuasai oleh raja Yang beragama Hindu dan Buddha yang kemudian berpindah keyakinan menjadi Islam (Muslim). Karena tidak ada sumber lokal mengenai bukti keberadaan Kerajaan Brunei, catatan dari Tionghoa telah digunakan untuk melihat sejarah awal Brunei.[3] Boni dalam naskah Tionghoa kemungkinan merujuk pada seluruh Borneo, dan diklaim oleh pemerintah lokal sebagai Brunei. Hubungan diplomatik awal antara Borneo (Boni - 渤泥) dan Tionghoa dicatat dalam Taiping huanyuji (太平環宇記 - 978). Selama kekuasaan Sultan Brunei ke-5, Sultan Bolkiah, Brunei menjadi kerajaan yang kuat dan meliputi seluruh Borneo dan sebagian Filipina, terutama pulau Mindanao.

Fakta Singkat Kekaisaran Brunei Kesultanan Brunei, Status ...
Informasi lebih lanjut Bagian dari seri mengenai, Pra-Kesultanan ...
Informasi lebih lanjut Bagian dari seri mengenai ...

Catatan awal mengenai Brunei oleh barat dibuat oleh seorang Bologna, Italia yang bernama Ludovico di Varthema pada tahun 1550.

Remove ads

Sejarah Penamaan

Memahami sejarah Kekaisaran Brunei cukup sulit karena hampir tidak disebutkan dalam sumber-sumber kontemporer pada masanya, serta kurangnya bukti tentang sifatnya. Tidak ada sumber lokal atau asli yang memberikan bukti untuk semua ini. Alhasil, teks Mandarin telah diandalkan untuk membangun sejarah awal Kekaisaraan Brunei.[4] Boni dalam sumber Bahasa Mandarin kemungkinan besar mengacu pada Kalimantan bagian barat, sementara Poli (婆利), mungkin terletak di Sumatera, diklaim oleh otoritas lokal untuk menyebut Brunei juga.

Remove ads

Sejarah

Ringkasan
Perspektif

Sejarah pra-kekaisaran

Pada abad ke-14, Brunei tampaknya tunduk pada Pulau Jawa. Naskah Jawa Nagarakretagama, yang ditulis oleh Prapanca pada tahun 1365, menyebutkan Barune sebagai negara bawahan Majapahit,[5] yang harus memberikan upeti tahunan sebanyak 40 kati kamper.

Kesultanan Brunei pada 1521

Pada masa ini, Kesultanan Brunei telah memegang peranan penting dalam hubungan perdagangan dan politik dengan wilayah-wilayah di Laut Cina Selatan. Kota dibangun di dasar air laut, terkecuali rumah raja dan rumah pangeran. Di depan rumah raja, terdapat benteng dari bata besar dengan menara, dilengkapi dengan 56 meriam baja dan 6 meriam besi.[6]

Populasi saat itu diperkirakan 25.000 orang dan rumah-rumah penduduk terbuat dari kayu yang ditumpuk sampai tinggi. Ketika air pasang, para wanita pergi dengan kapal kecil untuk berkeliling kota dan melakukan aktivitas jual beli kebutuhan sehari-hari.[6]

Raja saat itu, Raja Siripada, berusia 40 tahun dan sedikit gemuk yang dilayani oleh putri menteri. Ia memiliki 10 juru tulis yang menulis semua urusan raja di atas kulit kayu tipis. Tamu yang berkunjung tidak diperkenankan berbicara kepada Raja, dan hanya boleh menyampaikan maksud kepada salah satu tetua. Kemudian ia akan menyampaikannya kepada tetua yang lain atau anggota istana yang pangkatnya lebih tinggi. Selanjutnya pesan akan disampaikan ke gubernur yang berada di ruangan lebih kecil melalui pipa yang terletak di celah dinding, kemudian ia akan menyampaikannya ke seseorang yang berada di dekat Raja.[6]

Terdapat tiga penghormatan kepada Raja, yaitu dengan:[6]

