Top Qs
Timeline
Obrolan
Perspektif
Jalur kereta api Surabaya–Bangil–Kalisat
jalur kereta api di Indonesia Dari Wikipedia, ensiklopedia bebas
Remove ads
Jalur kereta api Surabaya–Bangil–Kalisat adalah jalur kereta api di Indonesia yang menghubungkan Stasiun Surabaya Kota dengan Stasiun Kalisat. Jalur ini termasuk dalam Daerah Operasi VIII Surabaya di segmen Surabaya Kota–Bangil dan Daerah Operasi IX Jember di segmen Kraton–Kalisat. Jalur ini dilintasi kereta api dari barat menuju ke timur maupun sebaliknya.
Jalur ini merupakan jalur kereta api pertama yang dimiliki oleh Staatsspoorwegen (SS). Di sepanjang jalur petak Tanggulangin–Porong, terdapat tanggul penahan banjir lumpur panas Sidoarjo di sisi timur rel. Sementara di Stasiun Waru, terdapat terminal peti kemas yang kini telah tidak digunakan karena aktivitas bongkar muat telah dipindahkan ke Stasiun Kalimas.[1][2] Segmen Surabaya Kota–Wonokromo merupakan bagian dari lintas selatan Jawa yang menghubungkan Jawa Timur dengan Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Barat[d], dan DKI Jakarta beserta wilayah penyangganya. Jalur ini dibina oleh Balai Teknik Perkeretaapian Kelas I Surabaya dalam Direktorat Jenderal Perkeretaapian.[3] Selain segmen Surabaya Kota–Wonokromo yang telah digandakan jalurnya, seluruh jalur kereta api ini tunggal dan menggunakan persinyalan mekanik tipe Siemens & Halske semiotomatis.[4]
Remove ads
Sejarah
Ringkasan
Perspektif
Pembentukan dan pembangunan jalur Surabaya–Pasuruan

Di bawah keputusan Kerajaan Belanda tertanggal 13 Agustus 1872, A. Baron Sloet van Oldruitenborgh dan W. Ruys Wzn. mengajukan konsesi Surabaya–Solo dan Surabaya–Pasuruan, yang permohonannya kemudian diperluas menjadi sebuah sistem sejauh 1.064 km (661 mi); dengan jaminan bunga sebesar 5%. Namun pada 1873, muncul sosok bernama David Maarschalk, yang mengajukan konsesi Surabaya–Pasuruan–Malang menggunakan sistem kontrak eksploitasi, tanpa jaminan bunga.[5]
Dalam sebuah pengajuan RUU mengenai kereta api negara (staatsspoorweg), muncul gagasan bahwa negara berhak mengelola prasarana dan sarana perkeretaapian yang biaya proyeknya lebih mahal jika dilakukan swasta. Hal ini menimbulkan pro kontra dan adu mulut di antara anggota Tweede Kamer pada 18 Februari 1875. Odenhuis Gratama, mendukung keterlibatan negara, juga Menteri Urusan Jajahan. Namun, kelompok penentang justru dari kalangan profesional termasuk Presiden Komisaris NIS. Pada kelompok yang kontra, mereka mengkritik staatsspoorweg karena negara diminta untuk belajar dari banyaknya infrastruktur yang rusak, termasuk pendangkalan di pelabuhan, rusaknya Jalan Raya Pos Daendels, jalan-jalan utama yang tidak dirawat, jembatan yang roboh, dan masih banyak lagi. Dan negara memiliki tanggung jawab merawat prasarana kereta api yang jauh lebih berat daripada itu semua.[5] Meskipun perdebatan itu sengit, bahkan sampai ke Eerste Kamer, sidang paripurna 6 April 1875, hampir nihil suara tidak setuju, sehingga undang-undang pembangunan “perkeretaapian umum negara” sepanjang 115 km, diterbitkan dalam Staatsblad No. 6 pada tanggal 6 April 1875 (Indische Staatsblad No 141). Tanggal pengesahan itu menjadi hari jadi bagi Staatsspoorwegen (SS).[5]
David Maarschalk, yang merupakan Kepala Jawatan SS, sebelumnya berpengalaman di NIS sebagai seorang anggota dewan direksi. Di SS, Maarschalk mulai bertugas mengarahkan pembangunan. Ia dinilai telah memperoleh reputasi yang sangat terhormat dalam sektor perkeretaapian Hindia Belanda. Ia cukup piawai dalam mencatat aset, mengajukan konsesi, mengeluarkan rekomendasi, menyelesaikan jalur Samarang–Vorstenlanden. Ia bahkan dianggap sebagai penerus J.P. de Bordes, yang saat itu menjadi pimpinan NIS. Meski SS berkedudukan di bawah Burgerlijk Openbare Werken (BOW), SS justru menjadi organisasi yang otonom sehingga dapat mengembangkan tenaganya secara maksimal tanpa adanya campur tangan hierarki.[5]