  • Mengangkat kedua tangan yang saling menempel di atas kepala
  • Mengangkat satu kaki kemudian kaki lainnya, lalu
  • Mencium tangan Raja

Raja tidak pernah keluar rumah, kecuali untuk berburu. Rumah Raja, dipenuhi oleh pengawal pria sebanyak 300 orang yang memegang belati di atas paha mereka. Terdapat hiasan sutra yang digantung di seluruh ruangan, di antara dua ruangan terdapat tirai brokat dengan dua jendela sebagai jalan masuk cahaya.[6]

Hidangan yang disajikan kepada tamu disajikan dalam nampan kayu berukuran besar berisi 10-12 makanan Cina berupa olahan daging berbagai binatang (daging anak lembu, ayam kebiri, unggas, merak dan lainnya) dan berbagai macam ikan. Semua tamu akan duduk bersila beralas tikar dari palem. Selain itu juga disajikan minuman keras dari sulingan beras, nasi, dan camilan dari gula.[6]

Kebangkitan Kekaisaran Brunei

Menyusul kehadiran Portugis setelah jatuhnya Malaka, para pedagang Portugis berdagang secara teratur dengan Brunei dari tahun 1530 dan menggambarkan ibu kota Brunei dikelilingi oleh tembok batu.[7][8]

Selama pemerintahan Bolkiah, Sultan kelima, kekaisaran memegang kendali atas wilayah pesisir barat laut Kalimantan (sekarang Brunei, Sarawak dan Sabah) dan mencapai Seludong (sekarang Manila), Kepulauan Sulu termasuk bagian dari pulau Mindanao.[9][10][11][12][13][14][15]Pada abad ke-16, pengaruh Kekaisaran Brunei meluas sampai ke delta Sungai Kapuas di Kalimantan Barat.

Kesultanan Sambas di Kalimantan Barat dan Kesultanan Sulu di Filipina Selatan secara khusus mengembangkan hubungan dinasti dengan keluarga Kekaisaran Brunei. Sultan Melayu lainnya dari Pontianak, Samarinda sampai Banjarmasin, memperlakukan Sultan Brunei sebagai pemimpin mereka. Sifat asli hubungan Brunei dengan Kesultanan Melayu lainnya di pesisir Kalimantan dan kepulauan Sulu masih menjadi bahan kajian, apakah itu negara bawahan, aliansi, atau hanya hubungan seremonial. Pemerintahan daerah lain juga menjalankan pengaruhnya atas kesultanan ini. Kesultanan Banjar (sekarang Banjarmasin) misalnya, juga berada di bawah pengaruh Kesultanan Demak di Jawa.

Kemunduran Kekaisaran Brunei

Pada akhir abad ke-17, Brunei memasuki masa kemunduran yang disebabkan oleh perselisihan internal atas suksesi kerajaan, ekspansi kolonial kekuatan Eropa, dan pembajakan.[16]Kekaisaran Brunei kehilangan sebagian besar wilayahnya karena kedatangan kekuatan barat seperti Spanyol di Filipina, Belanda di Kalimantan Selatan dan Inggris di Labuan, Sarawak, dan Kalimantan Utara. Hingga pada tahun 1725, banyak jalur perdagangan Brunei telah diambil alih oleh Kesultanan Sulu.[17]

Pada tahun 1888, Sultan Hashim Jalilul Alam Aqamaddin kemudian meminta Britania untuk menghentikan perambahan lebih lanjut.[18] Pada tahun yang sama Britania menandatangani "Perjanjian Perlindungan" dan menjadikan Kekaisaran Brunei sebagai protektorat Britania.[16] Hingga pada tahun 1984, waktu dimana Kekaisaran Brunei mendapatkan kemerdekaan.[19][20]

Remove ads

Pemerintahan

Kekaisaran dibagi menjadi tiga sistem tanah tradisional yang dikenal sebagai Kerajaan (Properti Mahkota), Kurina (properti resmi) dan Tulin (properti pribadi turun-temurun).[21]

Referensi

Loading related searches...

Wikiwand - on

Seamless Wikipedia browsing. On steroids.

Remove ads