Jalur kereta api Surabaya–Pasuruan merupakan jalur kereta api pertama SS yang selesai pada tanggal 16 Mei 1878.[6] Jalur ini melewati Bangil dan Sidoarjo, menghubungkan pabrik-pabrik gula di Sidoarjo dan Pasuruan dengan pelabuhan di Surabaya. Maarschalk melaksanakan pembangunan ini dengan "durasi yang masuk akal dan tanpa pembengkakan biaya."[5]
Sebelum pensiun pada 15 November 1880, Maarschalk menyurvei secara langsung rencana perpanjangan jalur menuju Probolinggo untuk menghubungkan jalur ini ke Pelabuhan Tanjung Tembaga. Usulan pembangunan tersebut kemudian disetujui pada 11 Desember 1881. Pada 3 Mei 1884, SS menyelesaikan pembangunan untuk lintas Pasuruan–Probolinggo.[5]
Berdasarkan Staatsblad Nomor 214 yang terbit pada 23 Juni 1893, Staatspoorwegen kembali melakukan perluasan jaringan dengan membangun jalur kereta api Probolinggo–Jember–Panarukan. Segmen Probolinggo–Klakah sepanjang 34 kilometer selesai pada 1 Juli 1895. Pada 1 Juni 1897, jalur Klakah–Jember sepanjang 62 kilometer selesai dibangun. Segmen terakhir, yakni Jember–Kalisat hingga Panarukan beserta jalur-jalur cabangnya dioperasikan pada 1 Oktober 1897.[7][5]
Jalur ganda Surabaya–Bangil

Jalur ganda Surabaya–Sidoarjo dan Surabaya–Tarik sudah dibangun pada awal dekade 1920-an, tetapi per laporan tahunan SS yang dibuat untuk tahun buku 1923, segmen yang baru selesai adalah Wonokromo–Tarik.[8] Untuk Surabaya Kota–Wonokromo, proyeknya belum selesai, karena jembatan Kali Jagir saat itu belum kunjung dibangun.[9] Pada November 1924, SS merencanakan akan memperluas emplasemen Stasiun Wonokromo, sehubungan dengan rencana pembangunan jalur ganda ke Stasiun Sidoarjo.[10]
Segmen Wonokromo–Bangil juga dibangun, bahkan pada 1925, SS telah melaporkan bahwa penggandaan jalur tersebut menelan biaya sebesar ƒ4.000.000, dan untuk melaksanakan proyek tersebut, dilakukan pelebaran jembatan Kali Porong.[11] Pada November 1926, muncul kembali wacana untuk memperpanjang jalur ganda tersebut hingga Kertosono dan Bangil, tetapi manajemen SS menyatakan menunda proyek tersebut.[12]
Jalur tersebut dihentikan pembangunannya setelah segmen Wonokromo–Porong selesai tahun 1930. Perpanjangannya ke Bangil, meski sudah direncakan, justru batal. Alasannya adalah karena SS memilih untuk melakukan efisiensi biaya pembangunan dan operasi. Jalur ganda tersebut, awalnya bertujuan untuk meningkatkan transportasi gula. Namun, SS merasa sudah mencukupkan jalur gandanya dan ingin menunggu waktu yang tepat untuk melanjutkannya. Di Stasiun Porong, saat itu para pekerja proyek SS sedang meninggikan emplasemen stasiun. Hal ini dikarenakan sehubungan dengan rencana peningkatan jembatan Kali Porong pada 1931. Pembangunan jembatan kereta api baru tidak akan menghasilkan jalur ganda baru.[13]
Jalur ganda tersebut dibongkar pada 1940-an oleh pekerja romusa dan ruas tersebut dikembalikan menjadi jalur tunggal.[14]
Remove ads
Profil jalur
Remove ads
Jalur terhubung
Lintas aktif
Lintas non aktif
Layanan kereta api
Penumpang
Antarkota
Lokal dan komuter
Barang
Remove ads
Daftar stasiun
Ringkasan
Perspektif
Remove ads
Catatan kaki
- Singkatan stasiun ini sama dengan Stasiun Purwareja Klampok di lintas Purwokerto–Wonosobo
Referensi
Wikiwand - on
Seamless Wikipedia browsing. On steroids.
Remove ads